me....

me....
semoga yang ada di blog ini dapat membantu ✿◠‿◠

Kamis, 01 Maret 2012

PEMBUATAN KOMPOS KAYAMBANG

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
• Pengertian kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
• Keuntungsn penggunaan pupuk kompos
Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek :
- Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
- Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
- Aspek bagi tanah/tanaman :
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
• Proses pengomposan terjadi secara anerobik dan aerobik
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengeahui carapembuatan bokasi kayambang (Salvina molesta).

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kayambang
Nama umum
Indonesia: Kiambang, kayambang
Inggris: kariba-weed


Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi: Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas: Pteridopsida
Ordo: Salviniales
Famili: Salviniaceae
Genus: Salvinia
Spesies: Salvinia molesta Mitchell
2.2. Kompos Tradisional
2.3. Kompos moderen

III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat

3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah kayambang 10 kg yang dipotong sepanjang ± 2 cm, pupuk kandang ayam 1 kg, dedak 0,5 kg, gula merah 1 kg, EM-4 dan air secukupnya. Sedangkan alat yang di gunakan adalah cangkul, ember, karung, parang .

3.3. Cara Kerja
 Kayambang di potong sepanjang ± 2 cm sebanyak 1o kg kemudian dicampur pupuk kandang ayam, dedak, EM4 , gula merahyang telah di haluskan lalu di berikan ar secupnya dan diaduk hingga rata.
 Tangan, air tidak keluar dari adonan, dan bila kepalan tangan di lepas maka adonan akan mekar.
 Adonana diletakan dalam karung dan ditup serta diusahan agar adonan tidak terkena air.
 Melalukan pegecekan setiap hari dan melakukan pengatan.

IV. HASIL PEMBAHASAN
bagan “ buat struktukturnya” cara” pembuatan kompos dan jelaskan

Ciri” kompos yg matang
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di laboratorium atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari
sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi
anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi
tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih
belum matang.
2. Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos
mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-remas akan mudah
hancur.
3. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos
masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos
tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos
seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
4. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.
Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat
kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya
masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum
matang.
5. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu
kompos yang masih tinggi, atau di atas 50o
C, berarti proses pengomposan masih
berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
6. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa
benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan
juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup
dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari
ke-2 atau ke-3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang
tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil
ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
7. Bioassay/Uji Biologi
Kematangan kompos diuji dengan menggunakan tanaman. Pilih tanaman yang responsif
dengan kualitas kompos dan mudah diperoleh, seperti: bayam, tomat, atau tanaman
kacang-kacangan. Tanah yang digunakan untuk pengujian adalah tanah marjinal/tanah
miskin. Campurkan kompos dan tanah dengan perbandingan 30% kompos : 70% tanah.
Masukkan campuran tanah-kompos ke dalam beberapa polybag. Tanam bibit tanaman ke
dalam polybag. Sebagai pembanding gunakan tanah saja (blangko) dan tanah subur.
Bioassay dilakukan tanpa pemupukan. Kompos yang bagus ditandai dengan
pertumbuhan tanaman uji yang lebih baik daripada perlakuan tanah saja (blangko).
8. Uji Laboratorium Kompos
Salah satu kriteria kematangan kompos adalah rasio C/N. Analisa ini hanya bisa
dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki rasio C/N< 20.
Apabila rasio C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu
dekomposisi yang lebih lama lagi.


Faktor” penyebab kegagalan pengomposan
Permasalahan yang sering muncul pada saat pengomposan antara lain adalah: tidak terjadi peningkatan suhu, muncul bau menyengat dan tidak terjadi penurunan volume kompos. Penyebab yang umum terjadi antara lain karena kekurangan air atau kelebihan air dan kurang aerasi. Apabila tumpukan kompos tampak kering, maka tambahkan air secukupnya. Air ditambahkan secara merata sehingga seluruh bagian mendapatkan air yang cukup. Jika jerami sangat kering, jerami dapat dicelup/direndam dengan air terlebih dahulu.
Apabila muncul bau yang menyengat dan tumpukan kompos cukup kering, kemungkinan proses pengomposan berjalan anaerob. Segera buka plastik penutup dan lakukan pembalikan agar udara bisa masuk ke dalam tumpukan kompos. Setelah itu platik ditutupkan kembali.Apabila muncul bau menyengat dan tumpukan kompos terlalu basah, maka tambahkan aerasi. Penambahan aerasi dapat dilakukan dengan cara menamcapkan batang-batang bambu yang telah dilubangi. Apabila perlu dapat dilakukan pembalikan tumpukan kompos.

1. Masukan gambar pengomposan setiap minggunya beri keterangan

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

5.2. Saran
Semoga praktikum kedepanya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/02/makalah-pengolahan-kompos.html]

http://www.plantamor.com/index.php?plant=1918

Jumat, 11 November 2011

INFILTRASI

I. PENDAHULUAN
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air kepermukaan tanah. Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran disungai. Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampur-adukkan untuk kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation) yaitu gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh, yang terletak diantara permukaan tanah sampai kepermukaan air tanah (zona jenuh). Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi (infiltration Capaciti) dan laju infiltrasi (Infiltration rate). Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu.

Proses Terjadinya Infiltrasi adalah proses dimana ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air hujan kedalam tanah ini disebabkan oleh tarikan gaya grafitasi dan kapiler tanah. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya grafitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya grafitasi , air hujan mengalir tegak lurus kedalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, kebawah, dan kearah horizontal. Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar , gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya, dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya grafitasi. Dalam perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran kearah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit.

Proses infiltrasi yang demikian, melibatkan tiga proses yang tidak saling tergantung :
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah
2. tertampungnya air hujan rtersebut di dalam tanah
3. proses mengalirnya air tersebut ketempat lain (bawah, samping, dan atas).

Infiltrasi (peresapan) merupakan perjalanan air melalui permukaan tanah dan menembus masuk kedalamnya. Tanah dapat ditembusi air karena adanya celah yang tak kapilar melalui yang mana aliran air grafitas mengalir kebawah menuju air tanah, dengan mengikuti suatu jalan berhambatan paling lemah. Gaya-gaya kapilar mengalihkan air grafitas secara terus menerus kedalam rongga-rongga pori kapilar, sehingga jumlah air grafitas yang melalui horizon-horizon yang lebih rendah secara berangsur-angsur berkurang. Hal ini menyebabkan bertambahnya tahanan pada aliran grafitas di lapisan permukaan dan berkurangnya laju infiltrasi pada saat hujan meningkat. Air hujan yang jatuh ketanah akan masuk kedalam tanah dengan adanya gaya grafitasi, viskositas dan gaya kapilar dan disebut juga sebagai proses infiltrasi. Laju infiltrasi aktrual tergantung dari karakteristik tanah dan jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah untuk membuat tanah lembab.

Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Waktu dari saat hujan atau irigasi
2. Tekstur dan stuktur tanah
3. Persediaan air awal (kelembaban awal) atau jumlah air yang tersedia di permukaan tanah.
4. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air diatas permukaan tanah
5. Penghantar hidrolik
6. Kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman seresah
7. Tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya.

Kedalaman air yang masuk ketanah tergantung dari beberapa faktor, yaitu : jumlah air hujan, porositas tanah, jumlah tumbuh-tumbuhan serta lapisan yang tidak dapat ditembusi oleh air. Air yang tertahan oleh lapisan kedap air (misalnya batu) membentuk air tanah. Pengaruh tumbuh-tumbuhan terhadap daya serap sukar ditentukan, karena tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi intersepsi. Meskipun demikian, tumbuh-tumbuhan penutup menungkatkan infiltrasi jika dibandingkan dengan tanah terbuka, sebab :

• Tumbuhan penutup menghambat aliran permukaan, sehingga memberikan waktu tambahan pada air untuk memasuki tanah
• sistem akarnya membuat tanah lebih mudah dimasuki
• daun-daunnya melindungi tanah dari tumbukan oleh tetes air hujan yang jatuh dan mengurangi muatan air hujan dipermukaan tanah.

Sifat-sifat yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah yang sebagian ditentukan oleh tekstur dan kandungan air. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran pori dan kemantapan pori.

Menurut Soemarto (1995), laju infiltrasi dapat diukur dengan cara berikut ini :

1. Dengan menggunakan Testplot

Pengukuran daya infiltrasi dengan menggunakan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya daya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air, seperti pada gambar dibawah ini, laju infiltrasi nya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaan airnya konstan.

2. Dengan menggunakan Lysimeter

Lysimeter berupa tangki beton yang ditanam di dalam tanah, yang di isi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainase dan pemberian air.

3. Test Penyiraman (Sprinkling Test)

Di atas sebidang tanah dengan luas beberapa puluh meter persegi, diberikan hujan tiruan dengan intensitas yang diketahui dan konstan fp permukaan tanahnya dibuat agak miring, sehingga limpasansebesar i fp  permukaan sebesar i.

4. Dari hubungan curah hujan dengan limpasan dalam daerah pengaliran kecil
Pada kenyataannya adalah lebih sulit untuk mendapatkan penurunan kehilangan hanya dari daya infiltrasi saja, dibandingkan dengan mendapatkan gabungan dari seua kehilangan.


II. METODOLOGI


2.1. WAKTU DAN TEMPAT

Pengamatan tentang infiltrasi ini dilaksanakan pada hari Sabtu,tanggal 14 Mei 2011, pukul 15.00 WIB.Dan bertempat di Kebun percobaan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

2.2. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat – alat yang diperlukan dalam praktikum tentang infiltrasi ini yaitu ring sampel berbentuk lingkaran yang berukuran kecil dan berukuran besar masing – masing satu buah, ember, penggaris, dan stopwatch (jam handphone). Sedangkan bahan yang digunakan adalah air bersih, tanah gambut, dan tanah berpasir.

2.3. PROSEDUR KERJA

Adapun langkah – langkah yang perlu dilakukan dalam praktikum tentang infiltrasi ini yaitu sebagai berikut :

 Menancapakan terlebih dahulu ring sampel yang berukuran paling besar, kemudian menancapkan ring sampel yang berukuran lebih kecil tepat dibagian tengah ring sampel besar.
 Selanjutnya mengisi ring sampel yang telah ditancapkan tersebut diisi dengan air sampai penuh. Ring sampel yang kecil yang terlebih dahulu diisi air, kemudian mengisi terus air sampai kedua ring sampel tersebut terisi penuh.
 Ukur ketinggian kedua ring sampel tersebut dan ukur pula ketinggian permukaan airnya dengan menggunakan penggaris.
 Kemudian mencatat dan menghitung waktu yang diperlukan oleh air untuk turun setiap 1 cm.
 Ring sampel dipasang pada tanah gambut dan tanah berpasir.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan Kecepatan Infiltrasi ditanah Gambut
Waktu (menit) Tinggi Air (cm)
0 16,5
2,40 16,0
6,37 15,0
11,41 14,0
17,03 13,0
21,55 12,0
29,01 11,0
34,45 10,0
40,30 9,0
47,37 8,0
54,26 7,0
62,21 6,0
71,33 5,0
79,01 4,0
88,50 3,0
97,10 2,0
106,09 1,0
112,17 0




Hasil Pengamatan Kecepatan Infiltrasi ditanah Berpasir
Waktu (menit) Tinggi Air (cm)
0 16,0
1,03 15,0
1,59 14,0
3,08 13,0
4,29 12,0
6,52 11,0
9,35 10,0
12,39 9,0
15,44 8,0
19,07 7,0
22,25 6,0
26,22 5,0
29,48 4,0
34,20 3,0
37,07 2,0
38,37 1,0

3.2. Pembahasan

Dari hasil pengamatan ditanah gambut dapat diketahui bahwa kecepatan infiltrasi pada tanah gambut lebih kecil apabila dibandingkan dengan kecepatan infiltasi ditanah berpasir. Pada tanah gambut waktu yang diperlukan air untuk melakukan infiltrasi dengan ketinggian 1 cm adalah rata – rata selama 6,08 menit. Sedangkan pada tanah berpasir waktu yang diperlukan air untuk melakukan infiltrasi dengan ketinggian 1 cm adalah rata – rata selama 2,33 menit.
Adapun hal – hal yang mempengaruhi tingkat kecepatan infiltrasinya tersebut adalah profil tanah dan pori - pori tanah. Padah tanah gambut profil tanahnya lebih halus dan partikel tanahnya lebih kecil serta pori – pori tanahnya berukuran lebih kecil sehingga air sulit mengalami infiltrasi dan banyak terjadi aliran permukaan saja (run-off). Sedangkan pada tanah gambut tingkat kecepatan infiltrasi air masuk kedalam tanah lebih besar, hal ini disebabkan karena profil tanah berpasir lebih kasar dan partikel tanahnya berukuran lebih besar serta pori – pori tanahnya berukuran lebih besar pula, sehingga air dengan mudah meresap kedalam tanah (mengalami infiltrasi).


IV. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa profil tanah gambut lebih halus dari pada tanah berpasir, partikel tanah gambut lebih kecil jika dibandingkan dengan tanah berpasir, ukuran pori – pori tanah gambut lebih kecil sedangkan pori – pori tanah berpasir lebih besar, serta kecepatan infiltrasi lebih besar ditanah berpasir yaitu sebesar 2,33 menit/cm sedangkan pada tanah gambut kecepatan infiltrasinya lebih kecil yaitu 6,08 menit/cm. Hal ini dapat dilihat dari lamanya atau cepatnya waktu yang diperlukan air untuk meresap kedalam tanah (melakukan infiltrasi).

DAFTAR PUSTAKA :

C. Asdak.1995. Pengelolaan Air Irigasi. Rajawali. Bandung
Foth, M. 1994. Agrohidrology. Kanisius. Yogyakarta
Hardjowigeno. 1987. Pengelolaan Air. Kanisius. Yogyakarta
Hakim, dkk,. 1986. Agrohidrologi. Pradnya Paramita. Jakarta
Syarief ,M. 1986. Hidrologi Untuk Pengairan. Rajawali. Bandung

PENGUKURAN TINGGI AIR TANAH

I. PENDAHULUAN
Air sangat dibutuhkan oleh tanaman karena merupakan komponen utama dalam sel-sel penyusun jaringan tanaman. Kehidupan tiap sel tergantung pada sifat cairan di sekelilingnya yaitu cairan extra sel (ces), dimana air adalah komponen utama pengisi sel. Dalam larutan sel terdapat ion-ion dan molekul-molekul yang diperlukan dalam melaksanakan fungsinya dalam proses difusi, osmosis, transpor aktif dan dalam reaksi biokimia seperti fotosintesis, transpirasi dan lain-lain.
Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut, bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap oleh akar tanaman.
Dalam Buckman and Brady (1982) disebutkan bahwa keberadaan air berdasarkan klasifikasi biologi air di dalam tanah ada tiga bentuk yaitu : air kelebihan, air tersedia dan air tidak tersedia. Pada umumnya kelebihan air yang terikat pada kapasitas lapangan tidak menguntungkan tanaman tingkat tinggi. Bila terlalu banyak air, keadaannya merugikan pertumbuhan dan menjadi lebih buruk ketika mencapai titik jenuh. Pengaruh buruk yang lain dari kelebihan air adalah terlindinya unsur hara bersama gerakan air tersebut ke bawah. Pada tanah yang bertekstur halus, hal ini mungkin hanya perpindahan unsur hara ke lapisan yang lebih bawah dan tidak terlalu dalam sehingga masih dapat diserap oleh akar tanaman.
Air merupakan pembatas pertumbuhan tanaman karena jika jumlahnya terlalu banyak menimbulkan genangan dan menyebabkan cekaman aerasi sedangkan jika jumlahnya sedikit sering menimbulkan cekaman kekeringan. Oleh sebab itu kebijakan pengelolaan air harus dilakukan agar tak terjadi water logging dan pemanfaatan air dapat seefisien mungkin sesuai kebutuhan.
Sebagai bagian integral pembangunan pertanian secara utuh, kegiatan pengelolaan lahan dan air diarahkan untuk mendukung terwujudnya Departemen yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang bersih dalam mencapai pembangunan pertanian berkelanjutan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air. maka kegiatan pengelolaan lahan dan air diarahkan untuk mendukung subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan dalam mencapai sasaran produksi komoditas unggulan nasional. Prioritas Kegiatan Pengelolaan Lahan dan Air adalah tersedianya lahan dan air secara berkelanjutan untuk mendukung pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.

II. METODOLOGI

2.1 WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum tentang pengelolaan air terhadap pertumbuhan tanaman jagung ini dilakukan pada tanggal 9 April 2011 samapai dengan 7 Mei 2011. Yang bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

2.2 ALAT DAN BAHAN

Adapun alat – alat yang dgunakan dalam praktikum ini adalah Penggaris, timbangan analitik, ember, spidol, alat tulis, dan pot dari gelas aqua. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu tanah liat, tanah berpasir, tanah gambut, dan air.

2.3 CARA KERJA

Adapun langkah – langkah kerja yang dilakukan dalam praktkum ini adalah sebagai berikut :

 Mengambil masing-masing sampel tanah sebanyak 2 gelas aqua
 Kemudian masing-masing sampel tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik
 Masing-masing sampel tanah dalam gelas aqua tersebut diambil dan ditimbang serta dimasukkan kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 1050C
 Memberi label menggunakan spidol pada masing-masing gelas sampel dengan perlakuan disiram dan ditanami biji (SB), tidak disiram dan ditanami biji (TSB), disiram (S), dan tidak disiram (TS)
 Kemudian menanam biji tanaman jagung pada gelas sampel dengan perlakuan disiram dan ditanami biji (SB) serta tidak disiram ditanami biji (TSB)
 Kemudian mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman jagung pada gelas sampel tersebut setiap 1 minggu sekali
 Setelah pengamatan selesai tanah yang ada didalam masing-masing gelas sampel tersebut kembali dimasukkan kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 1050C
 Menyiram tanaman yang ada didalam gelas sampel sesuai dengan perlakuannya setiap dua hari.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL PENGAMATAN

3.1.1 HASIL PENGAMATAN BERAT TANAH SEBELUM DIOVEN DAN SESUDAH DIOVEN
DATA BERAT TANAH BASAH DAN CAWAN AWAL SEBELUM DIOVEN
TANGGAL 10 APRIL 2011
NAMA KELOMPOK JENIS PERLAKUAN BERAT TANAH DAN CAWAN (gram) BERAT CAWAN (gram) BERAT TANAH (gram) JENIS TANAH
I S 17,92 11,34 6.58 Tanah gambut

TS 19,96 11,12 8.84
II S 21,17 11,4 9.77
TS 18,99 11,89 7.1
III S 20,65 11,32 9.33
TS 19,77 12,46 7.31
IV S 9,90 5,25 4.65 Tanah berpasir
TS 9,54 5,89 3.65
V S 11,81 5,41 6.4
TS 10,27 5,02 5.25
VI S 12,15 5,66 6.49
TS 9,96 5,28 4.68
VII S 21,18 10,24 10.94 Tanah liat
TS 18,99 10,65 8.34
VIII S 23,71 11,01 12.7
TS 23,03 11,07 11.96
IX S 25,34 11,14 14.2
TS 18,24 11,86 6.38

Keterangan : S = pot disiram
TS = pot tidak siram



DATA BERAT CAWAN DAN TANAH SETELAH DI OVEN
(SUHU 105°C SELAMA 1 X 24 JAM)
TANGGAL 11 APRIL 2011
NAMA KELOMPOK JENIS PERLAKUAN BERAT TANAH DAN CAWAN (gram) BERAT CAWAN (gram) BERAT TANAH (gram) JENIS TANAH
I S 14,12 11,34 2.78 Tanah gambut

TS 16,08 11,12 4.96
II S 14,18 11,4 2.78
TS 14,41 11,89 2.52
III S 14,60 11,32 3.28
TS 15,56 12,46 3.1
IV S 9,22 5,25 3.97 Tanah berpasir
TS 9,37 5,89 3.48
V S 10,36 5,41 4.95
TS 10,16 5,02 5.14
VI S 10,01 5,66 4.35
TS 9,16 5,28 3.88
VII S 14,66 10,24 4.42 Tanah liat
TS 15,58 10,65 4.93
VIII S 18,21 11,01 7.2
TS 19,26 11,07 8.19
IX S 19,78 11,14 8.64
TS 16,13 11,86 4.27

Keterangan : S = pot disiram
TS = pot tidak siram





DATA BERAT CAWAN DAN TANAH AWAL SEBELUM DIOVEN
TANGGAL 07 MEI 2011
NAMA KELOMPOK JENIS PERLAKUAN BERAT TANAH DAN CAWAN (gram) BERAT CAWAN (gram) BERAT TANAH (gram) JENIS TANAH
I S 16.34 11,34 5 Tanah gambut

TS 16.12 11,12 5
II S 14.4 11,4 3
TS 17.39 11,89 5.5
III S 16.82 11,32 5.5
TS 17.96 12,46 5.5
IV S 8.52 5,25 3 Tanah berpasir
TS 8.89 5,89 3
V S 8.41 5,41 3
TS 8.02 5,02 3
VI S 8.66 5,66 3
TS 8.28 5,28 3
VII S 15.24 10,24 5 Tanah liat
TS 15.65 10,65 5
VIII S 16.01 11,01 5
TS 16.07 11,07 5
IX S 16.14 11,14 5
TS 16.86 11,86 5

Keterangan : S = pot disiram
TS = pot tidak siram






DATA BERAT CAWAN DAN TANAH SETELAH DI OVEN
(suhu 105°C selama 1 x 24 jam)
TANGGAL 08 MEI 2011
NAMA KELOMPOK JENIS PERLAKUAN BERAT TANAH DAN CAWAN (gram) BERAT CAWAN (gram) BERAT TANAH (gram) JENIS TANAH
I S 14,99 11,34 3.65 Tanah gambut

TS 15.89 11,12 4.77
II S 17.25 11,4 5.85
TS 16.83 11,89 4.94
III S 14,94 11,32 3.62
TS 16.89 12,46 4.43
IV S 8.07 5,25 2.82 Tanah berpasir
TS 8.92 5,89 3.03
V S 8.22 5,41 2.81
TS 9.02 5,02 4
VI S 8.43 5,66 2.77
TS 8.28 5,28 3
VII S 14.54 10,24 4.3 Tanah liat
TS 14.83 10,65 4.18
VIII S 14.89 11,01 3.88
TS 15.60 11,07 4.53
IX S 15.35 11,14 4.21
TS 16,77 11,86 4.91

Keterangan : S = pot disiram
TS = pot tidak siram





3.1.2 HASIL PENGAMATAN KADAR AIR TANAH DALAM POT
DATA AWAL BERAT TANAMAN DENGAN PERLAKUAN DISIRAM DAN DITANAMI BIJI JAGUNG (Tanggal 9 April 2011)
NO NAMA KELOMPOK PERLAKUAN JENIS TANAH BERAT TANAH AWAL (gram)
1 I Disiram dan ditanami biji Tanah Gambut 206
2 II Disiram dan ditanami biji 199
3 III Disiram dan ditanami biji 204
4 IV Disiram dan ditanami biji Tanah Berpasir 272
5 V Disiram dan ditanami biji 373
6 VI Disiram dan ditanami biji 271
7 VII Disiram dan ditanami biji Tanah Liat 259
8 VIII Disiram dan ditanami biji 254
9 IX Disiram dan ditanami biji 247




DATA HASIL PENGAMATAN KADAR AIR TANAH DALAM POT SETIAP DUA HARI
NO HARI, TANGGAL PENGAMATAN KELOMPOK JENIS PERLAKUAN BERAT TANAH DALAM POT (gram) JENIS TANAH

1 Minggu, 10 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 206 Tanah gambut
II 199
III 204
IV 272 Tanah berpasir
V 373
VI 271
VII 259 Tanah liat
VIII 254
IX 247
2 Selasa, 12 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 183 Tanah gambut
II 175
III 186
IV 261 Tanah berpasir
V 328
VI 253
VII 258 Tanah liat
VIII 241
IX 220
3 Kamis, 14 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 180 Tanah gambut
II 173
III 184
IV 262 Tanah berpasir
V 329
VI 250
VII 256 Tanah liat
VIII 240
IX 218
4 Sabtu, 16 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 171 Tanah gambut
II 165
III 176
IV 267 Tanah berpasir
V 319
VI 263
VII 234 Tanah liat
VIII 223
IX 223
5 Senin, 18 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 173 Tanah gambut
II 167
III 175
IV 266 Tanah berpasir
V 325
VI 262
VII 235 Tanah liat
VIII 240
IX 228
6 Rabu, 20 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 175 Tanah gambut
II 170
III 178
IV 263 Tanah berpasir
V 332
VI 265
VII 236 Tanah liat
VIII 242
IX 238
7 Jum’at, 22 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 165 Tanah gambut
II 147
III 159
IV 268 Tanah berpasir
V 327
VI 245
VII 216 Tanah liat
VIII 209
IX 214
8 Minggu, 24 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 188 Tanah gambut
II 178
III 191
IV 263 Tanah berpasir
V 333
VI 261
VII 240 Tanah liat
VIII 241
IX 235
9 Selasa, 26 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 186 Tanah gambut
II 181
III 190
IV 268 Tanah berpasir
V 342
VI 261
VII 242 Tanah liat
VIII 246
IX 221
10 Kamis, 28 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 185 Tanah gambut
II 176
III 188
IV 261 Tanah berpasir
V 336
VI 262
VII 238 Tanah liat
VIII 241
IX 228
11 Sabtu, 30 April 2011 I Disiram dan ditanami biji 183 Tanah gambut
II 174
III 184
IV 263 Tanah berpasir
V 325
VI 262
VII 238 Tanah liat
VIII 242
IX 230
12 Senin, 2 Mei 2011 I Disiram dan ditanami biji 184 Tanah gambut
II 172
III 189
IV 264 Tanah berpasir
V 327
VI 261
VII 254 Tanah liat
VIII 245
IX 232
13 Rabu, 4 Mei 2011 I Disiram dan ditanami biji 177 Tanah gambut
II 169
III 182
IV 260 Tanah berpasir
V 323
VI 252
VII 252 Tanah liat
VIII 243
IX 220
14 Jum’at, 6 Mei 2011 I Disiram dan ditanami biji 178 Tanah gambut
II 167
III 180
IV 258 Tanah berpasir
V 324
VI 249
VII 257 Tanah liat
VIII 241
IX 212
15 Minggu, 7 Mei 2011 I Disiram dan ditanami biji 177 Tanah gambut
II 169
III 180
IV 261 Tanah berpasir
V 327
VI 248
VII 252 Tanah liat
VIII 238
IX 210


DATA HASIL PENGAMATAN PERTUMBUHAN TANAMAN DALAM POT
( Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Tanaman ) setiap satu minggu
No Kelompok 11 April 2011 16 april 20111 23 Aprl 2011 30 April 2011 07 Mei 2011
Tinggi Tanaman Banyak Daun Tinggi Tanaman Banyak Daun Tinggi Tanaman Banyak Daun Tinggi Tanaman Banyak Daun Tinggi Tanaman Banyak daun
1 I 0 0 10 cm 2 24 cm 3 30 cm 4 31 cm 5
2 II 0 0 5 cm 2 10 cm 3 16 cm 4 20 cm 5
3 III 0 0 0 0 8.2 cm 2 24 cm 3 30.4 cm 4
4 IV 0 0 9 cm 3 13 cm 3 20 cm 3 24 cm 4
5 V 0 0 8 cm 2 16 cm 3 17.8 cm 3 18 cm 4
6 VI 0 0 2.5 cm 2 3.8 cm 2 5.7 cm 3 6.8 cm 4
7 VII Benih tidak tumbuh
8 VII Benih tidak tumbuh
9 X Benih tidak tumbuh


3.2 PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa jumlah kadar air yang hilang setelah dioven adalah sekitar 4 – 5 ml pada tanah gambut, dan pada tanah berpasir kehilangan atau penurunan kadar airnya setelah dioven adalah sekitar 1 – 2 ml, sedangkan pada tanah liat kehilangan atau penurunan kadar airnya setelah dioven adalah sekitar 5 – 6 ml. Sehingga tingkat kehilangan atau penurunan kadar air terbesar setelah dioven adalah pada tanah liat. Hal ini disebabkan karena partikel – partikel tanah liat mengikat banyak air.
Pada pengamatan pengelolaan air terhadap pertumbuhan tanaman pada usia 7 hari (1 minggu) tidak ada tanaman yang tumbuh atau berkecambah. Sedangkan pada masa tanam 14 hari (2 mingu) tanaman yang tumbuh adalah pada gelas sampel I dengan tinggi tanaman 10 cm dan jumlah daun dua helai, gelas sampel II dengan tinggi 5 cm dan daun sebanyak dua helai, gelas sampel IV dengan tinggi 9 cmdan daun sebanyak 3 helai, gelas sampel V dengan tinggi 8 cm dan daun sebanyak dua helai cm serta gelas sampel 6 dengan tinggi 2,5 cm dan daun sebanyak 2 helai.
Kemudian pada masa tanam 2 minggu (14 hari) tanaman yang tumbuh adalah pada gelas sampel I dengan tinggi 24 cm dan jumlah daun 3 helai, gelas sampel II dengan tinggi 10 cm dan jumlah daun 3 helai, gelas sampel III dengan tinggi 8,2 cm dan jumlah daun 2 helai, sampel IV dengan tinggi 13 cm dan daun sebanyak 3 helai, gelas sampel V, dengan tinggi 16 cm dan banyak daun 3 helai serta gelas sampael VI dengan tinggi 3,8 cm dan daun sebanyak 2 helai.
Kemudian pada masa tanam 3 minggu (21 hari) tanaman yang tumbuh adalah pada gelas sampel I dengan tinggi 30 cm dan jumlah daun 4 helai, gelas sampel II dengan tinggi 16 cm dan jumlah daun 4 helai, gelas sampel III dengan tinggi 24 cm dan jumlah daun 3 helai, sampel IV dengan tinggi 20 cm dan daun sebanyak 3 helai, gelas sampel V, dengan tinggi 17,8 cm dan banyak daun 3 helai serta gelas sampael VI dengan tinggi 5,7 cm dan daun sebanyak 3 helai.
Kemudian pada masa tanam 4 minggu (28 hari) tanaman yang tumbuh adalah pada gelas sampel I dengan tinggi 31 cm dan jumlah daun 5 helai, gelas sampel II dengan tinggi 20 cm dan jumlah daun 5 helai, gelas sampel III dengan tinggi 30,4 cm dan jumlah daun 4 helai, sampel IV dengan tinggi 24 cm dan daun sebanyak 4 helai, gelas sampel V, dengan tinggi 18 cm dan banyak daun 4 helai serta gelas sampael VI dengan tinggi 6,8 cm dan daun sebanyak 4 helai.
Hal ini disebabkan karena pada gelas sampel I, II, III, IV, V dan VI kadar air yang diperlukan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya tersedia dan dalam kondisi kelembaban yang efektif untuk menunjang proses pertumbuhan biji tanaman jagung tersebut. Sedangkan pada gelas sampel VII, VIII, dan IX tdak ada biji tanaman jagung yang tumbuh hal ini dikarenakan banyaknya genangan air yang sulit terevaporasi dari gelas sampel yang berisi tanah liat tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan biji tanaman jagung menjadi sulit untuk tumbuh karena kondisi yang tergenang tersebut menyebabkan sel – sel biji tanaman tidak dapat tumbuh sehingga lama – kelamaan biji tanaman tersebut menjadi mati.
Adapun besarnya tingkat kehilangan kadar air pada tanah gambut selama 48 jam (2 hari) adalah rata – rata sebesar 30 ml. Pada tanah berpasir besarnya tingkat kehilangan kadar airnya selama 2 hari adalah rata – rata sebesar 22 ml. Dan pada tanah liat besarnya kadar air yang hilang selama 2 hari adalah rata – rata sebesar 11 ml, hal inilah yang menyebabkan tanah liat yang berada pada gelas sampel VII, VIII, dan IX tidak dapat tumbuh. Selain itu tekstur tanah tanah liat yang sangat halus dan pori – porinya yang berukuran sangat kecil yang menyebabkan air sulit meresap masuk kedalam tanah liat tersebut.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah pada gelas sampel I, II, III yang berisi tanah gambut serta gelas sampel IV, V, dan VI yang berisi tanah berpasir. Sedangkan pada gelas sampel VII, VIII, dan IX yang berisi tanah liat tanaman tidak dapat tumbuh.

Kehilangan kadar air yang terbesar adalah pada tanah gambut yatu sebesar 30 ml/2 hari, dan pada tanah berpasir kehilangan kadar airnya lebih kecil jika dibandingkan dengan tanah gambut yaitu sebesar 22 ml/2 hari. Sedangkan pada tanah liat kadar airnya yang hilang sangat sedikit yaitu rata – rata sebesar 11 ml/2 hari.

DAFTAR PUSTAKA

C. Asdak.1995. Pengelolaan Air Irigasi. Rajawali. Bandung

Foth, M. 1994. Agrohidrology. Kanisius. Yogyakarta

Hardjowigeno. 1987. Pengelolaan Air. Kanisius. Yogyakarta

Hakim, dkk,. 1986. Agrohidrologi. Pradnya Paramita. Jakarta

Syarief ,M. 1986. Hidrologi Untuk Pengairan. Rajawali. Bandung.

http://www.membuatblog.web.id/2010/02/hidrologi-tanah.html

http://www.lablink.or.id/Hidro/air-permukaan.htm

http://acehpedia.org/Air_Tanah

http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air

http://syadiashare.com/jenis-jenis-air.

PENYILANGAN TANAMAN TERUNG (Solanum melongenae) DAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkawinan antar spesies merupakan salah satu cara yang digunakan dalam meningkatkan keragaman genetik bahan pemuliaan. Keragaman tersebut nantinya akan diseleksi untuk mendapatkan varietas yang memiliki sifat unggul. Varietas bersifat unggul tersebut yang nantinya dapat dilepas sebagai varietas unggul.
Perkawinan silang antar spesies dan dalam spesies memiliki beberapa perbedaan dalam tingkat keragaman genetik nantinya. Jenis perkawinan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sehingga dalam proses perkawinan dalam tanaman atau sering disebut dengan penyerbukan diperlukan pengetahuan khusus mengenai meorfologi dan sifat-sifat pada bunga.
Pembungaan merupakan pertanda bahwa suatu tanaman sedang berada dalam kondisi generatif. Dalam botani bunga merupakan salah satu cara pengelompokan tanaman dalam taxonomi. Tanaman yang sedang berbunga memiliki aktivitas metabolisme yang berbeda dengan tanaman yang berada dalam fase vegetatifnya. Fase generatif tanaman tersebut lebih memfokuskan penggunaan karbohidrat dan senyawa-senyawa lain bagi pembentukan biji.Kemampuan setiap jenis tanaman untuk melakukan pembungaan berbeda baik dalam waktu pembungaan maupun waktu masaknya benang sari dan kepala putik.
Proses penyerbukan ditandai dengan menempelnya serbuk sari ke kepala putik. Setiap jenis tanaman memiliki cara-cara tersendiri dalam proses tersebut secara alami. Penyerbukan tanaman oleh manusia baik untuk memperoleh varietas baru maupun untuk mendapatkan produk dari tanaman tersebut harus memperhatikan proses penyerbukan tanaman secara alami itu sendiri.
Tanaman yang menyerbuk silang (cross pollinated plants) adalah jenis tanaman yang dalam meneruskan generasi keturunannya hanya dapat terjadi apabila diserbuki oleh tepung sari dari pohon sejenis lainnya. Perilaku penyerbukan jenis tanaman seperti ini dapat disebabkan oleh faktor yakni factor morfologi, dan factor fisiologi. Kedua factor ini masing-masing meliputi monoecy, dioecy, dan alat-alat pembungaan untuk factor morfologi, sedangkan pada factor fisiologi mencakup self incompatibility, dan male sterility. Monoecy mempunyaii ciri dengan bunga jantan dan betina berada dalam pohon yang sama (jagung), sedangkan dioecy, antara bunga jantan dan betina berada pada pohon yang berbeda (asparagus, bayam, pepaya), dan kondisi alat-alat pembungaan (floral devices), sering terjadi ketidakserasian ukuran dan letak antara kepala putik dan kantong sari. Pada ketidakserasian silang diri (self incompatibility) karena halangan fisiologis (kembang sepatu, umumnya tanaman ubi jalar), dan sterilitas jantan (male sterility) karena tidak menghasilkan butir tepung sari yang fertile.
Tanaman menyerbuk silang adalah heterozigot dan heterogen. Antara satu individu dengan individu lainnya sangat berbeda nyata secara genetis meskipun secara fenotip relative seragam. Keragaman genetk individu dalam populasi sangat besar. Seleksi harus ditujukan hanya pada salah satu sifat ekonomis terpenting, kemudian sifat yang lainnya untuk menghindari turunnya respon seleksi. Keseimbangan tersebut harus dipahami seperti silang dalam (F), besar efektif populasi, peran gen, dan seleksi memihak heterozigot.
Ada empat metode dasar dimana varitas baru tanaman menyerbuk silang dapat diperoleh yaitu melalui introduksi, seleksi, hibridisasi dan varitas sintetis. Dalam metode seleksi sangat jarang digunakan individu tanaman untuk merakit varitas baru karena adanya segregasi dan silang luar sehingga sangat susah untuk mempertahankan sifat-sifat tetua terhadap keturunannya. Selan itu keragaman genetik individu harus dipertahankan untuk mencegah akibat buruk dari perubahan lingkungan.
Hibridisasi pada dasarnya ada dua prosedur yang dapat dilakukan pada tanaman menyerbuk silang, yaitu hibridisasi antar varitas, dan hibridisasi antara galur murni. Hibridisasi antar varitas adalah persilangan dua tanaman atau lebih sebagai tetua dari populasi heterozigot pada banyak losai (loci). Sedangkan hibridisasi galur murni dengan konstitusi genetic yang homozigot sempurna hanya dapat dicapai melalui teknik andro- dan parthenogenesis pada kultur in vitro, sedangkan homozigot yang hampir sempurna dapat dipeeroleh melalui silang sendiri. Sedangkan secara varitas sintetik adalah dengan cara generasi lebih lanjut tanaman menyerbuk terbuka dari percampuran benih sekelompok galur, varitas, klon, atau hibrida diantara benih kelompok tanaman diatas. Metode varitas sintetis memungkinkan untuk eksploitasi heterosis dengan kemampuan menghasilkan benih dalam jumlah terbatas generasi penyerbukan terbuka.
1.2. Tujuan Praktukum
Agar mahasiswa mengetahui cara - cara menyilangkan tanaman dan mampu menyilangkan tanaman jagung dan tanaman terung. Dapat mengetahui morfologi bunga dari berbagai spesies tanaman, mempelajari proses penyerbukan dari berbagai spesies bunga dan cara pernyerbukan silang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Terong

Terung (Solanum melongena, di Pulau Jawa lebih dikenal sebagai terong) adalah tumbuhan penghasil buah yang dijadikan sayur-sayuran. Asalnya adalah India dan Sri Lanka. Terung berkerabat dekat dengan kentang dan leunca, dan agak jauh dari tomat.
Terung ialah terna yang sering ditanam secara tahunan. Tanaman ini tumbuh hingga 40-150 cm (16-57 inci) tingginya. Daunnya besar, dengan lobus yang kasar. Ukurannya 10-20 cm (4-8 inci) panjangnya dan 5-10 cm (2-4 inci) lebarnya. Jenis-jenis setengah liar lebih besar dan tumbuh hingga setinggi 225 cm (7 kaki), dengan daun yang melebihi 30 cm (12 inci) dan 15 cm (6 inci) panjangnya. Batangnya biasanya berduri. Warna bunganya antara putih hingga ungu, dengan mahkota yang memiliki lima lobus. Benang sarinya berwarna kuning. Buah tepung berisi, dengan diameter yang kurang dari 3 cm untuk yang liar, dan lebih besar lagi untuk jenis yang ditanam.
Terung ialah tumbuhan pangan yang ditanam untuk buahnya. Asal-usul budidayanya berada di bagian selatan dan timur Asia sejak zaman prasejarah, tetapi baru dikenal di dunia Barat tidak lebih awal dari sekitar tahun 1500. Buahnya mempunyai berbagai warna, terutama ungu, hijau, dan putih. Catatan tertulis yang pertama tentang terung dijumpai dalam Qí mín yào shù, sebuah karya pertanian Tiongkok kuno yang ditulis pada tahun 544. Banyaknya nama bahasa Arab dan Afrika Utara untuk terong serta kurangnya nama Yunani dan Romawi menunjukkan bahwa pohon ini dibawa masuk ke dunia Barat melewati kawasan Laut Tengah oleh bangsa Arab pada awal Abad Pertengahan. Nama ilmiahnya, Solanum melongena, berasal dari istilah Arab abad ke-16 untuk sejenis tanaman terung.
Karena terung merupakan anggota Solanaceae, buah terung pernah dianggap beracun, sebagaimana buah beberapa varietas leunca dan kentang. Sementara buah terung dapat dimakan tanpa dampak buruk apa pun bagi kebanyakan orang, sebagian orang yang lain, memakan buah terung (serupa dengan memakan buah terkait seperti tomat, kentang, dan merica hijau atau lada) bisa berpengaruh pada kesehatan. Sebagian buah terung agak pahit dan mengiritasi perut serta mengakibatkan gastritis. Karena itulah, sebagian sumber, khususnya dari kalangan kesehatan alami, mengatakan bahwa terung dan genus terkait dapat mengakibatkan atau memperburuk artritis dengan kentara dan justru itu, harus dijauhi oleh mereka yang peka terhadapnya.
2.2. Tnaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma).
Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pemuliaan tanaman ini dilaksanakan dilapangan pada kebun milik petani yang terletak di jalan Cjilik Riwut Km 4,5 (sebelah kolam renang) di laksanakan pada hari Jumaat pukul 08.00 WIB – selesai.

3.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini tidaklah terlalu menggunakan bahan maupun alat yang banyak, karena sekedar melakukan penyerbukan buatan pada tanaman jagung dan terong saja. Yang dibutuhkan pada kebun tersebut yaitu kita memilih bunga betina pada areal tanaman yang baik untuk melakukan penyerbukan. Sedangkan alat yang digunakan yaitu : gunting, pinset.

3.3.Cara Kerja
a. Teknik Penyerbukan Pada Tanaman Jagung

Adapun cara yang dilakukan untuk penyerbukan buatan pada jagung yaitu :
1. Mencari bunga betina yang tepat untuk melakukan persilangan ( bunga betina yang belum di serbuki )
2. Setelah didapat bunga betina yang tepat, memotong ramput jagung tersebut dengan gunting.
3. Menyungkupnya dengan menggunakan kertas minyak atau sejenisnya yang tahan akan air hujan, membiarkannya kurang lebih selama 3 hari.
4. Setelak dibiarkan selama 3 hari, dibukapenutupnya, pada rambut jagung akan kelur berbentuk kuas cat ( lurus ).
5. Menyungkup tepung sari ( mencari bunga jantan pada tanamna yang sama dengan varietas yang berbeda), kemudian tepung sarinya dipotong dan di goncangkan didalam kertas minyak tersebut lalu menyungkup kembali bunga betinanya.
6. Di ikat dengan kencang, amplop/ ketas minyak yang digunakan untuk menyungkup jagung tersebut dapat di buka dalam jangka waktu kurang lebih selam 1 minggu. Akan di dapat hasil penyilangannya. Jika mengingginkan hasil persilangan yang baik, sebaiknya dilakukan penyilangan pada terik matahari.

b. Teknik Penyerbukan pada Tanaman Terong.

Adapun teknik penyerbukan buatan pada tanaman terong yaitu :

1. Memilih bunga yang di jadikan betina, memilih bunga betina tersebut haruslah bunga betina yang tepat serta baik untuk dilakukan persilangan.
2. Melakukan kastrasi yaitu dengan cara membuka kelopak bunga, memotong bunga jantan ( bunga yang berwarna putih ) dengan menggunakan pinset yang lembut.
3. Mengambil bunga jantan yang sudah mekar tetapi belum pecah ( mencari bunga jantan pada tanaman yang sama tapi varietas yang berbeda ).
4. Mengambilnya dapat digunakan dengan pinset, kemudian di sentuhkan pada kepala putik, tutup dengan kertas minyak , kemudian direkatkan dengan isolasi.
5. Persilangan dapat dikatakan berhasil apabila pada embrio saknya mengalami pembengkakkan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Penyilangan tanaman terung (Solanum melongenae)
gambar
Penyilangan tanaman Jagung (Zea mays)
gambar
4.2 Pembahasan
Saat yang paling baik untuk melakukan persilangan buatan atau hibridisasi adalah saat bunga telah setengah mekar sampai tiga perempat bagian bunganya (bunga yang masih kuncup) dan kepala putiknya berwarna putih. Pada saat itu, bunga jantan (benang sari) pada kotak sari tersebut belum masak atau pecah. Hal ini juga dipengarui oleh morfologi dari masing-masing bungan yang akan disilangkan. Keberhasilan persilangan ini karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu; suhu dan cahaya. Pada suhu udara yang dingin, suaca gelap atau musim hujan, saat berbungan akan terhambat,hal ini disebabkan serbuk sari tidak dapat menempel pada kepala putik secara keseluruhan.
Suhu yang panas, cuaca cerah, dan musim kemarau dapat mempercepat proses pembungaan. Hal ini yang menyebabkan atau alasan mengapa hibridisasi dilakukan pada siang hari. Suhu dan cahaya ketika siang hari terletak pada puncaknya. Cahaya matahari tepat berada di atas atau kedudukannya hampir vertikal sebesar 180o sehingga suhu permukaan bumi juga akan naik. Dengan demikian akan mempengaruhi keberhasilan dari penyilangan bunga yang akan disilangkan. Jika hibridisasi dilakukan pada pagi hari atau siang hari kemungkinan bunga yang disilangkan belum mengalami masak penuh, sehingga proses persilangan tidak akan berhasil. Peningkatan suhu dan kelembapan akan membuat percepatan pemasakan tepung sari. Hal tersebut yang menyebabkan perbedaan perlakuan kastrasi dan penyilangan tanaman.
4.2.1. Tanaman Jagung
Pada saat praktikum yang telah dilaksanakan, perlakuan dilakukan pada bunga tanaman yang berasal dari jenis tanaman monokotil dan dikotil seperti jagung dan terung. Pada bunga tanaman jagung, bunga ini menyerbuk secara silang karena posisi panjang benang sari yang berjauhan dengan putiknya. Oleh karena itu penyerbukan kemungkinan terjadi pada bunga tetangga karena angin. Bunga tersebut memiliki tempat benang sari dan putik yang berbeda. Warna biji berwarna putih kuning. tongkol yang terdapat di ketiak daun pokok matang mengandungi biji benih jagung.

Biji atau kernel mengandung tiga bagian yaitu perikarpa, endosperma dan embrio. Pembungaannya umumnya dibantu oleh angin. Dalam segi biologi bunga tanaman jagung memiliki karakteristik yang khas, tanaman jagung memiliki struktur bunga yang berbeda, bunga jantan umumnya masak terlebih dahulu dengan beberapa kumpulan kantong-kantong benang sari yang menutupinya. Benang sari tersebut memiliki tiga kantong yang dapat menyimpan benang sari. Bunga pada tumbuhan biasanya digunakan untuk alat perkembangbiakkan pada tumbuhan, demikian juga dengan jagung , jagung memiliki dua jenis bunga (jantan dan betina) yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious).
Bunga betinanya merupakan bunga majemuk tidak terbatas (inflorescentia racemosa) dan bunganya melekat langsung pada ibu tangkainya.Bentuknya berupa tongkol (spadix),seperti bulir,tetapi ibu tangkainya besar,tebal dan sering kali berdaging.Biasanya tongkolnya terbungkus oleh semacam pelepah dengan rambut.Tongkol tumbuh dari buku,diantara batang dan pelepah daun.Rambut ini sebenarnya adalah putik bunga jagung yang memanjang menyerupai rambut. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolific.
Bunga jantannya juga merupakan bunga majemuk tidak berbatas (inflorescentia racemosa) dan bunganya tidak melekat langsung pada ibu tangakainya. Bentuk bunganya berupa bulir majemuk dan berbentuk seperti karangan bunga (inflorescence).Serbuk sari berwarna kuning dan berbau khas. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini dari pada bunga betinanya (protandri). Tanaman jagung memilikki cara penyerbukkan anemofili, penyerbukkan dengan perantara angin. Hal ini sesuai dengan bentuk bunga dari jagung itu sendiri.
4.2.2. Tanaman Terung
Terung adalah tanaman menyerbuk sendiri sehingga keragaman genetiknya tidak beragam karena bunganya memiliki morfologi yang menyebabkan hanya bunga jantan itu yang dapat meyerbuki betina, putik terung tertutupi oleh kelopak bunga. Penyerbukan silang dapat dilakukan dengan cara peyerbukan silang buatan (hibridisasi).
Teknik menyerbuk silang pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman menyerbuk silang. Memilih 2 varitas tanaman yang ingin disilangkan, pemilihan bunga yang telah matang dan menentukan bunga sebagai bunga jantan dan betina, melakukan kastrasi pada salah satu bunga yang telah ditentukan sebagai tetua betina dengan pinset atau alat penghisap sampai benang sari tidak terdapat pada bunga itu supaya tidak terjadi penyerbukan sendiri, bunga jantan yaitu serbuk sari dioleskan ke kepala putik supaya terjadi penyerbukan. Kemudian bunga ditutup dengan bungkus anti air.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setiap individu memiliki variasi dalam sifat-sifatkecepatan pertumbuhanpembungaan dan kemampuan reproduksiresistensi kualitas dan bentuk batang, dllDalam perkawinan silang antara induk jantan dan induk betina, akan terjadi penggabungan sifat antara keduanya.Penelitian reproduksi biologi tanaman hutan saat ini telah mencapai tingkatan di mana penyerbukan terkendali dan seleksi sifat-sifat unggul dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas spesies.Perkembangan teknik persilangan yang efektif, karena itu sangat ditentukan oleh pengetahuan mengenai sistem breeding dari spesies dimaksud.
Penyerbukan silang buatan dimaksudkan untuk menggabungkan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh induk jantan dan induk betina, dengan harapan akan diperoleh keturunan yang memiliki gabungan dari sifat-sifat baik tersebut.Alasan lain dilakukannya penyerbukan silang buatan : Tanaman berkelamin satu (unisexualis) atau berumah dua (dioecious)Tanaman bersifat dikogami atau herkogamiSerbuk sari sterilSelfing terus menerus akan mengakibatkan degenerasiAdanya mekanisme self incompatible.

5.2 Saran
Semoga praktikum penyilangan tanaman terung (solanum melongenae) dan tanaman jagung (zea mays) dapat bermanfaat serta menambah wawasan dan praktikum kedepanya dapat lebih baik lagi.

SERTIFIKASI PRODUK ORAGANIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini pangan organik tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk segar saja, namun telah banyak pula diperdagangkan dalam bentuk olahan sehingga memberikan konsumen banyak pilihan bagi produk organik yang dikonsumsinya. Kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil merupakan salah satu tahapan produksi yang penting dalam pertanian organik. Dua kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan pangan organik yang berkualitas yang tetap terjaga status organiknya.
Pangan organik adalah pangan yang dihasilkan dari sistem pertanian organik, dari budidaya, pasca panen hingga pengolahan hasil. Pangan dapat dinyatakan organik apabila sistem produksi tersebut dijalankan dengan benar dan mengikuti kaidah-kaidah pangan organik. Untuk menghasilkan pangan organik, perlu dilakukan budidaya, pasca panen, pengolahan, pelabelan hingga pemasaran yang memenuhi prinsip-prinsip pangan organik yang sesuai dengan SNI 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik.
Keorganikan produk organik ditentukan oleh proses produksinya, dari lahan hingga produk akhir. Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase penanganan pasca panen dan pengolahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menghindari kontaminasi, meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu pengolahan yang diizinkan. Ada dua hal yang berpotensi mempengaruhi keorganikan produk olahan organik. Pertama, mengenai kandungan bahan organik yang digunakan. Kedua, potensi kontaminasi akibat pencampuran dengan produk non organik dan bahan-bahan yang dilarang saat proses pengolahannya.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas yang di berikan pada mata kuliah Pertanian Organik dan agar mahsiswa dapat mengetahui sertifikasi produk organik baik dari produk dan prosedur serta cara pembuatanya.

BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
Tentang sertifikasi yang relevan terhadap produk biofarmaka dan aromatik, sebenarnya tidak terbatas hanya untuk organik saja, setidaknya- untuk saat ini- terdapat empat macam sertifikasi yang menunjukkan standar dasar sebuah produk dapat memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan oleh pasar. Adapun sertifikasi dasar yang sebaiknya dipenuhi oleh produsen untuk memasuki pasar – dan bersaing tentunya- adalah sebagai berikut :
1. Sertifikasi Manajemen Kehutanan atau Forest Management Stewardship Council ( FSC ) . Salah satu publikasi yang menarik seputar sertifikasi ini adalah “ Tapping The Green Market” oleh P. Stanley et al ( 2002). Tujuan dari publikasi ini adalah untuk menjelaskan proses sertifikasi dari produk hasil hutan non kayu. Hal tersebut termasuk kriteria detail dari proses sertifikasi berdasarkan prinsip Forest Stewardship Council.
2. Sertifikasi Sosial, atau yang lebih dikenal dengan Perdagangan Berkeadilan ( Fair Trade ). Kebutuhan untuk produk yang memenuhi syarat perdagangan berkeadilan sangat tinggi di Uni Eropa. Badan sertifikasi terkenalnya adalah FLO- Fairtrade Labelling International . Mereka menghasilkan standar perdagangan berkeadilan untuk jangkauan variasi produk yang sangat luas termasuk untuk produk biofarmaka dan tanaman aromatik.
3. Sertifikasi Organik, lembaganya adalah International Federation of Organic Agriculture Certification ( IFOAM). Kebutuhan untuk sertifikasi organik bagi bahan mentah dan olahan biofarmaka serta tanaman aromatik semakin meningkat di Uni Eropa. Pada bentuk lain, sertifikasi organik juga berfungsi untuk menjamin kualitas.
4. Sertifikasi Kualitas Produk semacam GMP ( Good Manuacturing Practices) dan GACP ( Good Agricultural And Collection). Untuk hal ini silakan langsung mengunjungi situs WHO. Saat ini, total nilai pasar untuk produk organik sekitar 530 euro dan 630 euro pada harga ( Free On Board ), dimana 19 % diperuntukkan bagi suplemen makanan dan 14 % untuk pengobatan. Uni Eropa angkanya sekitar 43 %. Dari total pasar organik, 22% adalah bagian dari biofarmaka dan tanaman aromatik.

BAB III
PEMBAHASAN
Pada umumnya konsumen yang lebih suka membeli produk organik di dasarkan pada dua alasan utama yaitu asal produk dan kualitas produk. Produk berasal dari budidaya yang secara ekologi, social dan ekonomi berkelanjutan, dan kualitas produk baik termasuk nilai nutrisi dan keamanannya terhadap racun.
Untuk memperoleh produk yang memenuhi dua kriteria tersebut, pada awal perkembangan pertanian organik, konsumen biasanya melakukan inspeksi sendiri dengan mendatangi lokasi pertanian organik untuk mengetahui asal produk dan meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan memang berkualitas. Hal ini dilakukan karena kenampakan produk pertanian organik pada umumnya sulit dibedakan dengan produk pertanian konvensional.
Berikut ini diuraikan tentang cara mengajukan aplikasi (permohonan) untuk mengikuti program inspeksi dan sertifikasi pertanian organik Skal International (SI), Netherlands, dan hal-hal yang berkaitan dengan proses inspeksi dan sertifikasi pertanian organik. Tujuannya adalah agar para calon produsen produk organik mengetahui tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sertifikat organik, misalnya cara mengajukan aplikasi atau permohonan kepada lembaga inspeksi dan sertifikasi, dalam hal ini Skal International (SI), Netherlands, serta mengetahui hal-hal yang akan diinspeksi untuk memperoleh sertifikat organik.
Program inspeksi dan sertifikasi sistem pertanian organik ini dapat diikuti oleh usahatani perorangan atau kelompok, perusahaan pengolahan, koperasi, pedagang, perkebunan besar, dan lain-lain. Sebelum program ini dilaksanakan, perusahaan atau calon lisensi terlebih dahulu mengajukan aplikasi (permohonan) secara tertulis kepada SI.
Formulir aplikasi (terlampir) dan cara mengisinya adalah sebagai berikut:
1. Data perusahaan, ditulis nama perusahaan, alamat, nomor telepon dan fax termasuk email (kalau ada).
2. Program sertifikasi yang akan diikuti, dalam hal ini dipilih program metode produksi organik (organic production methods).
3. Jika perusahaan pernah diinspeksi dan atau disertifikasi sebelumnya maka disebutkan nama lembaga yang melakukan inspeksi atau sertifikasi. Informasi tentang inspeksi dan sertifikasinya dilampirkan termasuk laporan temuannya.
4. Diskripsi aktivitas perusahaan, dicantumkan unit-unit prosesing termasuk unit yang berkaitan dengan administrasi dan ekspor.
5. Unit-unit pertanian, luasnya, jumlah petani dan jenis produk yang dihasilkannya.
6. Jenis transportasi dan waktu tempuh dari lokasi unit-unit pertanian dan prosesing ke bandara terdekat, serta waktu tempuh antar unit pertanian maupun prosesing.
7. Jika sudah dibentuk sistem pengawasan intern, dijelaskan pula cara kerjanya.
INSPEKSI
Inspeksi adalah penyelidikan yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang benar dan atau dengan menguji produk, proses atau aktivitas dan menentukan kesesuaiannya dengan standar atau dokumen normatif lainnya; termasuk inventarisasi.
1. Standar
Standar yang digunakan oleh inspektur SI dalam melakukan inspeksi pertanian organik adalah EEC Regulation No. 2092/91 tanggal 24 Juni 1991 dan beberapa amandemennya. Disamping itu digunakan pula standar yang ditetapkan oleh SI. Dua standar ini telah diterima secara internasional.
2. Metoda Inspeksi
Dalam melakukan inspeksi, inspektur SI menggunakan kombinasi beberapa metoda inspeksi untuk memeriksa, menguji dan membuktikan diterapkannya standar pertanian organik. Beberapa metoda yang digunakan antara lain sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap berbagai pihak yang bersangkutan dengan sistem produksi dan administrasi pertanian organik. Sebagai contoh di unit pertanian, inspektur akan bertanya kepada petani, pemilik tanah, buruh, petani tetangganya atau bahkan kepada penjual pestisida. Sedangkan di unit pengolahan inspektur antara lain akan bertanya kepada manajer produksi, pengontrol kualitas dan atau kepada pekerja di pabrik.
b. Inspeksi fisik
Di unit produksi pertanian, inspektur menginspeksi lahan dan sekitarnya. Merunut secara visual penggunaan pupuk buatan maupun pestisida misalnya mengamati warna daun, bau, packing kosong yang terdapat di kebun, dan lain-lain. Inspektur juga akan menginspeksi ruang penyimpanan produk pertanian, mesin-mesin dan peralatan yang digunakan. Sedangkan di unit pengolahan inspektur akan memeriksa semua tempat-tempat pengolahan dan penyimpanan.
c. Inspeksi administrasi
Inspeksi terhadap administrasi unit pertanian dilakukan terhadap semua dokumen yang berkaitan dengan input pertanian yang digunakan misalnya pupuk, bahan untuk perlindungan tanaman, dan lain-lain. Pembukuan mengenai produk organik yang di dapat dan produk yang dijual juga diinspeksi. Sedangkan di unit pengolahan, semua dokumen misalnya invoice, packing list, dokumen transportasi, dan lain-lain dari produk yang masuk dan produk yang keluar di chek dan dianalisis. Jika dipandang perlu inspeksi dilakukan sampai ke pembeli.
d. Sampling
Sampling atau pengambilan contoh untuk keperluan analysis kimia (misalnya herbisida, insektisida, fungisida, logam berat atau bahan-bahan lain yang tidak diperbolehkan) dilakukan untuk beberapa keperluan.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan semua metoda tersebut ditentukan oleh inspektur tergantung pada kondisi yang dihadapinya. Berikut diberikan contoh pelaksanaan inspeksi secara garis besar sebagai berikut:
a. Mula-mula inspektur memberitahu lisensi tentang maksud inspeksi dan menerangkan prosedur inspeksi.
b. Kemudian, bersama lisensi membuat rencana inspeksi, misalnya kemana dan kapan, informasi apa yang diperlukan, dengan siapa akan berbicara, petani yang mana yang akan ditanyai, dan kebun mana yang akan diinspeksi, dan lain-lain. Pada inspeksi yang pertama, inspektur akan melakukan inventarisasi baik terhadap unit prosesing maupun unit pertanian. Dalam inventarisasi ini lisensi perlu menjelaskan tentang proses pengolahan, peta pabrik, kemudian mengunjungi pabrik mulai dari awal proses sampai dengan produk akhir. Memeriksa semua pembukuan. Dalam pemeriksaan pembukuan, inspektur tidak tertarik dengan harga tetapi asal, kuantitas, dan tujuan terakhir dari suatu produk.
c. Selama inspeksi, temuan dan kesimpulan inspeksi ditulis dalam form inspeksi yang akhirnya ditandatangani oleh lisensi atau orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut.
d. Inspektur selalu melakukan inspeksi secara transparan, terbuka dan jelas terhadap pihak yang diinspeksi dan menjelaskan kaitannya dengan standar dan aturan yang berlaku.
e. Pada akhir kunjungan inspeksi, inspektur akan mendiskusikan hasil inspeksi dan menjelaskan temuannya, serta merencanakan dan mendiskusikan inspeksi berikutnya.
4. Sistem Pengawasan Intern untuk Kelompok Tani
Sistem Pengawasan Intern (SPI) merupakan langkah yang praktis dan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh EEC 2092/91. SPI perlu dibentuk jika unit pertanian merupakan kelompok petani dengan luas masing-masing kurang dari 20 ha.
Inspeksi terhadap SPI antara lain ditujukan pada status, struktur dan tanggung jawab organisasi SPI, serta dokumen-dokumennya misalnya tentang prosedur SPI, formulir pemeriksaan yang telah dibakukan, misalnya buku kunjungan, tanggung jawab yang jelas dan jadwal kunjungan SPI serta pelaporannya. Di dalam prosedur diperiksa juga tindakan yang harus diambil oleh SPI jika terdapat anggota yang melanggar aturan budidaya organik, sanksi-sanksinya termasuk pencabutan keanggotaan dari proyek organik.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap rencana dan pelaksanaan pelatihan dan pembinaan anggota SPI sebagai pengawas intern. Tugas dan tanggung jawab pengawas intern dituangkan dalam perjanjian yang disebut field officer agreement.
Data dan dokumen SPI yang diinspeksi antara lain:
a. Daftar petani yang memuat nama petani, kode atau nomer lahan, lokasi, jenis tanaman yang diusahakan, luasnya (hektar) dan statusnya (organik atau konversi) serta catatan tentang pengetahuan masing-masing petani terhadap standar budidaya organik.
b. Hak dan kewajiban kelompok tani yang dituangkan dalam perjanjian secara tertulis dalam bentuk perjanjian petani (farmer-agreement).
c. Catatan tentang penyuluhan yang dilakukan terhadap anggota kelompok tani, baik yang dilakukan secara individu atau secara kelompok.
d. Peta tinjau (overview map) yang menggambarkan lokasi pertanian organik secara makro dan peta detail (detailed map) kebun yang menunjukkan kebun-kebun secara individu tiap anggota dan informasi tentang kemungkinan adanya risiko kontaminasi dari lingkungan sekitarnya.
e. Riwayat kebun dari tiap anggota yang berkaitan dengan penggunaan bahan-bahan pemupukan dan perlindungan tanaman, khususnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang terakhir kali dilakukan.
f. Pembukuan yang jelas dan lengkap tentang produk yang dijual, produk yang disimpan, dan input pertanian yang digunakan oleh tiap anggota, termasuk referensi keorganikannya.
g. Catatan realisasi produksi tahun lalu dan estimasi produksi tahun ini.
h. Catatan tentang jumlah produk, produk yang disimpan dan produk yang dijual.
i. Catatan tentang pengawasan yang dilakukan oleh SPI misalnya dapat berupa buku kunjungan.
j. Laporan tiga bulanan dari SPI dan tindakan yang telah dilakukan oleh SPI.
5. Perjanjian Prosesor, Petugas SPI dan Petani
Perjanjian yang dimaksud disini adalah perjanjian untuk menerapkan standar pertanian organik dan melaksanakan instruksi yang diberikan oleh lembaga inspeksi dan sertifikasi. Perjanjian ini ditulis dengan bahasa lokal dan ditandatangani oleh prosesor (processor agreement) maupun petani (farmer agreement). Dalam hal kelompok tani, petugas SPI menandatangani field officer agreement. Perjanjian ini tidak terbatas waktunya dan tidak perlu diperbaharui.
6. Waktu Inspeksi
Inspeksi terhadap unit pertanian dilaksanakan pada waktu yang kritis terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan, misalnya pada waktu petani biasanya menebar pupuk buatan, perlakuan benih, herbisida, fungisida, dan lain-lain. Biasanya tenggang waktu inspeksi adalah sejak persiapan tanam sampai panen dari tanaman yang bersangkutan. Oleh karena itu, unit yang tidak diinspeksi pada waktu kritis tidak dapat disertifikasi sebagai organik. Untuk unit-unit yang diinspeksi dua kali dalam satu tahun tetapi hanya inspeksi kedua yang dilaksanakan sedangkan inspeksi yang pertama dilewati maka kebunnya dapat disertifikasi organik tetapi produknya tidak dapat dijual sebagai produk organik.
7. Kebebasan dan Keamanan Inspektur
Selama inspeksi, lisensi harus memberi kebebasan kepada inspektur SI untuk menginspeksi kebun-kebun produksi, ruang-ruang penyimpanan, tempat-tempat pengolahan hasil, catatan atau laporan, dokumen-dokumen pendukung, dan informasi lain yang memungkinkan pelaksanaan inspeksi. Jika inspektur tidak diberi kebebasan untuk hal-hal tersebut maka sertifikasi tidak dapat dilanjutkan.
8. Penyimpangan
Penyimpangan terhadap standar pertanian organik dan standar SI yang ditemukan oleh inspektur di tulis dalam formulir inspeksi. Pada saat memulai inspeksi, inspektur akan memeriksa penyimpangan terhadap standar yang terjadi pada inspeksi sebelumnya. Jika penyimpangan ini belum diperbaiki maka inspektur akan menulis kembali penyimpangan tersebut didalam formulir inspeksi.
Disamping penyimpangan, inspektur juga menyebutkan hal-hal yang perlu mendapat perhatian (point of attention). Hal yang perlu mendapat perhatian ini memang tidak membahayakan sertifikasi saat ini tetapi mungkin di kemudian hari.
9. Pelaporan
Setelah melakukan inspeksi, inspektur mengirim formulir inspeksi yang telah diisi ke Skal Internasional pusat di Netherland sebagai bahan sertifikasi. Data lainnya, misalnya daftar petani, peta tinjau dan peta ditail, laporan tri wulan dari SPI, dan lain-lain juga dikirim jika dianggap perlu untuk pertimbangan sertifikasi.
SERTIFIKASI
Setelah formulir inspeksi diterima oleh kantor pusat SI maka segera dilakukan pengechekan berbagai hal. Jika diperlukan, SI akan menghubungi inspekturnya untuk klarifikasi atau untuk memperoleh informasi tambahan yang diperlukan dalam sertifikasi.
Sertifikasi adalah tindakan yang diambil oleh pihak ketiga dengan penuh kepercayaan bahwa produk, proses atau pelayanan yang diidentifikasi sesuai dengan standar tertentu dan dokumen normatif lainnya. Penyimpangan-penyimpangan terhadap standar diperiksa dan diklasifikasi misalnya apakah sifatnya prosedural atau yang mengancam secara langsung terhadap keorganikan suatu produk. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat menyebabkan dicabutnya sertifikat. Pada permulaan sertifikasi, semua penyimpangan harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum sertifikasi.

BAB IV
KESIMPULAN

Pangan organik adalah pangan yang dihasilkan dari sistem pertanian organik, dari budidaya, pasca panen hingga pengolahan hasil. Pangan dapat dinyatakan organik apabila sistem produksi tersebut dijalankan dengan benar dan mengikuti kaidah-kaidah pangan organik. Pengelolaan pangan olahan organik wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan. Untuk menghasilkan pangan organik yang berkualitas, prosesor perlu menjaga integritas keorganikan produk dan memenuhi Cara Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pangan Organik Yang Baik melalui sertifikasi produk organik. Sertifikasi yang menunjukkan standar dasar sebuah produk dapat memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan oleh pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Dewan koordinator.2011. Sertifikasi Produk Organik .http://dk-insufa.info/en/rural-development/427-sertifikasi-produk-organik-cegah-permainan-harga. Di akses pada tanggal 27 oktober 2011

Sumansutra. 2010. Produk Organik. http://sumansutra.wordpress.com/tanaman-organik/. Diakses pada tanggal 27 oktober 2011

Cacaoorganicfairtrade.2011. BIOCert, Lembaga Sertifikasi Organik, Inspeksi Produk Organik Dan Ekososial. http://cacaoorganicfairtrade.blogspot.com/2011/06/biocert-lembaga-sertifikasi-organik.html. Diakses pada tanggal 27 oktober 2011

Jumat, 17 Juni 2011

DASAR-DASAR PERLIDUNGAN TANAMAN

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan sektor pertanian baik dunia maupun kawasan adalah untuk menaikkan produksi pertanian guna meningkatkan pendapatan petani dan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, khususnya kebutuhan pangan penduduk yang populasinya meningkat dengan cepat. Pada tahun 2000 ini penduduk di dunia diperkirakan mencapai 6,1 milyard dimana tiga perempat dari populasi ini hidup di negara berkembang dan lebih kurang separuhnya hidup di kawasan Asia dan Pasifik. Permintaan akan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan gaya hidup semakin meningkat. Ini berarti diperlukan lahan yang semakin luas, produksi bahan pangan, sandang, dan papan yang semakin meningkat pula (Triharso, 1974).
Skala pertumbuhan penduduk seperti di atas akan berdampak serius di negara berkembang, terutama pembangunan pertanian dan pedesaan khususnya dalam menghadapi penyerapan tenaga kerja. Kemungkinan untuk memperluas daerah pertanian baru adalah sangat terbatas, misalnya dengan mengadakan irigasi di daerah gurun pasir (Timur Tengah, Amerika Serikat, Afrika Utara), reklamasi dari daerah laut (Belanda, Jepang), pembukaan persawahan pasang surut di daerah Kalimantan dan Sumatera (Indonesia). Pembukaan satu juta hektar persawahan di lahan gambut di Kalimantan gagal dan terlantar. Hasil usaha tersebut belum dapat mengatasi masalah pangan bagi penduduk yang memiliki laju pertumbuhan lebih cepat.
Pilihan usaha lain adalah meningkatkan persatuan luas (intensifikasi). Intensifikasi dilakukan melalui panca usaha tani , yaitu : 1. Penggunaan bibit unggul yang berangka hasil tinggi, sedapat mungkin tahan terhadap hama dan penyakit, serta rasanya enak; 2. Penggunaan pupuk yang rasional; 3. Mengusahakan irigasi yang teratur; 4. Meningkatkan teknik bercocok tanam yang lebih menguntungkan, misalnya dengan mengatur saat tanam, jarak tanam, pemeliharaan, dan cara panen yang tepat; 5. Pengendalian terhadap OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) melalui higenis pertanaman, penggunaan kimia pestisida yang rasional.
Di Indonesia usaha intensifikasi telah memberikan hasil yang positif, ditandai dengan meningkatnya produksi pertanian secara nyata sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Puncak produksi pangan khususnya beras telah tercapai sehingga Indonesia dikenal dunia sebagai negara berswasembada beras. Tetapi swasembada beras nampaknya sulit dipertahankan, sehingga Indonesia mulai tahun 1997/98 kembali mengimpor beras dari manca negara. Mengapa demikian ? Nampaknya peningkatan produksi pertanian masih merupakan hal yang cukup rawan, mengingat banyak kendala yang dihadapi. Kendala tersebut antara lain pengaruh dari dua faktor yang sangat dominan, yaitu faktor abiotik dan faktor biotik.
Pengaruh badai El Nino membawa musim kering berkepanjangan, ditambah berkurangnya lapisan Ozon yang membawa dampak bertambahnya panas di bumi mengakibatkan ribuan bahkan jutaan hektar pertanaman padi dan pertanaman pangan lain kering dan tidak dapat dipanen. Kasus lain adalah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan mencapai ribuan hektar bahkan jutaan hektar, polusi asapnya sampai di Singapura dan Malaysia. Bencana alam gunung berapi seperti awan panas, mengalirnya lava panas maupun dingin dapat menghanguskan dan menyapu tanaman pertanian di sekitarnya, abu gunung yang disemburkan juga dapat menurunkan produksi tanaman atau bahkan memusnahkan tanaman pertanian. Angin puyuh sering mengakibatkan tanaman roboh, patah, defoliasi, aborsi buah, dan kerusakan lain pada tanaman. Bencana banjir juga sering melanda dimana-mana baik di kawasan maupun di dunia, mengakibatkan ribuan bahkan jutaan lahan pertanian terendam air dan mati. Embun es mengakibatkan kematian pucuk tanaman. Pencemaran logam berat yang berasal dari limbah industri sering mengganggu pertumbuhan tanaman. Seluruh kejadian di atas merupakan kendala yang berasal dari faktor abiotik.
Kendala yang berasal dari faktor biotik adalah adanya gangguan dari OPT yang terdidi atas hama, penyakit, dan gulma. Menurut Triharso (1994) gangguan adalah setiap perubahan pertanaman yang mengarah pada pengurangan kuantitas atau kualitas dari hasil yang diharapkan.
Macam gangguan yang berasal dari faktor biotik antara lain: kerusakan akar, kerusakan batang, kerusakan daun, kerusakan cabang, ranting dan pucuk, kerusakan bunga, buah dan biji, dan kerusakan pada umbi atau ubi.
Di dalam mempelajari interaksi antara tanaman dengan OPT perlu dibedakan dua pengertian tentang luka (“injury”) dan kerusakan (“damage”). Menurut Main (1977) cit. Untung (1993) luka adalah setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman sebagai akibat aktivitas atau serangan OPT.
Perlu dicatat bebrapa kasus seperti bunga tulipa yang warna mahkotanya belang-belang karena serangan virus, meskipun mengalami proses fisiologis yang tidak normal tetapi harganya lebih mahal daripada bunga yang normal. Kasus lain adalah kelapa kopyor harganya lebih mahal daripada yang normal. Demikian pula serangan ulat kipat (Cricula trifenestrata) pada tanaman jambu mete, kedondong dan apokat cenderung memacu pembungaan dan pembuahan lebih banyak daripada tanaman normal. Kasus-kasus di atas meskipun terjadi penyimpangan proses fisiologis, tetapi ditinjau dari segi penanamnya (ekonomi) tidak terganggu karena memberikan keuntungan yang lebih besar.
Tipe pengganggu dapat bersifat biotik dan abiotik. Selain itu, gangguan pada tanaman mungkin dapat disebabkan oleh kerja sama antara dua faktor atau lebih pengganggu. Kerja sama tersebut dapat terjadi dengan cara yang beragam, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut.
Antagonisme timbul bila ada satu organisme membuat tidak dimngkinkan adanya organisme lain seluruhnya atau sebagian, misalnya karena dihasilkan antibiotika. Antagonisme timbul pada jamur dan bakteri.

Dari tabel 3 dapat dijelaskan peristiwanya sebagai berikut :
1. A membuat luka, di sini B dapat masuk : A membuat jalan masuk untuk B,
2. A mentransportasikan B : A adalah vektor B,
3. A memperlemah tanaman sehingga resistensi tehadap B berkurang : B adalah pengganggu sekunder dari parasit lemah,
4. Kerugian yang disebabkan oleh a dan B bersama-sama adalah lebih besar daripada jumlah kerugian yang disebabkan oleh A dan B masing-masing :sinergisme,
5. Pengganggu A memperbesar kerugian sebagai akibat gangguan B, tanpa B sendiri mempengaruhinya (peningkatan agravasi).
(Zadoks, 1970 cit. Triharso, 1993)
Sejarah telah mencatat bahwa peran OPT sebagai pengganggu tanaman adalah sangat penting. OPT mampu membuat kerugian para petani baik kerugian yang dapat dinilai dengan uang maupun kerugian yang sukar dinilai dengan uang. Beberapa contoh kerugian tanaman yang disebabkan oleh gangguan OPT adalah :
1. Penyakit pada kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophtora infestans telah melanda di Irlandia pada tahun 1845, mengakibatkan bencana mati kelaparan bagi satu juta orang dan kurang lebih satu setengah juta penduduk yang hanya 8 juta orang.
2. Di Benggala India pada tahun 1942 terjadi kerusakan padi karena jamur Helminthosporium oryzae yang menyebabkan kerugian 50 – 90 % dan berakibat terjadinya kelaparan.
3. Penyakit habang virus (Indonesia) atau penyakit merah (Malaysia) atau penyakit tungro (Filipina) atau penyakit yellow orange leaf (Thailand) pernah dapat merusak padi seluas 10.000 sampai 660.000 hektar di negara-negara Asia Tenggara tersebut.
4. Ledakan populasi hama weereng coklat batang padi Nilaparvata lugens di Indonesia pada tahun 1975-1976 mampu merusak pertanaman padi hingga ratusan ribu hektar dinyatakan puso.
5. Hama babi hutan merupakan gangguan utama tanaman pertanian di daerah pemukiman transmigrasi baik di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dimana kerusakan yang ditimbulkan mencapai ribuan hektar.
6. Ratusan bahkan ribuan hektar tanaman tebu di Lampung, Sumatera, sering dirusak oleh kawanan gajah hutan mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Contoh kerugian yang sukar dinilai dengan uang adalah :
1. Matinya serangga berguna yang berperan sebagai parasitoid, predator maupun patogen serangga.
2. Matinya serangga-serangga penyerbuk, penghasil madu, penghasil shellak dan serangga pemakan gulma.
3. Matinya binatang liar seperti ular (pemangsa tikus), burung dan ikan.
4. Gangguan kesehatan bagi penyemprot pestisida , utamanya gangguan pada syaraf dan timbulnya penyakit kanker.
5. Rusaknya lingkungan dan terjadinya pencemaran lingkungan.
6. Adanya residu pestisida yang berada pada hasil tanaman, dalam tanah, lingkungan air bahkan di udara.
Contoh-contoh di atas sebagai dampak dari perlindungan tanaman yang hanya mengandalkan pada satu taktik saja yaitu pestisida, yang digunakan secara berlebihan dan terus menerus.
Usaha yang dilakukan dalam menanggulangi maslah OPT (hama, penyakit dan gulma) berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum ditemukan berbagai teknologi pengendalian hama dan penyakit yang bersumber pada ilmu pengetahuan, munculnya masalah hama dan penykit selalu dikaitkan dengan masalah-masalah mistik dan takhayul. Dengan tingkat pengetahuan yang sederhana tersebut maka setiap terjadi suatu ledakan hama atau epidemi penyakit, jalan keluar yang dilakukan adalah dengan upacara ritual seperti selamatan dan upacara lain.
RANGKUMAN
Organisme Pangganggu Tanaman terdiri dari tiga kelompok pengganggu yaitu hama (binatang Vertebrata dan Invertebrata), penyakit (Mikoplasma, Virus, Jamur, Bakteri) dan gulma (rumput-rumputan dan gulma berdaun lebar). OPT tersebut sangat besar peranannya di bidang pertanian karena sebagai pengganggu tanaman mereka mampu membuat luka tanaman, luka menyebabkan kerusakan tanaman, selanjutnya kerusakan tanaman akan berdampak pada penurunan angka hasil dan mutu hasil produksi tanaman. Akhirnya penurunan angka hasil dan mutu hasil tersebut akan berdampak pada kerugian.
Dalam mengganggu tanaman, pengganggu dapat bekerja sendiri-sendiri atau dapat bekerja sama antara dua atau lebih pengganggu (vektor, sinergisme, mengangkut, membuat jalan masuk). Gangguan hama lebih banyak bersifat mekanik yang prosesnya tidak berkesinambungan, gangguang penyakit lebih bersifat gangguang fisiologis tanaman yang sifatnya berkesinambungan dan gangguan gulma lebih bersifat persaingan baik unsur hara maupun cahaya.
Dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup manusia akan pangan dan sandang, maka setiap usaha budidaya pertanian mutlak perlu dilakukan perlindungan tanaman terhadap OPT. Perlindungan tanaman dapat dilakukan melalui berbagai taktik pengendalian hama dan penyakit (mekanik, fisik, kultur teknis, penggunaan tanaman tahan hama dan penyakit, hayati, rekayasa genetik, pemanfaatan senyawa atraktan, repelen, pheromon dan pestisida) yang dilakukan dalam satu kesatuan pengendalian yang lazim dikenal sebagai PHT (Pengendalian/Pengelolaan Hama Terpadu).
Menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas beberapa tahun mendatang serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat orang sadar akan keamanan pangan dan lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka peran perlindungan tanaman menjadi semakin peting, utamanya perlindungan tanaman yang sifatnya ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak residu pestisida

BAB II
HAMA TANAMAN

1. MORFOLOGI UMUM HAMA
Untuk mengenal berbagai jenis binatang yang dapat berperan sebagai hama, maka sebagai langkah awal dalam kuliah dasar-dasar Perlintan akan dipelajari bentuk atau morfologi, khususnya morfologi luar (external morphology) binatang penyebab hama. Namun demikian, tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari dan yang dipelajari hanya terbatas pada morfologi “penciri” dari masing-masing golongan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis-jenis hama yang dijumpai di lapangan.
Dunia binatang (Animal Kingdom) terbagi menjadi beberapa golongan besar yang masing-masing disebut Filum. Dari masing-masing filum tersebut dapat dibedakan lagi menjadi golongan-golongan yang lebih kecil yang disebut Klas. Dari Klas ini kemudian digolongkan lagi menjadi Ordo (Bangsa) kemudian Famili (suku), Genus (Marga) dan Spesies (jenis).
Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum tersebut.

A. FILUM ASCHELMINTHES
Anggota filum Aschelminthes yang banyak dikenal berperan sebagai hama tanaman (bersifat parasit) adalah anggota klas Nematoda. Namun, tidak semua anggota klas Nematoda bertindak sebagai hama, sebab ada di antaranya yang berperan sebagai nematoda saprofag serta sebagai nematoda predator (pemangsa), yang disebut terakhir ini tidak akan dibicarakan dalam uraian-uraian selanjutnya.
Secara umum ciri-ciri anggota klas Nematoda tersebut antara lain adalah :
Tubuh tidak bersegmen (tidak beruas)
Bilateral simetris (setungkup) dan tidak memiliki alat gerak
Tubuh terbungkus oleh kutikula dan bersifat transparan.
Untuk pembicaraan selanjutnya, anggota klas nematoda yang bersifat saprofag digolongkan ke dalam nematoda non parasit dan untuk kelompok nematoda yang berperan sebagai hama tanaman dimasukkan ke dalam golongan nematoda parasit.
Ditinjau dari susunannya, maka bentuk stylet dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe stomatostylet dan odonostylet. Tipe stomatostylet tersusun atas bagian-bagian conus (ujung), silindris (bagian tengah) dan knop stylet (bagian pangkal). Tipe stylet ini dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Tylenchida.
Tipe odonostylet dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Dorylaimida, yang styletnya tersusun atas conus dan silindris saja. Beberapa contoh dari nematoda parasit ini antara lain adalah :
Meloidogyne sp. yang juga dikenal sebagai nematoda “puru akar” pada tanaman tomat, lombok, tembakau dan lain-lain.
Hirrschmanieella oryzae (vBrdH) pada akar tanaman padi sawah.
Pratylenchus coffae (Zimm) pada akar tanaman kopi.
B. FILUM MOLLUSCA
Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell.
Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi.
C. FILUM CHORDATA
Anggota Filum Chordata yang umum dijumpai sebagai hama tanaman adalah dari klas Mammalia (Binatang menyusui). Namun, tidak semua binatang anggota klas Mammalia bertindak sebagai hama melainkan hanya beberapa jenis (spesies) saja yang benar-benar merupakan hama tanaman. Jenis-jenis tersebut antara lain bangsa kera (Primates), babi (Ungulata), beruang (Carnivora), musang (Carnivora) serta bangsa binatang pengerat (ordo rodentina). Anggota ordo Rodentina ini memiliki peranan penting sebagai perusak tanaman, sehingga secara khusus perlu dibicarakan tersendiri, yang meliputi keluarga bajing dan tikus.
1. Keluarga Bajing (fam. Sciuridae)
Ada dua jenis yang penting, yaitu Callossciurus notatus Bodd. dan C. nigrovittatus yang keduanya dikenal dengan nama “bajing”. Jenis pertama dijumpai pada daerah-daerah di Indonesia dengan ketinggian sampai 9000 m di atas permukaan laut. Sedang jenis C. nigrovittatus dapat dijumpai di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera pada daerha dengan ketinggian sampai 1500 m.
Jenis bajing ini umumnya banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa namun beberapa jenis tanaman buah kadang-kadang juga diserangnya. Gejala serangan hama bajing pada buah kelapa tampak terbentuknya lubang yang cukup lebar dan tidak teratur dekat dengan ujung buah, sedang jika yang menyerang tikus maka lubang yang terbentuk lebih kecil serta tampak lebih teratur/rapi.
2. Keluarga tikus (fam. Muridae)
Ada beberapa jenis yang diketahui banyak menimbulkan kerusakan antara lain, tikus rumah (Rattus-rattus diardi Jent); tikus pohon (Rattus-rattus tiomanicus Muller), serta tikus sawah (Rattus-rattus argentiver_Rob.&Kl).
Tikus rumah dikenal pula sebagai tikus hitam karena warna bulunya hitam keabu-abuan atau hitam kecoklatan. Panjang tubuh sampai ke kepala antara 11-20 cm dan panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah puting susunya ada 10 buah.
Tikus pohon memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan tikus rumah. Bulu tubuh bagian ventral putih bersih atau kadang-kadang agak keabu-abuan. Panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah putting susunya ada 10 buah.
Tikus sawah memiliki ciri-ciri tubuh antara lain bulu-bulu tubuh bagian ventral berwarna keabu-abuan atau biru keperakan. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek daripada panjang tubuh + kepala. Pada pertumbuhan penuh panjang tubuhnya antara 16-22 cm serta jumlah puting susu ada 12 buah.
D. FILUM ARTHOPODA
Merupakan filum terbesar di antara filum-filum yang lain karena lebih dari 75 % dari binatang-binatanag yang telah dikenal merupakan anggota dari filum ini. Karena itu, sebagian besar dari jenis-jenis hama tanaman juga termasuk dalam filum Arthropoda.
Anggota dari filum Arthropoda yang mempunyai peranan penting sebagai hama tanaman adalah klas Arachnida (tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda (serangga).
1. Klas Arachnida
Tanda-tanda morfologi yang khas dari anggota klas Arachnida ini adalah:
- Tubuh terbagi atas dua daerah (region), yaitu cephalothorax (gabungan caput dan thorax) dan abdomen.
- Tidak memiliki antene dan mata facet.
- Kaki empat pasang dan beruas-ruas.
Dalam klas Arachnida ini, yang anggotanya banyak berperan sebagai hama adalah dari ordo Acarina atau juga sering disebut mites (tunggau).
Morfologi dari mites ini antara lain, segmentasi tubuh tidak jelas dan dilengkapi dengan bulu-bulu (rambut) yang kaku dan cephhalothorax dijumpai adanya empat pasang kaki.
Alat mulut tipe penusuk dan pengisap yang memiliki bagian-bagian satu pasang chelicerae (masing-masing terdidi dari tiga segmen) dan satu pasang pedipaalpus. Chelicerae tersebut membentuk alat seperti jarum sebagai penusuk.
Beberapa jenis hama dari ordo Acarina antara lain adalah :
- Tetranychus cinnabarinus Doisd. atau hama tunggau merah/jingga pada daun ketela pohon.
- Brevipalpus obovatus Donn. (tunggau daun teh).
- Tenuipalpus orchidarum Parf. (tunggau merah pada anggrek).
2. Klas Insekta (Hexapoda/serangga)
Anggota beberapa ordo dari klas Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman, namun ada beberapa yang bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan predator) serta sebagai serangga penyerbuk.
Secara umum morfologi anggota klas Insekta ini adalah:
- Tubuh terdiri atas ruas-ruas (segmen) dan terbagi dalam tiga daerah, yaitu caput, thorax dan abdomen.
- Kaki tiga pasang, pada thorax.
- Antene satu pasang.
- Biasanya bersayap dua pasang, namun ada yang hanya sepasang atau bahkan tidak bersayap sama sekali.
Memahami pengetahuan morfologi serangga tersebut sangatlah penting, karena anggota serangga pada tiap-tiap ordo biasanya memiliki sifat morfologi yang khas yang secara sederhana dapat digunakan untuk mengenali atau menentukan kelompok serangga tersebut. Sifat morfologi tersebut juga menyangkut morfologi serangga stadia muda, karena bentuk-bentuk serangga muda tersebut juga memiliki ciri yang khas yang juga dapat digunakan dalam identifikasi.
Bentuk-bentuk serta ciri serangga stadia muda tersebut secara khusus kakan dibicarakan pada uraian tentang Metamorfose serangga, sedang uraian singkat tentang morfologi “penciri” pada beberapa ordo penting klas Insekta akan diberikan pada uraian selanjutnya.

Berdasarkan sifat morfologinya, maka larva dan pupa serangga dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tipe larva
a. Polipoda, tipe larva ini memiliki ciri antara lain tubuh berbentuk silindris, kepala berkembang baik serta dilengkapi dengan kaki abdominal dan kaki thorakal. Tipe larva ini dijumpai pada larva ngengat/kupu (Lepidoptera)
b. Oligopoda, tipe larva ini dapat dikelompokkan menjadi : Campodeiform dan Scarabaeiform,
c. Apodus (Apodous), tipe larva ini memiliki badan yang memanjang dan tidak memiliki kaki. Kepala ada yang berkembang baik ada yang tidak. Tipe larva ini dijumpai pada anggota ordo Diptera dan familia Curculionidae (Coleoptera).
2. Tipe pupa
Perbedaan bentuk pupa didasarkan pada kedudukan alat tambahan (appendages), seperti calon sayap, calon kaki, antene dan lainnya. Tipe pupa dikelompokkan menjadi tiga tipe :
a. Tipe obtecta, yakni pupa yang memiliki alat tambahan (calon) melekat pada tubuh pupa. Kadang-kadang pupa terbungkus cocon yang dibentuk dari liur dan bulu dari larva.
b. Tipe eksarat, yakni pupa yang memiliki alat tambahan bebas (tidak melekat pada tubuh pupa ) dan tidak terbungkus oleh cocon.
c. Tipe coartacta, yakni pupa yang mirip dengan tipe eksarat, tetapi eksuviar tidak mengelupas (membungkus tubuh pupa). Eksuviae mengeras dan membentuk rongga untuk membungkus tubuh pupa dan disebut puparium.
Tipe pupa obtecta dijumpai pada anggota ordo Lepidoptera, pupa eksarat pada ordo Hymenoptera dan Coleoptera, sedang pupa coartacta pada ordo Diptera.

A. Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting
a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)
Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.
Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
- Kecoa (Periplaneta sp.)
- Belalang sembah/mantis (Otomantis sp.)
- Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)
b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding
Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.
Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.
Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya.
Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :
- Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.)
- Kepik hijau (Nezara viridula L)
- Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F)
c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)
Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya.
Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus.
Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera.
Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman.
Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti :
- Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)
- Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)
- Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).
d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)
Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.
Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan.
Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala.
Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong (pupa) ---> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)
- Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)
- Kumbang buas (predator) Coccinella sp.
e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)
Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar.
Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta.
Beberapa jenisnya antara lain :
- Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)
- Kupu gajah (Attacus atlas L)
- Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura)
f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)
Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet.
Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap.
Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :
- bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum
- bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum
- bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc.
Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- lalat buah (Dacus spp.)
- lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)
- lalat rumah (Musca domesticaLinn.)
- lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).
g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)
Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk.
Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.
Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya.
Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva--> kepompong ---> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman.
Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :
- Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu/padi).
- Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).
- Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).
h. Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng)
Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar.
Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.

RANGKUMAN
Mengenal sifat-sifat morfologi luar dari binatang penyebab hama merupakan hal yang penting untuk mempermudah mengenali jenis-jenis hama yang ada di lapangan. Ada beberapa filum dalam dunia binatang yang sebagian dari anggotanya berpotensi menjadi hama tanaman, yakni Filum Aschelminthes, Mollusca, Chordata dan Athropoda.
Dalam filum Aschelminthes, anggota klas nematoda banyak yang berperan sebagai hama tanaman, misalnya anggota dari ordo Tylenchida, “Giantsnail”, Achatina fulica merupakan salah satu anggota filum Mollusca yang diketahui sering merusak berbegai jenis tanaman, baik tahunan maupun tanaman semusim.
Anggota ordo Rodentia, yakni tikus dan bajing merupakan anggota filum Chordata yang menjadi hama penting pada beberapa jenis tanaman. Anggota filum Chordata lain yang juga berpotensi menjadi hama tanaman adalah kera (Primates) dan babi (Ungulata).
Arthropoda merupakan filum terbesar dalam jumlah anggotanya, sehingga sebagian besar jenis hama tanaman merupakan anggota filum ini. Namun demikian, anggota filum ini khususnya dalam klas Arachida sebagian besar bertindak sebagai musuh alami hama, sedang dari klas Insekta sebagian dari anggotanya menjadi hama penting pada berbagai jenis tanaman dan yang lain ada pula yang berperan sebagai musuh alami hama.

2. CARA MERUSAK DAN GEJALA KERUSAKAN
Pembicaraan mengenai cara merusak dan gejala merusak yang diakibatkan oleh serangan hama khususnya dari serangga tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai morfologi alat mulut serangga hama. Dengan tipe alat mulut tertentu, serangga hama dalam merusak tanaman akan mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang diserangnya. Karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala ataupun tanda serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis-jenis hama penyebab yang dijumpai di lapangan. Bahkan lebih jauh dari itu dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup ataupun untuk menaksir populasi hama yang bersangkutan.
Berdasarkan pada cara merusak dan gejala kerusakan yang ditimbulkannya, maka hama-hama penyebab kerusakan pada tanaman dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu hama penyebab gejala puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah, dan hama pengorok (miner)
RANGKUMAN
Jenis-jenis serangga dapat dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya. Dengan tipe alat mulut tertentu, perusakan tanaman oleh serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala serangan akan memepermudah untuk mengetahui jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai di lapangan. Gejala kerusakan dalam bentuk intensitas serangan hama dapat juga digunakan untuk menduga tingkat populasi hama di lapangan.
Berdasarkan cara merusak dan tipe gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah dan hama penggorok (miner).

3. TAKTIK PENGENDALIAN
Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi.
Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf (1975) dan Matsumura (1980) yang terdiri dari :
1. Pengendalian secara mekanik
2. Pengendalian secara fisik
3. Pengendalian hayati
4. Pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam
6. Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi
7. Pengendalian kimiawi

A. PENGENDALIAN MEKANIK
Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual.
Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.
Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama dilakukan di Indonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat-ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian dibakar atau dimusnahkan. Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di Jawa) untuk mencari ulat penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan mengiris sedikit demi sedikit pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan. Lelesan dilakukan oleh petani kopi untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang terserang oleh bubuk kopi (Hypotheneemus hampei)
B. PENGENDALIAN FISIK
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup.
Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara-cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga. Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih lama.
C. PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh-musuh alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen-agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.
Dua jenis organisme yang digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga dan tunggau adalah parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari organisme yang dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau sebagian waktu dalam siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang. Umumnya parsit merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis parasit dari anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh inang dan setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang baru untuk meletakkan telurnya.
Sebaliknya predator mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar sari serangga yang dikendalikan (prey), dan sifat predator secara aktif mencari mangsanya, kemudian memakan atau mengisap cairan tubuh mangsa sampai mati. Beberapa kumbang Coccinella merupakan predator aphis atau jenis serangga lain yang baik pada fase larva maupun dewasanya. Contoh lain serangga yang bersifat sebagai predator adalah Chilocorus, serangga ini sekarang telah dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap hama kutu perisai (Aspidiotus destructor) pada tanaman kelapa.
Agar predator dan tanaman ini sukses sebagai agen pengendali biologis terhadap serangga, maka harus dapat beradaptasi dulu dengan lingkungan tempat hidup serangga hama. Predator dan parasit itu harus dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang baru. Parasit dan predator juga harus bersifat spesifik terhadap hama dan mampu mencari dan membunuhnya.
Parasit harus mempunyai siklus hidup yang lebih pendek daripada inangnya dan mampu berkembang lebih cepat dari inangnya. Siklus hidup parasit waktunya harus sinkron dengan inangnya sehingga apabila saat populasi inang meningkat maka saat peningkatan populasi parasit tidak terlambat datangnya. Predator tidak perlu mempunyai siklus hidup yang sama dengan inangnya, karena pada umumnya predator ini mempunyai siklus hidup yang lebih lama daripada inangnya dan setiap individu predator mampu memangsa beberapa ekor hama.
Baik parasit maupun predator mempunyai ratio jantan dan betina yang besar, mempunyai keperidian dan kecepatan hidup yang tinggi serta memiliki kemampuan meenyebar yang cepat pada suatu daerah dan serangga-serangga itu secara efektif mampu mencari inang atau mangsanya.
Beberapa parasit fase dewasa memerlukan polen dan nektar, sehingga untuk pelepasan dan pengembangan parasit pada suatu daerah, yang perlu diperhatikan adalah daerah tersebut banyak tersedia polen dan nektar yang nanti dapat digunakan sebagai pakan tambahan.
Parasit yang didatangkan dari suatu daerah, mula-mula dipelihara dahulu di karantina selama beberapa saat agar serangga ini mampu beradaptasi dan berkembang. Selama pemeliharaan di dalam karantina, serangga-serangga ini dapat diberi pakan dengan pakan buatan atau mungkin dapat pula digunakan inangnya yang dilepaskan pada tempat pemeliharaan. Setelah dilepaskan di lapangan populasi parasit ini harus dapat dimonitor untuk mengetahui apakah parasit iru sudah mapan, menyebar dan dapat berfungsi sebagai agen pengendali biologis yang efektif; dan bila memungkinkan serangga ini mampu mengurangi populasi hama relatif lebih cepat dalam beberapa tahun.
Contoh pengendalian biologis yang pernah dilakukan di Australia adalah pengendalian Aphis dengan menggunakan tabuhan chalcid atau pengendalian kutu yang menyerang jeruk dengan menggunakan tabuhan Aphytes.
Selain menggunakan parasit dan predator, untuk menekan populasi serangga hama dapat pula memanfaatkan beberapa pathogen penyebab penyakit pada serangga. Seperti halnya dengan binatang lain, serangga bersifat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus dan protozoa. Pada kondisi lingkungan yang cocok beberapa jenis penyakit akan menajdi wabah epidemis. Penyakit tersebut secara drastis mampu menekan populasi hama hanya dalam beberapa hari.
Beberapa jenis bakteri, misal Bacillus thuringiensis secara komersial diperdagangkan dalam bentuk spora, dan bakteri ini dipergunakan untuk menyemprot tanaman seperti halnya insektisida. Yang bersifat rentan terhadap bahan ini adalah fase ulat, dan bilamana ulat-ulat itu makan spora, maka akhirnya bakteri akan berkembang di dalam usus serangga hama, akhirnya bakteri itu menembus usus dan masuk ke dalam tubuhnya, sehingga akhirnya larva akan mati.
Jamur dapat pula digunakan untuk mengendalikan serangga hama, sebagai contoh Entomorpha digunakan untuk mengendalikan Aphis yang menyerang alfafa; spesies Beauveria untuk mengendalikan ulat dan Metarrhizium anisopliae sekarang sudah dikembangkan secara masal dengan medium jagung. Jamur ini digunakan untuk mengendalikan larva Orycetes rhinoceros yang imagonya merupakan penggerek pucuk kelapa.
Lebih dari 200 jenis virus mampu menyerang serangga. Jenis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama adalah Baculovirus untuk menekan populasi Orycetes rhinoceros; Nuclear polyhidrosis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama Heliothis zeae pada tongkol jagung, bahan tersebut telah banyak digunakan di AS, Eropa dan Australia. Virus tersebut masuk dan memperbanyak diri dalam sel inang sebelum menyebar ke seluruh tubuh. Inti dari sel-sel yang terserang menjadi besar, kemudian virus tersebut menuju ke rongga tubuh akhirnya inang akan mati.
Metode pengelolaan agen pengendali biologi terhadap serangga hama meliputi :
1. Introduksi, yakni upaya mendatangkan musuh alami dari luar (exotic) ke wilayah yang baru (ada barier ekologi).
2. Konservasi, yakni upaya pelestarian keberadaan musuh alami di suatu wilayah dengan antara lain melalui pengelolaan habitat.
3. Augmentasi, parasit dan predator lokal yang telah ada diperbanyak secara massal pada kondisi yang terkontrol di laboratorium sehingga jumlah agensia sangat banyak, sehingga dapat dilepas ke lapangan dalam bentuk pelepasan inundative.
D. PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN
Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap serangan hama.
Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Toleransi
Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan hama yang menyerang pada suatu saat.
2. Antibiosis
Tanaman-tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis. Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga. Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis serangga tertentu.
3. Non prefens
Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga untuk memakan atau meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah memanfaatkan varietas tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada tanaman padi, pengendalian terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian terhadap Empoasca pada tanaman kapas.
E. PENGENDALIAN HAMA DENGAN PENGATURAN CARA BERCOCOK TANAM
Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang belerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu.
Sebagai contoh dalam pengendalian hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) diatur pola tanamnya, yakni setelah padi-padi, pada periode berikutnya supaya diganti dengan palawija. Cara ini dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya populasi wereng. Cara di atas dapat pula diterapkan pada hama lain, khususnya yang memiliki inang spesifik. Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur pola tanam adalah dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru. Cara-cara pengaturan pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian wereng coklat adalah :
a. Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan selisih waktu maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu, atau dengan kata lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga lebih mudah memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan dapat dilakukan serentak pada areal yang luas.
b. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP dengan umur tanaman relatif sama.
c. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang berpengairan baik, para petani pada ummnya akan menanam padi-padi sepanjang tahun. Kalau pola demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada pengendalian ini diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua berbeda, dengan demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru.

F. PENGENDALIAN HAMA DENGAN SANITASI DAN ERADIKASI
Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak-semak, gulam dan lain-lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya terbatas di sawah yang ada tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula membersihkan semak-semak atau turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama tertentu.
Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama wereng coklat adalah :
a. Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso. Pada daerah serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1-2 bulan atau mengganti dengan tanaman selain padi.
b. Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan sebagai berikut :
1). Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif yang terserang virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %.
2). Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia vegetatif dengan intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %.
Cara melakukan eradikasi adalah dengan membabat tanaman yang terserang hama, kemudian membakar atau membenamkan ke dalam tanah.

G. PENGENDALIAN KIMIA
Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah diuarikan lebih dahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman.
Kelompok utama pestisida yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama dengan tunggau adalah insektisida, akarisida dan fumigan, sedang jenis pestisida yang lain diberi nama masing-masing sesuai dengan hama sasarannya. Dengan demikian penggolongan pestisida berdasar jasad sasaran dibagi menjadi :
a. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop 50 EC dan lain-lain.
b. Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa cacing-cacing parasit yang biasa menyerang akar tanaman. Contoh : Furadan 3 G.
c. Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang-binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain-lain.
d. Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulam (tanaman pengganggu). Contoh : Ronstar ODS 5/5 Saturn D.
e. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad yang berupa cendawan (jamur). Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene MX 2000.
f. Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC.
g. Bakterisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin-5-oksida (Staplex 10 WP).

Insektisida dapat pula dibagi menurut jenis aktivitasnya. Kebanyakan insektisida bersifat racun bilamana bersentuhan langsung atau tertelan serangga. Namun ada pula jenis lain yang bersifat sebagai repelen (jenis ini digunakan untuk mencegah serangga yang akan menyerang tanaman), atraktan (bahan yang dapat menarik serangga, dengan demikian serangga yang terkumpul akan lebih mudah terbunuh), anti feedan (senyawa ini dapat menghindarkan dari serangan suatu serangga) dan khemosterilan (yang dapat menyebabkan kemandulan bagi serangga yang terkena).
Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi :
1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat RMB.
2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain-lain.
Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut
Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah besar.
Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :
a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun, bulu-bulu/rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan-bahan makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat mati.
b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.
c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.
d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.
2. Racun kontak
Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempat-tempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi peracunan.
Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :
a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin, rotenon, pirethrum.
b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat organik.
c. Minyak dan sabun.
d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.
3. Racun pernafasan
Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ-organ pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida.
4. Racun Syaraf
Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl).
5. Racun Protoplasmik
Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan logam-logam berat (air raksa dan tembaga).
6. Racun penghambat khitin
Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat.
8. Racun sistemik
Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun.

Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran (dosis dan konsentrasi). Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air.
Untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat serta memperoleh efektifitas pengendalian yang tinggi maka oleh perusahaan pestisida, satu bahan aktif dibuat dalam bermacam-macam formulasi.
Tujuan dari formulasi ini adalah :
1. Mempermudah penyimpanan.
2. Mempermudah penggunaan.
3. Mengurangi daya racun yang berlebihan.
Pestisida terbuat dari campuran antara dua bahan, yaitu bahan aktif (bahan pestisida yang mempunyai daya racun) dan bahan pembawa/inert (bahan pencampur yang tidak mempunyai daya racun).
Macam-macam formulasi yang banyak dibuat oleh perusahaan pembuat pestisida adalah :
1. Formulasi dalam bentuk cairan
a. Cairan yang diemulsikan.
Biasanya ditandai dengan kode EC (Emulsifeable Concentrate) yaitu cairan yang diemulsikan. Pestisida ini dalam bentuk asli berwarna bening setelah dicampur air akan membentuk emulsi yang berwarna putih susu. Contoh : Dharmabas 50 EC, Bassa 50 EC dan lain-lain.
b. Cairan yang dapat dilarutkan.
Formulasi ini biasanya ditandai dengan kode WSC atau SCW yaitu kependekan dari Soluble Concentrated in Water. Pestisida ini bila dilarutkan dalam air tidak terjadi perubahan warna (tidak membentuk emulsi sehingga cairan tersebut tetap bening). Contoh : Azodrin 15 WSC.
2. Bentuk Padat
a. Berupa tepung yang dapat dilarutkan, dengan kode SP (Soluble Powder). Penggunaannya disemprotkan dengan sprayer. Contoh : Sevin 85 SP.
b. Berupa tepung yang dapat dibasahi dengan merek dagang WP (Weatable Powder). Pestisida ini disemprotkan dengan dicampur air. Karena sifatnya tidak larut sempurna, maka selama menyemprot seharusnya disertai dengan pengadukan secara terus-menerus.Contoh: Aplaud 10 WP.
c. Berupa butiran dengan kode G (Granulair). Aplikasi pestisida ini adalah dengan menaburkan atau membenamkan dekat. Contoh : Furadan 3 G, Dharmafur 3 G.
d. Campuran umpan (bait). Pestisida ini dicampur dengan bahan makanan yang disukai hama, kemudian diumpankan. Contoh : Klerat RMB.


RANGKUMAN
Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.
Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang lain.
Beberapa taktik pengendalian hama yang dikenal meliputi : taktik pengendalian secara mekanis, fisis, hayati, dengan varietas tahan, mengatur pola tanam, sanitasi dan eradikasi, dan cara kimiawi.

BAB III
PENYAKIT TANAMAN

I. DEFINISI ATAU ISTILAH
Tanaman yang merupakan tumbuhan yang diusahakan dan diambil manfaatnya, dapat ditinjau dari dua sudut (pandangan) :
1. Sudut BIOLOGI yang berarti organisme yang melakukan kegiatan fisiologis seperti tumbuh, berpihak dan lain-lain.
2. Sudut EKONOMI yang berarti penghasil bahan yang berguna bagi manusia seperti buah, biji, bunga, daun, batang dan lain-lain.
Sedang penyakit sendiri sebenarnya berarti proses di mana bagian-bagian tertentu dari tanaman tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Patogen atau penyebab penyakit dapat berupa organisme, yang tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme yang biasa disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi : parasit dan saprofit
Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana inokulum atau penular itu berasal dan sesuai dengan urutan penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer, sumber penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya.
Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa yaitu :
1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya.
2. Penetrasi dalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inangnya.
1. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya.
2. Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman inang. Akibatnya adanya infeksi dan invasi akan timbul gejala, yang kadang-kadang merupakan rangkaian yang disebut syndrom. Pada gejala itu sering kita jumpai adanya tanda, misalnya tubuh buah atau konidi. Sehubungan dengan peristiwa-peristiwa di atas terjadilah :
3. Periode (masa) inkubasi yaitu waktu antara permulaan infeksi dengan timbulnya gejala yang pertama. Namun demikian di dalam praktek sering dihitung mulai dari inokulasi sampai terbentuknya sporulasi pada gejala pertama tersebut hingga waktunya menjadi jauh lebih panjang.
4. Periode (masa) infeksi adalah waktu antara permulaan infeksi sampai reaksi tanaman yang terakhir, untuk inipun biasanya dihitung mulai saat inokulasi.
Siklus atau daur penyakit adalah rangkaian kejadian selama perkembangan penyakit. Di samping itu ada yang disebut siklus hidup patogen yaitu perkembangan patogen dari suatu stadium kembali ke stadium yang sama. Siklus ini biasanya dapat dibedakan menajdi :
1. Stadium Patogenesis adalah stadium patogen di mana berhubungan dengan jaringan hidup tanaman inangnya.
1. Stadium Saprogenesis adalah stadium patogen di mana tidak berhubungan dengan jaringan hidup tanaman inangnya .
Berdasarkan kondisi sel yang dipakai sebagai sumber makanannya maka parasit atau patogen dapat dibedakan menjadi :
1. Patofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang masih hidup.
2. Pertofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang dibunuhnya lebih dahulu.
Faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya tanaman diserang oleh patogen, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Predisposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikan kerentanan atau penurunan ketahanan itu berupa faktor luar seperti suhu, kelembaban dan lain-lain.
2. Disposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikkan kerentanan itu berasal dari dalam artinya bersifat genetis atau bawaan.
Berdasarkan ekspresinya penyakit dapat dibedakan menjadi :
1. Endemi (Enfitosis) yaitu penyakit yang selalu timbul dan menyebabkan kerugian yang cukup berarti.
2. Epidemi (Epifitosis) yaitu penyakit yang timbulnya secara berkala dan menimbulkan kerugian yang cukup berarti.
3. Sporadis yaitu penyakit yang timbulnya tidak menentu dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti.
Tanggapan tanaman inang terhadap patogen dapat merupakan sifat dari tanaman inang tersebut dan dapat dibedakan menjadi :
1. Tahan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut tidak dapat diserang oleh patogen.
2. Rentan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut dapat diserang oleh patogen, jadi merupakan lawan dari tahan.
3. Toleran apabila dalam keadaan biasa dapat menyesuaikan diri dengan patogen yang berada dalam jaringan tubuhnya sehingga tidak mempengaruhi kemampuan produksinya.
Bentuk yang ekstrem dari ketahanan tersebut disebut Kekebalan sedang bentuk ekstrem dari toleran disebut Inapparency, artinya dalam keadaan yang bagaimanapun juga tetap memiliki sifat tersebut.
ARTI PENYAKIT TUMBUHAN BAGI MASYARAKAT
Pada tahun seribuan di Eropa timbul penyakit pada manusia yang banyak menyebabkan kematian. Penyakit itu disebut Ergotisme. Penyakit ini ternyata disebabkan karena penderita memakan roti yang terbuat dari tepung rogge atau rye (Secale coreale), yang terserang oleh jamur Clavicopes purpurea. Jamur ini menghasilkan racun pada tepung yang tidak rusak meskipun sudah dimasak menjadi roti, hingga masih tetap menyebabkan kematian bagi manusia yang memakannya.
Pada tahun 1845 timbul penyakit pada kentang yang disebut bercak daun (late blight) yang disebabkan oleh jamur Phytophtora infestans di Eropa dan Amerika. Penyakit ini di Irlandia selama tahun 1845-1860 menyebabkan bahaya kelaparan dan kematian sebanyak satu juta penduduk yang meliputi 1/8 dari seluruh jumlah penduduk negara tersebut sedang yang 1,5 juta terpaksa mengadakan emigrasi ke negara lain.
Pada tahun 1880 timbul penyakit pada kopi yang disebut penyakit karat daun disebabkan oleh jamur Homileia vastatrix. Jamur ini memusnahkan kopi jenis Arabica yang juga dikenal sebagai kopi Jawa. Untuk mengatasi penyakit ini perkebunan kopi di Philipina diganti menjadi kebun kelapa sedang di Srilangka diganti menjadi perkebunan teh. Di Indonesia perkebunan kopi tetap dipertahankan, sebagai ganti jenis Arabica mula-mula ditanam kopi Liberica, tetapi jenis ini hancur juga lalu diganti dengan jenis Robusta. Jenis yang terakhir ini meskipun mutu bijinya lebih rendah tapi produksinya lebih tinggi sehingga nilai ekonominya hampir sama saja. Sekarang ini jenis kopi Arabica hanya terdapat di daerah yang tinggi saja seperti di Ijen dan Toraja. Sekarang dicoba menanam hibrida antara kopi Arabica dengan Robusta untuk menaikkan mutu biji dan mempertahankan produksi, yang disebut kopi jenis Arabusta. Tetapi usaha ini banyak mengalami kesukaran.
Pada permulaan abad 19 timbul penyakit pada tebu yang disebut penyakit sereh oleh virus Nanus sachori. Sebelum dapat diketahui dengan pasti patogen ini sempat menjadi teka-teki antara penyakit fisiologis dan penyakit parasiter. Penyakit ini pertama-tama diatasi dengan menanam bibit yang berasal dari pegunungan yang dikenal dengan tebu import. Tetapi cara ini banyak mengalami kesukaran hingga perkebunan tebu hampir saja gulung tikar. Untuk mengatasi bahaya yang gawat ini pemerintah mendirikan tiga kali balai penelitian tebu, yang akhirnya balai penelitian yang ada di Pasuruan menemukan jenis tanah yang terkenal dengan nama POJ (Proefstation Ost Java). POJ ini merupakan hasil persilangan antara tebu (Sacharum offisinarum) dengan glagah (Sacharum spontaneum). Hibrida inilah yang menyelamatkan perkebunan tebu itu.
Pada tahun 1850-an timbul penyakit pada padi yang disebut penyakit mentek yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini menyerang ribuan hektar sawah dan menimbulkan kerugian ribuan ton, tetapi akhirnya ditemukan jenis yang tahan. Penyakit tersebut sekarang diduga sama dengan penyakit tungro yang disebabkan oleh virus.
Pada abad terakhir ini timbul penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang disebabkan oleh makhluk semacam bakteri. Penyakit ini sangat merugikan karena selain memperkecil ukuran buah jeruk juga mengurangi jumlahnya, bahkan akhirnya dapat mematikan tanaman jeruk. Penyakit ini belum dapat diatasi dengan cara apapun. Salah satu usaha untuk memperpanjang umur ekonomi adalah dengan cara infus menggunakan antibiotika Oxy tetracicline, sebab cara eradikasi tidak dapat dilaksanakan di Indonesia ini.
Beberapa tahun terakhir ini timbul penyakit cacar daun cengkeh (CDC) yang disebabkan oleh jamur Phylosticta sp. Di Lampung meskipun baru beberapa tahun boleh dikata hampir memusnahkan perkebunan cengkeh di sana. Dalam tahun 1982/1983 saja di propinsi tersebut menghabiskan biaya pengendalian sebesar 9 milyar rupiah. Penyakit ini sudah terdapat di propinsi-propinsi yang lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan lain-lain.

RANGKUMAN.
Ilmu Penyakit Tumbuhan adalh ilmu yang mempelajari kerusakan yang disebabkan oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti Tumbuhan Tinggi Parastis, Ganggang, Jamur, bakteri, Mikoplasma dan Virus. Kerusakan ini dapat terjadi baik di lapangan maupun setelah panen.
Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi, demikian juga penyakit tanamannya. Di samping itu untuk mempelajari Ilmu Penyakit Tumbuhan perlu diketahui beberapa istilah dan definisi yang penting.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan oleh karena hilangnya hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian tersebut.
2. GEJALA PENYAKIT TUMBUHAN
Di dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan (Fitopatologi) sebelum seseorang melangkah lebih lanjut untuk menelaah suatu penyakit secara mendalam, terlebih dahulu harus bisa mengetahui tumbuhan yang dihadapi sehat ataukah sakit. Untuk keperluan diagnosis, maka pengertian tentang tanda dan gejala perlu diketahui dengan baik.
Gejala dapat setempat (lesional)atau meluas (habital, sistemik). Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer terjadi pada bagian yang terserang oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder adalah gejala yang terjadi di tempat lain dari tanaman sebagai akibat dari kerusakan pada bagian yang menunjukkan gejala primer.
Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel, gejala dapat dibagi menjadi tiga tipe pokok yaitu :
a. Gejala-gejala Nekrotis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena adanya kerusakan pada sel atau matinya sel.
b. Gejala-gejala Hypoplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena terhambatnya atau terhentinya pertumbuhan sel (underdevelopment).
c. Gejala-gejala Hyperplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena pertumbuhan sel yang melebihi biasa (overdevelopment).
A. Tipe Nekrotis meliputi :
1. Hidrosis : sebelum sel-sel mati biasanya bagian tersebut terlebih dahulu tampak kebasah-basahan. Hal ini karena air sel keluar dari ruang sel masuk ke dalam ruang antar sel.
2. Klorosis : rusaknya kloroplast menyebabkan menguningnya bagian-bagian tumbuhan yang lazimnya berwarna hijau.
3. Nekrosis : bila sekumpulan sel yang terbatas pada jaringan tertentu mati, sehingga terlihat adanya bercak-bercak atau noda-noda yang berwarna coklat atau hitam. Bentuk bercak ada yang bulat, memanjang, bersudut dan ada yang tidak teratur bentuknya.
4. Perforasi (shot-hole) atau bercak berlobang : terbentuknya lubang-lubang karena runtuhnya sel-sel yang telah mati pada pusat bercak nekrotis.
5. Busuk : gejala ini sebenarnya sama dengan gejala nekrosis tetapi lazimnya istilah busuk ini digunakan untuk jaringan tumbuhan yang tebal. Berdasarkan keadaan jaringan yang membusuk, dikenal istilah busuk basah (soft rot) dan busuk kering (dry rot). Bila pada jaringan yang membusuk menjadi berair atau mengandung cairan disebut busuk basah, sebaliknya bila bagian tersebut menjadi kering disebut busuk kering.
6. Damping off atau patah rebah : rebahnya tumbuhan yang masih muda (semai) karena pembusukan pangkal batang yang berlangsung ssangat cepat. Dibedakan menjadi dua yaitu :
- Pre Emergen Damping off : bila pembusukan terjadi sebelum semai muncul di atas permukaan tanah.
- Post Emergen Damping off : bila pembususkan terjadi setelah semai muncul di atas permukaan tanah.
7. Eksudasi atau perdarahan : terjadinya pengeluaran cairan dari suatu tumbuhan karena penyakit. Berdasarkan cairan yang dikeluarkan dikenal beberapa istilah yaitu :
- Gumosis : pengeluaran gom (blendok) dari dalam tumbuhan.
- Latexosis : pengeluaran latex (getah) dari dalam tumbuhan.
- Resinosis : pengeluaran resin (damar) dari dalam tumbuhan.
8. Kanker : terjadinya kematian jaringan kulit tumbuhan yang berkayu misalnya akar, batang dan cabang. Selanjutnya jaringan kulit yang mati tersebut mengering, berbatas tegas, mengendap dan pecah-pecah dan akhirnya bagian itu runtuh sehingga terlihat bagian kayunya.
9. Layu : hilangnya turgot pada bagian daun atau tunas sehingga bagian tersebut menjadi layu.
10. Mati Ujung : kematian ranting atau cabang yang dimulai dari ujung dan meluas ke batang.
11. Terbakar : mati dan mengeringnya bagian tumbuhan tertentu laximnya daun, yang disebabkan oleh patogen abiotik. Gejala ini terjadi secara mendadak.

B. TIPE HIPOPASTIS meliputi
1. Etiolasi : tumbuhan menjadi pucat, tumbuh memanjang dan mempunyai daun-daun yang sempit karena mengalami kekurangan cahaya.
2. Kerdil (atrophy) : gejala habital yang disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan sehingga ukurannya menjadi lebih kecil daripada biasanya.
3. Klorosis : terjadinya penghambatan pembentukan klorofil sehingga bagian yang seharusnya berwarna hijau menjadi berwarna kuning atau pucat. Bila pada daun hanya bagian sekitar tulang daun yang berwarna hijaumaka disebut voin banding. Sebaliknnya jika bagian-bagian daun di sekitar tulang daun yang menguning disebut voin clearing.
4. Perubahan simetri : hambatan pertumbuhan pada bagian tertentu yang tidak disertai dengan hambatan pada bagian di depannya, sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan bentuk.
5. Roset : hambatan pertumbuhan ruas-ruas (internodia) batang tetapi pembentukan daun-daunnya tidak terhambat, sebagai akibatnya daun-daun berdesak-desakan membentuk suatu karangan.
C. TIPE HIPERPLASTIS meliputi
1. Erinosa : terbentuknya banyak trikom (trichomata) yang luar biasa sehingga pada permukaan alat itu (biasanya daun) terdapat bagian yang seperti beledu.
2. Fasiasi (Fasciasi, Fasciation) : suatu organ yang seharusnya bulat dan lurus berubah menjadi pipih, lebar dan membelok, bahkan ada yang membentuk seperti spiral.
3. Intumesensia (intumesoensia) : sekumpulan sel pada daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehingga bagian itu nampak membengkak, karena itu gejala ini disebut gejala busung (cedema).
4. Kudis (scab) : bercak atau noda kasar, terbatas dan agak menonjol. Kadang-kadang pecah-pecah. Di bagian tersebut terdapat sel-sel yang berubah menjadi sel-sel gabus. Gejala ini dapat dijumpai pada daun, batang, buah atau umbi.
5. Menggulung atau mengeriting : gejala ini disebabkan karena pertumbuhan yang tidak seimbang dari bagian-bagian daun. Gejala menggulung terjadi apabila salah satu sisi pertumbuhannya selalu lebih cepat dari yang lain, sedang gejala mengeriting terjadi apabila sisi yang pertumbuhannya lebih cepat bergantian.
6. Pembentukan alat yang luar biasa :
a. Antolisis (antholysis) : perubahan dari bunga menjadi daun-daun kecil.
b. Enasi : pembentukan anak daun yang sangat kecil pada sisi bawah tulang daun.
7. Perubahan Warna : perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang bukan klorosis yang terjadi pada suatu organ (alat tanam).
8. Prolepsis : berkembangnya tunas-tunas tidur atau istirahat (dormant) yang berada dekat di bawah bagian yang sakit, berkembang menjadi ranting-ranting segar yang tumbuh vertikal dengan cepat yang juga dikenal dengan tunas air.
9. Rontoknya alat-alat : rontoknya daun, bunga atau buah yang terjadi sebelum waktunya dan dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya. Rontoknya alat tersebut karena terbentuknya lapisan pemisah (abcission layar) yang terdiri dari sel-sel yang berbentuk bulat dan satu sama lain terlepas.
10. Sapu (witches broom) : berkembangnya tunas-tunas ketiak atau samping yang biasanya tidur (latent) menjadi seberkas ranting-ranting rapat. Gejala ini umumnya disertai dengan terhambatnya perkembangan ruas-ruas (internodia) batang, daun pada tunas baru.
11. Sesidia (cecidia) atau tumor : pembenkakan setempat pada jaringan tumbuhan sehingga terbentuk bintil-bintil atau bisul-bisul. Bintil ini dapat terdiri dari jaringan tanaman dengan atau tanpa koloni patogennya.
Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi :
a. Fitosesidia (phytocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia tumbuhan.
b. Zoosesidia (zoocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia hewan atau binatang.

RANGKUMAN
Pada umumnya tanaman yang sakit akan menunjukkan gejala yang khusus. Gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan itu sendiri sebagai akibat adanya serangan suatu penyebab penyakit. Seringkali beberapa penyebab penyakit menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan memperhatikan gejala saja, tidak dapat ditentukan diagnosis dengan tepat. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya tanda (sign) dari penyebab penyakitnya.
Gejala dalam garis besarnya dapat dibedakan menjadi tiga tipe gejala pokok, yaitu gejala-gejala nekrotik, hyperplastik dan hiplastik. Dari masing-masing tipe gejala pokok ini dapat dibedakan menjadi gejala-gejala yang lebih khusus lagi.

3. PENYEBAB PENYAKIT
Penyebab penyakit (pathogen) tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok biotik atau organis yang biasa disebut parasit dan kelompok abiotik atau anorganik yang biasa disebut fisiopat. Parasit yang paling penting adalah tumbuhan tingkat tinggi, jamur, virus dan nematoda, sedang fisiopat ada yang berasal dari dalam tumbuhan sendiri dan ada yang datangnya dari luar tanaman.
A. Tumbuhan Tinggi Parasitik
Tumbuhan tinggi parasitik dapat dibedakan menjadi dua golongan :
1. Tumbuhan Setengah Parasitik dan
2. Tumbuhan Parasitik Sejati.
B. Jamur
Jamur adalah jenis tumbuhan yang tumbuhnya berupa thallus (belum ada defferensiasi menjadi akar, batang dan daun), tidak berklorofil dan mempunyai inti sejati. Kedua sifat terakhir untuk membedakan dengan Gangang dan Bakteri.
Bagian vegetatif jamur berupa benang-benang halus tumbuh memanjang bercabang-cabang, bersekat atau tidak disebut hifa (hyphae), kumpulan dari hifa-hifa ini disebut miselium (micelium). Berdasarkan ada tidaknya sekat, hifa dibedakan menjadi coenocytis (yang tidak bersekat) dan celluler (yang bersekat).
Miselium dapat membentuk berkas memanjang dan mempunyai lapisan luar yang liat dan keras. Berkas semacam ini disebut rhizomorf. Ada pula jamur yang membentuk alat untuk beristirahat atau bertahan disebut sclerotium, yaitu suatu massa hifa yang rapat/padat, sel-selnya memendek dan membesar serta berisi banyak cairan.
PERKEMBANGBIAKAN
Jamur dapat berkembang biak secara asexual maupun sexual. Pembiakan asexual : pada Phycomycetes pembiakan asexual dengan pembentukan sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam kantong yang disebut sporangium. Sporangiospora yang dapat bergerak disebut spora kembara (zoospora) sedang yang tidak dapat bergerak disebut aplanospora. Pada golongan yang lebih tinggi dengan membentuk konidi yaitu spora yang dibentuk dengan fragmentasi dari ujung hifa. Ujung hifa disebut conidiophor (penduduk konidi). Conidiophor ini dapat tersebar, bebas satu sama lain, tetapi ada juga yang terdapat di dalam tubuh buah tertentu. Bentuk tubuh buah ini bermacam-macam, diantaranya :
- Pycnidium : tubuh buah yang berbentuk bulat/botol, yang mempunyai lubang untuk keluarnya konidi, yang disebut ostiole.
- Acervulus : tubuh buah yang bentuknya seperti cawan..
- Sporodochium : tubuh buah yang bentuknya seperti acervulus, tetapi stroma dasarnya menonjol keluar.
- Coremium : tubuh buah yang seperti sporodochium tetapi tangkai konidinya membentuk suatu berkas yang panjang.
Pembiakan sexual : pada kelas Phycomycetes, pembiakan sexual berlangsung dengan persatuan antara dua gamet yang sama baik ukuran maupun sifat morfologinya. Proses persatuan ini disebut Isogami, sedang gametnya disebut Isogamet. Pada kelas yang lebih tinggi tingkatannya terjadi persatuan antara dua gamet yang berbeda ukuran dan sifat morfologinya. Proses perstuannya disebut Anisogami atau Heterogami, sedang gametnya disebut anisogamet atau heterogamet.
Gamet yang kecil dianggap sebagai jantan disebut antheridium, sedang yang besar dianggap sebagai gamet betina disebut oosphere yang dibentuk di dalam oogonium. Antheridium dapat melekat di samping oogonium disebut paragynus, atau melekat pada pangkal oogonium disebut amphigynus. Pembiakan sexual pada Ascomycetes terjadi dengan persatuan dua inti (kariogami) yang berbeda jenisnya di dalam tubuh buah yang disebut ascoma (ascocarp). Hasil dari persatuan ini akan terbentuk ascus dan dari ascus ini akan dibentuk ascospora yang pada umumnya berjumlah delapan. Seperti halnya dengan konidi, ascus letaknya dapat tersebar tetapi dapat pula terkumpul dalam tubuh buah tertentu, misalnya.
- Apothecium : tubuh buah yang berbentuk cawan/pinggan yang terbuka, ascus terletak pada permukaannya.
- Perithecium : tubuh buah berbentuk bulat/botol dan pada ujungnya mempunyai lubang (ostiole) untuk keluarnya spora.
- Cleistothecium : tubuh buah berbentuk bulat/botol tapi tidak mempunyai ostiole.
Pada kelas Basidiomycetes pembiakan sexual terjadi dengan pembentukan basidiospora yang berasal dari persatuan dua inti (kariogami) yang berbeda jenis, kemudian mengadakan pembelahan secara meiosis. Basidiospora dibentuk di luar basidium dan mempunyai tangkai yang disebut strigma. Pada umumnya setiap basidium membentuk 4 basidiospora. Hymenium yang membentuk basidium biasanya terdapat dalam tubuh buah yang dapat berbentuk payung, bola, rak, gada dan lain-lain.
TAXONOMI
Jamur dibagi menjadi empat kelas yaitu :
Phycomycetes : jamur yang hifanya tidak bersekat, berbentuk tabung yang berisi plasma dengan banyak inti.
Ascomycetes : jamur yang hifanya bersekat dan mengadakan pembiakan sexual dengan membentuk ascus yang menghasilkan ascospora.
Basidiomycetes : jamur yang hifanya bersekat dan mengadakan pembiakan sexual dengan membentuk basidium yang menghasilkan basidiospora.
Deuteromycetes (Fungsi Imperfecti) : jamur yang hifanya bersekat dan hanya berkembang biak secara asexual saja.
Kelas Phycomycetes : dari kelas ini ada tiga ordo yang penting yaitu ordo Chytridiales, ordo Peronosporales dan ordo Mucorales.
Ordo Chytridiales adalah ordo yang hifanya tidak berkembang sempurna. Salah satu anggotanya yang penting adalah Synchytrium endobioticum, penyebab penyakit kutil (wart) pada kentang.
Ordo Peronosporales adalah ordo yang hifanya berkembang sempurna dan perkembangbiakan asexual dengan cospora. Ordo ini mempunyai dua familia yaitu Pythiacae dan Peronosporacae. Familia Pythiacae percabangan konififornya aympodial dan tidak berbeda dengan hifa somatisnya. Famili ini mempunyai dua genus yaitu Pythium, yang mempunyai sporangium bulat. Pada perkecambahan secara tidak langsung protoplast sporangium keluar dan membentuk gelembung (vesicle) selanjutnya mengalami deferenciasi membentuk zoospora di luar sporangium. Genus kedua adalah Phytopthora, yang sporangiumnya berbentuk bulat telur, pada perkecambahan secara tidak langsung protoplast sporangium mengalami deferenciasi di dalam sporangium dan membentuk zoospora yang keluar melalui lubang yang disebut papillum yang terdapat pada ujung sporangium. Genus ini merupakan genus yang sangat penting karena anggotanya banyak yang menjadi penyebab penyakit yang terpenting pada berbagai komoditi, seperti P. infestans, P. nicotianse, P. parasitica, P. palmivora dan lain-lain. Familia Peronospora menimbulkan penyakit yang dikenal dengan downy mildew (tepung palsu). Konidiofor mempunyai percabangan monopodial dan jelas berbeda dengan hifa somatis. Familia ini mempunyai beberapa genus antara lain Soleospora yang anggotanya S. maydis, S. philippinensis; Plasmopora yang anggotanya P. viticola; Peronospora yang anggotanya P. tabacina penyebab penyakit jamur biru (blue mold) pada tembakau di Amerika.
Ordo Mucorales mempunyai hifa yang berkembang sempurna dan perkembangbiakannya dengan zygospora. Familianya adalah Mucoracae, kurang penting bagi penyebab penyakit pada tanaman hidup di lapangan, tetapi sangat penting bagi penyebab penyakit lepas panen atau di dalam industri. Genus yang penting, Rhizopus mempunyai rhizoid pada pangkal konidiofornya dan sangat penting dalam pembuatan tempe. Sedang Mucor tidak mempunyai rhizoid pada pangkal konidiofornya dan sangat penting dalam pembuatan tape.
Kelas Ascomycetes : dibagi menjadi dua kelas berdasarkan ada tidaknya ascoma, yaitu sub kelas Protoascomycetes (Hemiascomycetidae) yang tidak mempunyai ascoma dan Euascomycetes yang mempunyai ascoma.
Sub kelas Protoascomycetes tidak penting dari segi penyakit tumbuhan, tetapi salah satu anggotanya yaitu Sacoharomycetes penting dalam industri pembuatan alkohol.
Sub kelas Euascomycetes dibagi menjadi tiga seri berdasarkan macam ascomanya yaitu seri Plectomycetes yang ascomanya Cleistothecium, seri Pyrenomycetes yang ascomanya Perithecium dan seri Discomycetes yang ascomanya Apothecium.
Seri Plectomycetes dibagi menjadi tiga ordo yaitu Erysiphales yang hifa dan konidinya hialin, ordo Myriangiales yang hifa dan konidinya berwarna kelam dan ordo Aspergillales yang hifa dan konidinya dapat berwarna kelam maupun hialin.
Anggota Erysiphales yang penting adalah Oidium, misalnya O. tabaci, O. heveae dan O. citri. Anggota Myriangiales misalnya Parodiella spegasinli sedang anggota dari Aspergillales adalah genus Aspergillus yang mempunyai columella dan genus Penicillium yang tidak mempunyai columella (gelembung). Kedua genus ini sangat penting untuk penyakit lepas panen dan beberapa di antaranya dapat mengeluarkan racun (toxin) yang berbahaya bagi konsumen substratnya. Seri Pyrenomycetes mempunyai tiga ordo yaitu Sphaeriales yang anggotanya banyak yang menjadi penyebab penyakit akar misalnya Rosellinia arcuate, Rosellinia bunodes ; ordo Hypocreales yang sebagian besar hifanya berubah menjadi klamidospora misalnya Ustilaginoidea virens; ordo Dothideales yang salah satu anggotanya menjadi penyebab penyakit pada karet yang sangat membahayakan yaitu Dothidella ulei.
Kelas Basidiomycetes : dibagi menjadi dua sub kelas berdasarkan ada tidaknya sekat di dalam basidia yaitu sub kelas Homobasidiomycetidae atau Holobasidiomycetidae yang basidianya tidak bersekat dan sub kelas Heterobasidiomycetidae atau Hemibasidiomycetidae yang basidianya bersekat.
Sub kelas Hemibasidomycetidae dibagi menjadi tiga ordo yaitu ordo Ustilaginales atau jamur api karena menyebabkan penyakit yang gejalanya gosong dengan miselium di dalam jaringan setelah tua akan berubah menjadi klamidospora; ordo Uredinales atau jamur karat karena gejala penyakit yang ditimbulkannya berwarna seperti karat (merah orange); ordo Auriculales yang mempunyai basidia dan sterigma yang panjang, umumnya hidup secara saprofitis hingga kuran penting bagi segi penyakit tumbuhan.
Ordo Ustilaginales berdasarkan letak sporidia (basidiospora) pada basidia (promiselia) dibagi menjadi dua famili, yaitu Ustilaginaceae yang sporidianya terletak pada sisi lateral promiselianya misalnya Ustilago maudis, U. sacohari dan familia Tilletiaceae yang sporidianya terletak pada ujung terminal dari promiselianya misalnya Tilletia horrida.
Ordo Uridinales merupakan kelompok jamur yang penting karena banyak menjadi penyebab penyakit terpenting pada bermacam-macam tanaman dengan ciri-ciri :
1. Miselliumnya mengandung tetes-tetes minyak yang berwarna kuning,
2. dalam daur hidupnya yang lengkap mempunyai lima macam spora,
3. berupa parasit obligat yang tumbuhnya intercelluler dan mengambil makanannya dengan haustoria,
4. Teliospora bila berkecambah membentuk promiselia.
Macam-macam spora yang terdapat dalam daur hidup yang lengkap :
Tanda Tubuh Buah Spora Tingkat
O Pycnia/Spermogonia Pycniospora/Spermatina Cluster
I Aecia/Aecidia Aeciospora/Aecidiospora Cluster
II Uredinia/Uredosori Urediospora/Uredospora Red rust
III Telia/Teleutosori Teliospora/Teleutospora Black rust
IV Promoselia Sporodia/Basidiospora --

Dua genus dari ordo Uredinales yang sangat penting di Indonesia adalah Puccinia yang menimbulkan banyak penyakit penting misalnya P. graminis, P. polysora, P. arachidis dan genus Hemilela yang uredosporanya menyerupai segmen jeruk, bagian yang cekung halus dan bagian yang cembung kasar misalnya H. vastatrix.
Ordo Auricularies, salah satu anggotanya yang terkenal adalah jamur kuping atau Auricularia auriculariales yang bentuk tubuh buahnya seperti telinga berwarna coklat atau kehitaman dan enak dimakan, yang di daerah Surakarta merupakan salah satu ciri dari suatu makanan khas yaitu timlo.
Sub kelas Holobasidiomycetidae yang hanya mempunyai satu sari penting yaitu Humenomycetes dengan beberapa familia pentingnya, yaitu : Corticiaceae yang tubuh buahnya resupinat artinya melekat pada substratnya, salah satu anggotanya Corticium salmonicolor atau jamur upas; Exobasidiceae yang tubuh buahnya dibentuk di bawah epidermis dan bila spora masak menekan epidermis hingga pecah, salah satu anggotanya adalah Exobasidium vexans penyebab penyakit cacar daun teh (blister blight) terutama di tempat-tempat yang sangat lembab; Polyporaceas yang tubuh buahnya mempunyai banyak pori-pori dan dapat beumue sangat panjang, misalnya Ganoderma pseudofereum yang menjadi penyebab penyakit akar merah anggur pada bebrapa tanaman juga Poria hypolateritia yang menjadi penyebab penyakit akar merah bata dan Fomes lignosis penyakit akar putih yang banyak menimbulkan masalah pada perkebunan karet; Agaricaceae umumnya hidup saprofitis meskipun ada juga yang parasitis misalnya Armillaria mellea yang merupakan penyebab penyakit akar dan kanker belah pada batang, Volvariella volvacea yang merupakan jamur yang enak dimakan dengan nama daerah jamur merang atau straw mushroom dan paling banyak diusahakan di beberapa negara tropik; Hydnaceae yang paling kurang penting dibanding dengan familia yang lain, salah satu anggotanya Hericium coralloides yang banyak terdapat pada tonggak kayu-kayuan. Kelas Deuteromycetes atau Fungsi Imperfecti : kelompok jamur ini dianggap tidak sempurna (imperfect) karena tidak berkembang biak secara sexual atau mungkin belum dijumpai perkembangbiakan sexualnya. Apabila kelak di kemudian hari dijumpai perkembangbiakan sexualnya maka dipindahkan ke kelas yang sesuai, sebagai contoh Cercospora diubah menjadi Mycosphaerelia masuk ke kelas Ascomycetes juga Oidium diubah menjadi Erysiphe.
Kelas ini dibagi menjadi empat ordo berdasarkan ada tidaknya tubuh buah dan konidia, yaitu ordo Phomales yang tubuh buahnya piknidium, ordo Melanconiales yang tubuh buahnya acervulus, ordo Moniliales yang tidak punya tubuh buah dan ordo Mycelia Sterilia yang tidak membentuk konidia.
Khusus untuk jamur ini pembagian dari ordo ke taxon di bawahnya berdasarkan konidianya. Sifat dari konidia yang digunakan untuk dasar pembagian adalah warna menjadi hylosporae yang berwarna hialin dan phaeosporae yang berwarna kelam/gelap; berdasarkan bentuk sel menjadi scolecosporae yang berbentuk benang, helicosporae yang berbentuk spiral dan staurosporae yang berbentuk bintang; berdasarkan jumlah sel menjadi amerosporae yang bersel satu, didymosporae yang bersel dua, phragmosporae yang jumlah selnya lebih dari dua tetapi sekatnya hanya melintang dan dictyosporae yang jumlah selnya lebih dari dua dengan sekat melintang dan membujur. Kadang-kadang yang digunakan tidak hanya satu misalnya dapat warna dan jumlah sel seperti Phaeophragmise, Hylodictyae.
Ordo Phomales yang hylasporae misalnya Phoma sabdariffeae penyebab penyakit busuk pangkal batang pada rosela, Phylosticta sp. penyebab penyakit cacar daun cengkeh; yang phaeodymae misalnya Diplodia natalensis penyebab penyakit blendok pada jeruk, Botryodiplodia theobromae penyebab kematian ranting coklat; yang scolacosporae misalnya Septoriapli penyebab penyakit bercak daun pada seledri.
Ordo Melanconiales yang hylosporae Colleototrichum dan Gloeosporim yang menyebabkan penyakit antraknose pada beberapa buah-buahan; yang phaeophragmiae misalnya Pestalotia (Pestalozzia) yang konidinya mempunyai satu atau dua bulu cambuk seperti P. palmarum penyebab penyakit bercak daun pada palm.
Ordo Moniliales yang hylosporae Oidium heveae penyebab penyakit embun tepung pada karet sedang pada tembakau O. tabaci; yang Phragmosporae Tiricularia orysea penyebab penyakit busuk leher atau hampat atau patah buku pada padi, Helminthosporium heveae penyebab penyakit bercak daun pada karet; yang dictyosporae Alternaria solani penyebab penyakit bercak daun pada tanaman yang tergolong Solanaceae; yang Scolecosporae Cercospora nicotianae penyebab penyakit patik pada tembakau. Selain itu ada jamur yang konidinya dua macam disebut makro dan mikrokonidi, yaitu jamur Fusarium misalnya F. nonilioforme penyebab penyakit bakanas pada padi, F. moniliforme var subglutinanas penyebab penyakit pokah bunga pada tebu.
Ordo Mycelia sterilia mempunyai dua genus yang penting, yaitu Rhizoctonia yang aklerotiumnya tidak berdinding misalnya R. solani penyebab penyakit patah rebah pada persemaian beberapa tanaman dan genus Sclerotium yang sklerotiumnya berdinding kuat misalnya S. rofsii juga penyebab penyakit patah rebah pada persemaian beberapa tanaman.

C. BAKTERI
Bakteri meliputi divisio Schizophyta dan kelas Schizomycetes. Sifat utamanya terdiri dari satu sel, berkembang biak terutama dengan membelah dan tidak mempunyai inti sejati. Kelas Schizomycetes mempunyai lima ordo yaitu Eubacteriales, Chlamydobacteriales, Myxobacteriales, Spirochaetales dan Actimycetales. Ordo yang terakhir ini karena tidak memnuhi semua sifat-sifat bakteri pada umunya sekarang disendirikan menjadi Actimycetes Like Bacterium (ALB). Diduga ALB ini merupakan peralihan dari baketri ke jamur karena thallusnya sudah sperti benang, tetapi intinya bukan inti sejati.
Genus-genus pada bakteri yang penting adalah xanthomonas yang hanya mempunyai satu flagellum atau bulu cambuk atau monotrich, misalnya X. campestris penyebab penyakit busuk hitam pada kobis, X. ccryxae penyebab penyakit kresek pada padi, X. malvacearum penyebab penyakit bercak daun bersudut (angular leaf spot) pada kapas. Genus Pseudomonas yang mempunyai satu atau beberapa flagellum atau bulu cambuk disebut lophotrich, misalnya Pseudomonas pseudozoogloeae penyebab penyakit karat hitam pada daun tembakau. Erwinia adalah genus yang mempunyai bulu cambuk banyak atau peritrich, misalnya E. carotovora penyebab penyakit busuk basah pada beberapa sayuran, juga E. aroidea. Genus bacterium adalah genus yang sifatnya sementara (temporer), artinya bila sudah jelas semua sifatnya mungkin dipindah ke genus yang lain seperti misalnya Bacterium celebence dipindah jadi Xanthomonas celebensis, Basterium musae dipindah menjadi Pseudomonas musae tetapi Bacterium albilinears penyebab penyakit blendok pada tebu masih tetap tidak dipindah ke genus yang lain.
Dari ordo Actimycetales salah satu anggotanya yang penting adalah Streptomyces scabies penyebab penyakiit kudis (scab) pada umbi kentang.
D. VIRUS
Virus hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup dan disebut parasit yang biotroph. Secara kimiawi virus terdiri dari nucleoprotein, suatu persenyawaan dari asam inti dan putih telur.
Asam inti pada virus dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu RNA atau Ribo Nuclei Acid yang terdapat pada virus yang menyerang tumbuhan dan DNA atau Deoxy Nuclei Acid yang terdapat pada virus yang menyerang hewan dan bakteri.
Putih telur virus umumnya terdiri dari Purine dan Pyrymidine. Derivat dari Purine adalah Adenine dan Guanine, sedangkan derivat dari Pyrimidine adalah Cytosine dan Thymine yang mengikat DNA serta Cytosine dan Uracil yang mengikat RNA.
Pada virus yang berbentuk batang ternyata di dalamnya terdapat rongga sebesar 9,0 nm. Asam inti pada virus tersebut berupa nucleotida yang membentuk spiral dan setiap tiga nucleitida mengikat satu unit putih telur.
Virus sebenarnya bentuknya macam-macam. Tetapi kita tidak dapat mengadakan determinasi hanya berdasarkan bentuk atau morfologi saja, sebab di samping satu virus bentuknya dapat berubah-ubah juga ada beberapa virus yang bentuknya sama. Secara garis besar bentuk virus dibedakan atas bulat (coccus), batang pendek (bacillus), batang biasa dan benang (filamen).
Virus dapat menular dari suatu tanaman ke tanaman lain dengan berbagai cara antara lain secara mekanis, melalui biji, dengan penyambungan atau penempelan dan yang paling umum melalui vektornya yang dapat berupa serangga, nematoda, jamur, bakteri dan tumbuhan tinggi parasitis. Virus yang ditularkan oleh vektor serangga dapat dibedakan menjadi nonpersisten artinya begitu dihisap oleh serangga segera dapat ditularkan ke tanaman lain, tetapi daya infektifnya cepat habis dan yang persisten artinya agar dapat ditularkan ke tanaman lain memerlukan waktu di dalam tubuh serangganya, tetapi kalau sudah ditularkan daya infektifnya lama bahkan ada yang dapat diturunkan ke anak cucunya.
Virus dapat di-inaktifkan dengan berbagai cara, antara lain dengan suhu baik rendah maupun tinggi atau pembekuan serta pemanasan; radiasi dengan sinar X, sinar UV, sinar radioaktif; dengan getaran ultrasonik; dengan penyimpangan; dengan tekanan tinggi; dengan pengenceran; dengan perubahan pH dan bahan atau senyawa yang berasal dari organisme lain.
Virus dapat diberi nama menurut SMITH yaitu berdasarkan nama dari tanaman inangnya dan bila pada tanaman itu terdapat banyak virus maka untuk membedakan virus satu dengan virus yang lain dengan menggunakan nomer. Sedang menurut HOLMES pemberian nama seperti pada organisme lain, misalnya Marmor saccaari sama dengan Saccjarum virus 1, Galla fijlensis sama dengan Saccharum virus 2 dan seterusnya.
Virus yang dianggap sebagai suatu ordo dibagi menjadi tiga sub ordo berdasarkan organisme yang diserangnya, yaitu sub ordo Phaginae yang menyerang bakteri, Phytophaginae yang menyerang tumbuhan dan Zoophaginae yang menyerang hewan. Dari sub ordo Phytophaginae ada beberapa genus yang penting misalnya Marmor antara lain M. tabaci yang menyerang tembakau, M. theobromae yang menyerang coklat, M. arachidis yang menyerang kacang tanah; genus Corium misalnya C. solani yang menyerang Solanaceae; genus Nanus misalnya N. sacchari yang menyerang tebu; genus Ruga misalnya R. tabaci yang menyerang tembakau; genus Rimocortium misalnya R. psorosis penyebab penyakit psorosis pada tanaman jeruk.
E. NEMATODA
Nematoda meskipun termasuk hewan tapi biasa kiita golongkan sebagai penyebab penyakit karena gejala dan cara penyerangannya mirip dengan patogen lainnya. Nematoda boleh diartikan sebagai cacing silindris yang tidak bersegmen (unsegmented roundworm) meskipun sebenarnya nematoda berarti menyerupai benang (threadlike). Namun demikian nematoda ini sangat berbeda dengan cacing yang lain. Nematoda mempunyai sejumlah spesies yang sangat banyak.
Nematoda ada yang bersifat saprofitis dan ada yang bersifat parasitis pada berbagai organisme lain seperti serangga, ikan, burung, manusia, tumbuhan termasuk jamur dan bakteri bahkan juga terhadap nematoda yang lain.
Daur hidup nematoda pada umumnya sebagai berikut :
1. nematoda betina meletakkan telurnya dlam tanah atau di dalam tanaman inangnya,
2. telur yang menetas menghasilkan larva,
3. larva ini berkembang melalui empat tingkatan,
4. setelah larva terakhir terbentuklah nematoda dewasa yang dapat dibedakan menjadi jantan dan betina.
Namun demikian banyak nematoda yang hermaprodit, bahkan ada jenis yang jantannya tidak pernah dijumpai.
Nematoda yang menyerang tanaman adalah parasit obligat, oleh karena itu telurnya harus diletakkan di dalam atau di dekat tanaman inangnya hingga segera setelah menetas langsung mendapatkan makanannya. Di samping itu banyak telur nematoda yang untuk penetasan telurnya memerlukan rangsangan dari tanaman inangnya, dengan demikian sangat membantu kelangsungan hidupnya. Larva nematoda tidak mampu bergerak lebih dari 1-2 kali dari telurnya setelah menetas.
Nematoda parasit pada tanaman dapat dibedakan menjadi ectoparasit dan endoparasit. Nematoda ectoparasit misalnya genus Trichodorus, Longidorus dan Xiphinema. Ketiga nematoda ini selain menjadi patogen pada tumbuhan juga menjadi vektor virus yang menyerang tumbuhan.
Nematoda endoparasit ada dua golongan yaitu yang dapat berpindah tempat dan yang menetap. Keduanya dapat dibedakan menjadi yang sebagian tubuhnya tenggelam ke dalam jaringan tanaman iang dan yang seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tumbuhan inangnya. Nematoda endoparasit yang dapat berpindah dan seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tanaman, misalnya genus Radopholus, Ditylenchus dan Aphilenchus sedang yang hanya sebagian tubuhnya yang tenggelam dalam tanaman, misalnya genus Hoplolainus, Hellicotylenchus dan Rotylenchus.
Nematoda endoparasit yang menetap dan seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tanaman inangnya misalnya Meloidogyne dan Heterodera sedang yang hanya tenggelam sebagian tubuhnya ke dalam tanaman inangnya misalnya Rotylenchus dan Tylenchulus.

RANGKUMAN
Penyebab penyakit atau patogen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Biotik (parasit) dan Abiotik (fisiopat). Kelompok biotik terdiri dari Tumbuhan tinggi parasitik, yang dapat bersifat parasit sejati dan setengah parasit; Jamur yang terdiri dari jamur yang hifanya coenocystis yaitu Phycomycetes, dan jamur yang hifanya celluleer. Jamur ini dapat dibedakan menjadi jamur yang perkembangbiakannya hanya secara sexual saja yaitu Deuteromycetes atau fungsi Imperfecti dan jamur yang perkembangbiakannya secara asexual dan sexual. Jamur ini dapat dibedakan menjadi yang perkembangbiakannya sexual dengan ascospora yaitu Ascomycetes dan yang dengan basidiospora yaitu Basidiomycetes. Bakteri terdiri dari lima ordo tetapi yang penting untuk penyakit tumbuhan hanya ordo Eubacteriales dan Actiomycetales. Genus bakteri yang penting adalah Xanthomonas, Pseudomonas, Erwinia, Bacterium dan Streptomyces. Virus adalah mikroorganisme sub mikroskopis yang terdiri dari senyawa nucleoprotein, yang tersusun dari asam inti dan putih telur. Virus dapat diberi nama menurut SMITH yaitu berdasarkan tanaman inang yang diserangnya dan menurut HOLMES yaitu sesuai dengan pemberian nama organisme lainnya. Virus dapat disebarkan dan ditularkan serta di-inaktifkan dengan berbagai cara. Nematoda adalah cacing silindris yang tidak bersegmen, ada yang hidupnya secara saaprofitis dan ada yang parasitis. Yang parasitik dapat dibedakan menjadi ecto dan endoparasit. Yang Endoparasit ada yang dapat berpindah tempat dan ada yang menetap, keduanya dapat dikelompokkan menjadi yang tubuhnya tenggelam ke dalam tanaman inang sebagian saja dan yang tenggelam seluruhnya.

4. PERKEMBANGAN PENYAKIT
A. Konsep Segitiga Penyakit
Berkembangnya suatu penyaklit pada suatu tanaman terjadi dari interaksi tiga faktor yang terkenal dengan Konsep Segitiga Penyakit. Interaksi tiga faktor itu adalah :
I I = inang
P = pathogen
P L L = lingkungan
Faktor tanaman inang dipengaruhi oleh :
Jenis atau varietas tanaman yang menjadi inang suatu penyakit
Stadia rentan tanaman inang tersebut serhadap suatu penyakit.
Faktor pathogen dipengaruhi oleh :
Jumlah inokulum/propagul.
Ras virulensi
Stadia pathogen
Sedangkan lingkungan yang berpengaruh pada perkembangan penyakit meliputi :
Abiotik yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari, pH (keasaman)
Biotik misalnya adanya mikro organisme antagonis atau organisme yang mungkin mengeluarkan racun yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen
Terjadinya penyakit pada suatu tanaman apabila tiga faktor tersebut dalam keadaan :
Inang yang rentan.
Pathogen yang virulen.
Lingkungan yang cocok


B. Epidemi
Epidemi yaitu meningkatnya penyakit dalam suatu populasi tumbuhan yang rentan. Terjadinya epidemi apabila :
Terdapat sejumlah besar inang yang rentan
Inokulum dalam keadaan virulen yang berlebihan.
Kondisi lingkungan yang cocok yang berlangsung dalam waktu relatif cukup lama.
Untuk menghindari terjadinya epidemi di suatu daerah dapat diusahakan dengan peramalan epidemi. Yaitu pendugaan dari kejadian yang akan datang, secara sederhana menceritakan sesuatu penyakit yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam peramalan didasarkan pada :
a. Kondisi cuaca selama bulan-bulan antar waktu tanam terutama yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup dari inokulum.
b. Kondisi cuaca selama masa tanam.
c. Banyaknya penyakit pada tanaman.
d. Banyaknya inokulum pathogen di udara, tanah dan bahan tanaman.
Pada peramalan epidemi peranan pengamatan penyakit tanaman dalam metode pengendalian sangat penting baik pengamatan secara langsung dan tidak langsung maupun pengamatan dalam kaitan dengan pengendaliannya.
Dengan adanya peramalan ini dapat dilakukan usaha-usaha untuk tidak terjadinya epidemi dengan mengantisipasi faktor-faktor yang mendukung terjadinya epidemi tersebut.

5. KONSEP PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
Konsep pengendalian penyakit tanaman meliputi :
1. Prinsip pengendalian yaitu pedoman atau pegangan dari suatu tindakan pengendalian.
2. Strategi pengendalian merupakan perencanaan atau managemen pelaksanaan dari usaha pengendalian.
3. Taktik Pengendalian yaitu ilmu pengetahuan khusus yang digunakan untuk tujuan praktek pengendalian.
4. Aplikasi Pengendalian yaitu prosedur pengendalian yang dapat dilaksanakan di lapangan.
PRINSIP PENGENDALIAN
Pengendalian penyakit tanaman pada prinsipnya digolongkan menjadi :
1. EKSKLUSI yaitu usaha mencegah masuknya penyakit ke daerah baru.
2. ERADIKASI yaitu menurunkan, menginaktifkan atau membasmi pathogen.
3. PROTEKSI yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman atau menghalangi terjadinya kontak antara inang dengan pathogen.
4. RESISTENSI yaitu usaha untuk mengurangi perusakan penyakit melalui inang dengan membuat ketahanan pada inang tersebut.

PRINSIP STRATEGI Teknik/Taktik
1. Ekslusi (mencegah) Prohibisi (larangan) Karantina
Intersepsi (menghalangi) Karantina
Uji kesehatan tanaman
Eliminasi (menghapus) Sertifikasi
Disinfeksi
2. Eradikasi (membasmi) Removal (pemindahan / penghapusan) Pemeriksaan perkebunan/kebun buah
Eliminasi (menghapus) Membinasakan inang alternatif
Pemeliharaan organisme antagonis
Meniadakan makanan pokok
Destruksi (membinasakan) Kimia
Api
Pengerjaan tanah
3. Proteksi(perlindungan) Mencegah infeksi Penggunaan fungisida
Menghindarkan infeksi Modifikasi lingkungan
Modifikasi cara bercocok tanam
4. Resistensi (ketahanan) Mengembangkan tanaman tahan Seleksi
Hibridikasi
Irradiasi
Proteksi silang Mengurangi virulensi

Aplikasi pengendalian yang dapat diterapkan di lapangan :
A. Pada Taktik Karantina
1. Dengan pelarangan pemasukan bahan perbanyakan tanaman darai luar negeri atau luar daerah. Misalnya : Penyakit darah pada pisang yang disebabkan Pseudomonas celebensis yang diatur dalam Lembaran Negara No 532 tanggal 10 September 1921 yang isinya melarang membawa perbanyakan tanaman pisang dari daerah Sulawesi, untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut.
2. Pemeriksaan di perbatasan terhadap lalu lintas tanaman. Untuk menghalangi masuknya penyakit ke daerah baru.
B. Taktik Pengendalian dengan Uji Kesehatan Tanaman dilakukan dengan penggunaan biji yang bebas penyakit misalnya perlakuan biji jagung dengan Ridomil untuk membebaskan dari penyakit bulai Sclerospora maydis.
C. Taktik Pengendalian Sertifikasi. Aplikasinya di lapangan dilakukan dengan:
1. Pemberian sertifikat tanaman sehat.
2. Menghilangkan tanaman berpenyakit.
D. Taktik Pengendalian dengan Desinfeksi. Aplikasinya di lapangan dengan :
1. Perlakuan biji dengan bahan kimia misalnya biji kapas yang dicelup Subimat untuk mematikan Xanthomonas malvacearum penyebab penyakit bercak daun bersudut.
2. Perlakuan dengan air panas, misalnya biji kubis yang dicelup air panas 50 0C selama 30 menit untuk mengatasi Xanthomonas campestris penyebab penyakit busuk hitam.
E. Taktik Pengendalian dengan Pemeriksaaan pada Kebun Pemeliharaan Tanaman maupun Kebun-kebun Buah, dengan aplikasi pengendalian :
1. Deteksi pada cabang-cabang terinfeksi.
2. Membinasakan tanaman terinfeksi.
F. Taktik Pengendalian Pembinasaan Inang Alternatif dilakukan aplikasi pengendalian dengan membinasakan gulma inang yaitu gulma-gulma yang mungkin menjadi inang dari suatu penyakit.
G. Taktik Pengendalian dengan Pemeliharaan Antagonis. Dilakukan aplikasi pengendalian dengan menggunakan tanaman antagonis sebagai tanaman sela misalnya tanaman Tagetus sp. atau penggunaan organisme antagonis terhadap patogen misalnya Trichoderma sp.
H. Taktik Pengendalian dengan Meniadakan Makanan Utama. Aplikasinya di lapangan dilakukan dengan pergiliran tanaman yaitu menanam tanaman digilir dengan tanaman yang bukan menjadi inang dari penyakit utama.
I. Taktik Pengendalian Secara Kimia. Aplikasinya dilakukan dengan :
1. Fumigasi tanah dengan bahan kimia misalnya untuk nematoda puru akar.
2. Eradikasi dengan bahan kimia.
J. Taktik Pengendalian dengan Api. Aplikasi pengendaliannya dilakukan dengan :
1. Membinasakan tanaman terinfeksi dengan dibakar. Misalnya penyakit kanker pada tanaman jeruk.
2. Membinasakan tanaman alternatif.
3. Membinasakan tanaman residu.
K. Taktik Pengandalian dengan Pengerjaan Tanah. Aplikasinya dengan menghilangkan tanaman terinfeksi.
L. Taktik Pengendalian dengan Pengembangan Fungisida. Aplikasinya dilakukan dengan :
1. Penyemprotan tanaman dengan fungisida.
2. Penghembusan tanaman dengan fungisida.
M. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Lingkungan. Aplikasi pengendaliannya dengan :
1. Pemotongan dahan pohon pelindung untuk mengurangi kelembaban misalnya penyakit cacar daun teh.
2. Mengurangi tajuk tanaman agar sinar matahari cukup.
3. Mengubah pH tanah agar tidak sesuai dengan kebutuhan pathogen, misalnya penyakit kudis pada kentang dengan pemberian belerang untuk menurunkan pH, menaikkan pH dengan pengapuran untuk mengatasi penyakit akar gada pada kubis.
N. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Cara Bercocok Tanam. Aplikasinya dilakukan dengan :
Tanggal penanaman yang diatur. Misalnya penanaman jagung dimajukan untuk menghindari Sclerospora maydis penyebab penyakit bulai sehingga pada waktu musim penghujan datang saat penyakit bulai berkembang, tanaman jagung sudah cukup tahan terhadap penyakit.
O. Taktik Pengendalian Seleksi. Aplikasinya dilakukan dengan pemuliaan selektif.
P. Taktik Pengendalian Hibridisasi. Aplikasinya dilakukan dengan pemuliaan silang.
Q. Taktik Pengendalian Irradiasi. Aplikasinya dilakukan dengan mutasi terinduksi.
R. Taktik Pengendalian dengan Pengurangan Virulensi. Aplikasinya dilakukan dengan ketahanan terinduksi. Misalnya tanaman tembakau terhadap penyakit layu Pseudomonas solanacearum. Tanamn tembakau diperlakukan/diinokulasi dengan Psudomonas solacearum dari strain yang lemah (a virulen) sehingga tanaman akan terlindungi bila Psudomonas solacearum dari strain yang kuat (virulen) menyerang.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1988. Plant Pathology. Academic Press, Inc. San Diego, California.

Alexopoulos, C. J. , C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, New York.

Andrewartha, H. G. 1976. Introduction to The Study of Animal Population. ELBS And Chapman & Hall Ltd., London.

Bessey, E. A. 1998. Morphology And Taxonomy of Fungi. Hafner Press, A division of Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Borror, D. J. and D. M. Delong. 1970. An Introduction to the Study of Insect. Halt Rimehart and Winston., New York.

Brown, J. F. , A. Kerr, F. D. Morgan. 1980. Plant Protection. Press Etching Pty Ltd, Melbourne.

Chisaka, H. 1988. Kerusakan oleh Gulma pada Tanaman, Kerugian Hasil Disebabkab oleh Persaingan Gulma dalam Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. PT Bina Aksara. Jakarta.

Crafts, A. S. & Robbin, W. W. 1973. A Textbook and Manual Weed Control. Tata McGrow Hill Publishing Comp. Ltd., New Delhi.

Erida, G. dan hasanuddin. 1996. Penentuan Periode Kritis Tanaman Kedelai (Glycine max) terhadap Kompetisi Gulma. Prosiding Konf. 13 HIGI : 14-18.

Eussen, J.H.H. 1972. Losses Due to Weeds. Sec. Weed Sci. Training Course, BIOTROP. 4pp.

Fryer, J.D. & S. Matsunaka. 1988. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. PT Bina Aksara. Jakarta.

Goto, M. 1992. Fundamental of Bacterial Plant Pathology. Academic Press, Inc. San Diego, California.

Horsfall, J. G. , E. B. Cowling. 1985. Plant Disease. Academic Press. New York.

Ivens, G. W. 1971. East Aficant Weeds and Their Control. Oxford Univercity Press. Nairobi.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan ditranslate oleh P. A. Vand der Lann. Ikhtiar Baru, Van Haeve Jakarta.

Kasasian, L. 1971. Weed Control in The Tropic. Leonard Hill, London.

Klingman, G. G. 1973. Weed Control as a Science. Wilay Eastern Private Ltd., New Delhi.

Kuntohartono, T. 1980. Pengantar Ilmu Gulma. Dept. Agronomi Fak. Pertanian Univ. Brawijaya, Malang.

Lamid, Z., Kasim, M. dan Z. Irfan. 1994. Tanggap Padi Gogo terhadap Ekstrak Organ Tubuh Alang-alang (Imperata cylindrica L. Beauv.) Prosiding. Konf. 12 HIGI : 14-18.

Lelliott, R. A. , D. E. Steed. 1987. Methods For The Diagnosis of Bacterial Disease of Plants. British Society For Plant Pathology. London.

Madkar, O. R., Kuntohartono, T. dan S. Mangoensoekardjo. 1986. Masalah Gulma dan Cara Pengendalian. HIGI.

Maley, O. C. 1993. Plant Disease Control. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Mendosa, D. & santosa, J. V. 1971. Common Weed and Their Distribution. Sec. II in Plant of Philippins, Publ. For the Science Education Centre, By the Univ. of the Philippines Press, Diliman, Quenson City. Pp. ; 179-240.

Metcalf, R. L. and W. H. Luckman. 1975. Introduction to Insect Pest Management. Plennum Press. New York.

Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Cv Rajawali. Jakarta Utara.

Muzik, T.J. 1970. Weed Biology and Control. McGrow Hill Book Comp. New York.

Roberts, D. A. 1978. Fundamentals of Plant-Pest Control. Freeman and Company. USA.

Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sumintapura, A.H. & Iskandar, S. 1980. Pengantar Herbisida. P.T. Karya Nusantara. Jakarta.

Sundaru, M.; Syam, M. & J. Baker. 1976. Beberapa Jenis Gulma Pada Padi Sawah. LPPP. Bogor

Suroto, D., Y.E. Susilowati dan E. Widanarti. 1996. Pengaruh Kerapatam Awal dan waktu Infestasi Teki (Cyperus rotundus L.) terhadap Hasil kacang Tanah (Arachis hypogeae L.). Pros. Konf. 13 HIGI : 39-44.

Sutarto, I.V. dan P. Bangun. 1990. Penampilan Pertumbuhan dan Hasil Kacang tanah terhadap Populasi Teki dan Ekstraknya. Pros. Konf. 13 HIGI : 39-44.

Sutidjo, D. 1974. Dasar-dasar Ilmu Pengendalian/Pemberantasan Tumbuhan Pengganggu. Proyek Peningkatan Mutu PT., IPB. Bogor.

Tjitrosoediro, S,; Utomo, I.H. & J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta.

Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gajdah Mada University Press. Yogyakarta.

Untung, K. 1984. Pengantar Analisis Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.

-------------. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajdah Mada University Press. Yogyakarta.

Walkey, D. G. A. 1985. Apllied Plant Virology. Rodwood Burn Ltd, Trownridge. London.

Sumber:
http://fp.uns.ac.id/~hamasains/DASARPERLINTAN-I.htm