me....

me....
semoga yang ada di blog ini dapat membantu ✿◠‿◠

Selasa, 21 Desember 2010

TANAMAN TERONG

tanaman terong


PENDAHULUAN
Prospek budidaya tanaman terong makin baik untuk dikelola secara intensif dan komersial dalam skala agribisnis, namun hasil rata-ratanya masih rendah. Hal ini disebabkan bentuk kultur budidaya yang masih sampingan, belum memadainya informasi teknik budidaya di tingkat petani.
PT. Natural Nusantara berusaha memberi alternatife solusi bagaimana teknik budidaya terong sehingga tercapai peningkatan produksi secara K-3, yaitu Kuantitas, Kualitas dan Kelestarian lingkungan.
SYARAT TUMBUH
- Dapat tumbuh di dataran rendah tinggi
- Suhu udara 22 – 30o C
- Jenis tanah yang paling baik, jenis lempung berpasir, subur, kaya bahan organik, aerasi dan drainase baik dan pH antara 6,8-7,3
- Sinar matahari harus cukup
- Cocok ditanam musim kemarau
PEMBIBITAN
- Rendamlah benih dalam air hangat kuku + POC NASA dosis 2 cc per liter selama 10 -15 menit
- Bungkuslah benih dalam gulungan kain basah untuk diperam selama + 24 jam hingga nampak mulai berkecambah
- Sebarkan benih di atas bedengan persemaian menurut barisan, jarak antar barisan 10-15 cm
- Campurkan 1 pak Natural GLIO + 25-30 kg pupuk kandang halus diamkan seminggu, kemudian masukkan benih satu persatu ke polibag yang telah berisi campuran tanah dan pupuk kandang halus yang telah dicampur Natural GLIO tadi dengan perbandingan 2 : 1
- Tutup benih tersebut dengan tanah tipis
- Permukaan bedengan yang telah disemai benih ditutup dengan daun pisang
- Setelah benih tampak berkecambah muncul, buka penutupnya
- Siram persemaian pagi dan sore hari
- Semprot POC NASA dosis 2-3 tutup per tangki setiap 7-10 hari sekali
- Perhatikan serangan hama dan penyakit sejak di pembibitan
- Bibit berumur 1-1,5 bulan atau berdaun empat helai siap dipindahtanamkan
PENGOLAHAN LAHAN
- Bersihkan rumput liar (gulma) dari sekitar kebun
- Olah tanah dengan cangkul ataupun bajak sedalam 30-40 cm hingga gembur
- Buat bedengan selebar 100-120 cm, jarak antar bedengan 40-60 cm, ratakan permukaan bedengan
- Jika pH tanah rendah, tambahkan Dolomit
- Sebarkan pupuk kandang 15-20 ton / ha, campurkan merata dengan tanah. Akan lebih optimal jika ditambah SUPERNASA atau jika tidak ada pupuk kandang dapat diganti SUPERNASA 10-20 botol / ha dengan cara :
Alternatif 1 : satu botol SUPERNASA diencerkan dalam 3 lt air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk untuk menyiram bedengan
Alternatif 2 : setiap 1 gembor volume 10 liter air diberi 1 sendok peres makan SUPERNASA untuk menyiram + 10 m bedengan
- Sebarkan pupuk dasar dengan campuran ZA atau Urea 150 kg + TSP 250 kg per ha dicampur dengan tanah secara merata atau sekitar 10 gr campuran pupuk per lubang tanam
- Sebarkan Natural GLIO 1-2 sachet yang telah dicampur pupuk kandang 25-50 kg merata ke bedengan atau ke lubang tanam
- Jika pakai Mulsa plastic, tutup bedengan pada siang hari
- Biarkan selama seminggu sebelum tanam
- Buat lubang tanam dengan jarak 60×70 cm / 70×70 cm
PENANAMAN
- Waktu tanam yang baik musim kering
- Pilih bibit yang tumbuh subur dan normal
- Tanam bibit di lubang tanam secara tegak lalu tanah di sekitar batang dipadatkan
- Siram lubang tanam yang telah ditanami hingga cukup basah (lembab)
PENGAIRAN
Dilakukan rutin tiap hari, terutama pada fase awal pertumbuhan dan cuaca kering, dapat di-leb atau disiram dengan gembor
PENYULAMAN
- Sulam tanaman yang pertumbuhannya tidak normal, mati atau terserang hama penyakit
- Penyulaman maksimal umur 15 hari
PEMASANGAN AJIR (TURUS)
- Lakukan seawal mungkin agar tidak mengganggu (merusak) sistem perakaran
- Turus terbuat dari bilah bambu setinggi 80-100 cm dan lebar 2-4 cm
- Tancapkan secara individu dekat batang
- Ikat batang atau cabang terong pada turus
PENYIANGAN
- Rumput liar atau gulma di sekitar tanaman disiangi atau dicabut
- Penyiangan dilakukan pada umur 15 hari dan 60-75 hari setelah tanam
PEMUPUKAN
Jenis dan Dosis Pupuk Makro disesuaikan dengan jenis tanah, varietas dan kondisi daerah menurut acuan dinas pertanian setempat. Berikut salah satu alternatif :
Jenis Pupuk Pemupukan Susulan (kg/ha)
Umur 15 hari Umur 25 hari Umur 35 hari Umur 45 hari
Urea 75 75 75 75
SP-36 50 - - -
KCl - 75 100 75
Pemupukan diletakan sejauh 20 cm dari batang tanaman sebanyak 10 gram campuran pupuk per tanaman secara tugal atau larikan ditutup tanah dan disiram atau pupuk dikocorkan sebanyak 3,5 gram per liter air, kocorkan larutan pupuk sebanyak 250 cc per tanaman
Semprotkan 3-4 tutup POC NASA + 1 tutup HORMONIK per tangki setiap 1-2 minggu sekali
PEMANGKASAN ( PEREMPELAN )
Pangkas tunas-tunas liar yang tumbuh mulai dari ketiak daun pertama hingga bunga pertama juga dirempel untuk merangsang agar tunas-tunas baru dan bunga yang lebih produktif segera tumbuh
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT
H A M A
1. Kumbang Daun (Epilachna spp.)
Gejala serangan adanya bekas gigitan pada permukaan daun sebelah bawah
Bila serangan berat dapat merusak semua jaringan daun dan tinggal tulang-tulang daun saja
Cara pengendalian; kumpulkan dan musnahkan kumbang, atur waktu tanam, pencegahan dengan PESTONA atau PENTANA + AERO 810 setiap 1-2 minggu sekali.
2. Kutu Daun (Aphis spp.)
Menyerang dengan cara mengisap cairan sel, terutama pada bagian pucuk atau daun-daun masih muda
Daun tidak normal, keriput atau keriting atau menggulung
Sebagai vektor atau perantara virus
Cara pengendalian; mengatur waktu tanam dan pergiliran tanaman, pencegahan semprot PENTANA + AERO 810 atau Natural BVR setiap 1-2 minggu sekali.
3.Tungau ( Tetranynichus spp.)
Serangan hebat musim kemarau.
Menyerang dengan cara mengisap cairan sel tanaman, sehingga menimbulkan gejala bintik-bintik merah sampai kecoklat-coklatan atau hitam pada permukaan daun sebelah atas ataupun bawah.
Cara pengendalian sama seperti pada pengen dalian kutu daun.
4. Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon Hufn.)
Bersifat polifag, aktif senja atau malam hari
Menyerang dengan cara memotong titik tumbuh tanaman yang masih muda, sehingga terkulai dan roboh
Cara pengendalian; kumpulkan dan musnahkan ulat, pencegahan siram atau semprotkan PESTONA atau PENTANA + AERO 810.
5.Ulat Grayak (Spodoptera litura, F.)
Bersifat polifag.
Menyerang dengan cara merusak (memakan) daun hingga berlubang-lubang.
Cara pengendalian; mengatur waktu tanam dan pergiliran tanaman, semprot dengan Natural VITURA.
6.Ulat Buah ( Helicoverpa armigera Hubn.)
Bersifat polifag, menyerang buah dengan cara menggigit dan melubanginya, sehingga bentuk buah tidak normal, dan mudah terserang penyakit busuk buah.
Cara pengendalian; kumpulkan dan musnahkan buah terserang, lakukan pergiliran tanaman dan waktu tanam sanitasi kebun, pencegahan semprotkan PESTONA atau PENTANA + AERO 810 setiap 1-2 minggu sekali
PENYAKIT
1. Layu Bakteri
Penyebab : bakteri Pseudomonas solanacearum
Bisa hidup lama dalam tanah
Serangan hebat pada temperatur cukup tinggi
Gejala serangan terjadi kelayuan seluruh tanaman secara mendadak
2. Busuk Buah
Penyebab : jamur Phytophthora sp., Phomopsis vexans, Phytium sp.
Gejala serangan adanya bercak-bercak coklat kebasahan pada buah sehingga buah busuk.
3. Bercak Daun
Penyebab : jamur Cercospora sp, Alternaria solani, Botrytis cinerea
Gejala bercak-bercak kelabu-kecoklatan atau hitam pada daun.
4. Antraknose
Penyebab : jamur Gloesporium melongena
Gejala bercak-bercak melekuk dan bulat pada buah lalu membesar berwarna coklat dengan titik-titik hitam
5.Busuk Leher akar
Penyebab ; Sclerotium rolfsii
Gejala pangkal batang membusuk berwarna coklat
6.Rebah Semai
Penyebab : Jamur Rhizoctonia solani dan Pythium spp.
Gejala batang bibit muda kebasah-basahan, mengkerut dan akhirnya roboh dan mati
Cara pengendalian Penyakit:
Tanam varietas tahan, atur jarak tanam dan pergiliran tanaman, perbaikan drainase, atur kelembaban dengan jarak tanam agak lebar, cabut dan buang tanaman sakit Rendam benih dengan POC NASA dosis 2 cc / lt + Natural GLIO dosis 1 gr/lt, Pencegahan sebarkan Natural GLIO yang telah dicampur pupuk kandang sebelum tanam ke lubang tanam.

sumber: http://buahku.wordpress.com/2010/09/12/tanaman-terong/

Jumat, 03 Desember 2010

PENYELIDIKAN KROMOSOM

A. TUJUAN

Tujuan praktikum “ Penyelidikan kromosom” adalah untuk mengetahui fase-fase pembelahan sel dan saat penting efektif terjadinya pembelahan, mengetahu bentuk-bentuk dan jumlah kromoson suatu jenis tanaman , mengetahui pengaruh faktor-faktor liuar trhadap susunan kromosom.

B. BAHAN DAN ALAT

- Ujung akar bawng merah (allium cepa)
- Laruta fixatif
- Zat pewarna (orcein atu aceto carmine)
- Mikroskop
- Cover dan sliude glass
- Lampu bunsen
- Silet
- Jarus ose
- Pinset


C. TINJAUAN PUSTAKA
Kromosom

Kromosom (bahasa Yunani: chroma, warna; dan soma, badan) merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA[1] dan berbagai protein terkait yang merupakan informasi genetik suatu organisme,[2] seperti molekul kelima jenis histon dan faktor transkripsi yang terdapat pada beberapa deret, dan termasuk gen unsur regulator dan sekuens nukleotida. Kromosom yang berada di dalam nukleus sel eukariota, secara khusus disebut kromatin.
Dalam kromosom eukariota, DNA yang tidak terkondensasi berada dalam struktur order-quasi dalam nukleus, dimana ia membungkus histon (protein struktural, Gambar 1), dan di mana material komposit ini disebut kromatin. Selama mitosis (pembelahan sel), kromosom terkondensasi dan disebut kromosom metafase. Hal ini menyebabkan masing-masing kromosom dapat diamati melalui mikroskop optik.
Setiap kromosom memiliki dua lengan, yang pendek disebut lengan p (dari bahasa Perancis petit yang berarti kecil) dan lengan yang panjang lengan q (q mengikuti p dalam alfabet).
Prokariota tidak memiliki histon atau nukleus. Dalam keadaan santainya, DNA dapat diakses untuk transkripsi, regulasi, dan replikasi.
Kromosom pertama kali diamati oleh Karl Wilhelm von Nägeli pada 1842 dan ciri-cirinya dijelaskan dengan detil oleh Walther Flemming pada 1882. Sedangkan Prinsip-prinsip klasik genetika merupakan pemikiran deduksi dari Gregor Mendel pada tahun 1865[4] yang banyak diabaikan orang hingga tahun 1902, Walter Sutton dan Theodor Boveri menemukan kesamaan antara perilaku kromosom saat meiosis dengan hukum Mendel dan menarik kesimpulan bahwa kromosom merupakan pembawa gen.[5] Hasil penelitian keduanya dikenal sebagai teori Sutton-Boveri atau hipotesis Sutton-Boveri atau teori hereditas kromosom, yang menjadi kontroversi dan perdebatan para pakar kala itu.


Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA di mana informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal dari kata khroma yang berarti warna dan soma yang berarti badan Kromosom terdiri atas dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang merupakan pusat kromosom berbentuk bulat dan lengan kromosom yang mengandung kromonema & gen berjumlah dua buah (sepasang).

Tumbuhan pada masa awal perkembangan mengalami pertumbuhan sangat banyak, tumbuhan mengalami pembelahan sel secara tidak langsung yang disebut juga dengan mitosis (setjo, 2004), mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel memproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme. mitosis memiliki beberapa tahapan meliputi profase metafase, anafase, dan telofase.
Terjadi pada ujung akar, yang mengalami pembelahan awal. mitosis terjadi dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang), mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus menerus.
Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel iduknya.

D. CARA KERJA

Praktikum dilakukan terhadap sel yang telah di fiksasi (cara II/b) dengan prosedur sbb:
a. Fiksasi, setelah allium cepa di tumbuhkan dalm media air selama 3 sampai 4 hari dan muncul akarnya, kemudian di potong ujung akarnya sepanjang kurang lebih 3 mm . pemotongan ujung akar di lakukan pada pagi hari ( pukul 09.00 -10.00 WIB) di mana sel sedang giat membelah. Potongan ujung akar dimasukkan ke dalm larutan fiksatif bebrapa saat. Misalnya ujunga akar, kuncup daun, kuncup bunga, EMC, PMC memerlukan waktu 15-20 menit. Untuk bagian-bagian tanaman yang lebih keras(berkayu) memerlukan waktu lebih lama. Larutan fiksatif yang biasa di gunakan adalah alkohol cuka(carnoy), yang merupakan campuran alkohol absolut 70cc dengan asam cuka glacial 20 cc. fiksatif ini di kenal mudah masuk ke dalm jaringan tanaman. Di samping larutan carnoy di kenal larutan fiksatif lain. Sesudah difiksasi preparat kemudian di cuci menggunakan aqudes untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin akan menggangu proses pengecatan.
b. Pengecatan kromosom dapat di lakukan dengan :
• Aceto carmine (belling) bterdiri atas 0,5 gr carmine dilarutkan dalam 45% asam cuka glacial(45 cc asam cuka glacial+ 55 cc aquades)
• Aceto carmine (la cour) terdiri atas 1 gr orcein di larutkan dalam 45 % asam cuka glacial.
c. Preparat dimati pada mikroskop. Mengamati hasil dan menggambar hasil yang di dapat.


E. HASIL PENGAMATAN






F. PEMBAHASAN
Pada pengamatan pertama, didapatkan sel yang memiliki kromosom yang belum membelah, dan letaknya bergerombol di tengah dengan warna yang jelas dan susunannya agak merenggang. Sehingga pada sel ini dapat disimpulkan mengalami pembelahan mitosis pada tahap awal yaitu profase.
Pada pengamatan kedua tampak sebuah sel yang kromosomnya sudah memisah dan menuju ke kedua kutub yang berlawanan. Sehingga fase ini kami simpulkan bahwa terjadi pembelahan sel yaitu pembelahan pada fase anafase.
Pada pengamatan ketiga, didapatkan sel yang intinya (kromosom) sudah terpisah sempurna namun dinding selnya belum terpisah secara sempurna. Sehingga dengan demikian kami menyimpulkan bahwa pada saat ini sel mengalami pembelahan mitosis tahap telofase.
Pengamatan yang tidak teramati adalah fase metafase, pada fase ini kromosom menyusun diri secara acak pada satu bidang ekuator atau tengah-tengah sel.
Untuk mengamati tahap-tahap pembelahan mitosis dilakukan pemotongan akar pada saat tengah malam, yaitu pukul 24.00 WIB. Menurut Margono (1973) hal ini dikarenakan pada ujung akar bawang merah banyak sel yang mengalami aktifitas pembelahan dengan rentangan 5 menit sebelum dan sesudah pukul 24 malam sehingga diharapkan tahap-tahap mitosis dapat diamati.
Pemotongan bagian ujung akar (pada jam 12 malam) yang kemudian dilanjutkan dengan perendaman potongan ke dalam larutan FAA. Perendaman dilakukan agar sel tidak mengalami pembelahan lagi, karena tidak memungkinkan bagi kami untuk langsung mengamati tahap-tahap mitosis pada tudung akar bawang merah pada saat itu juga. Larutan FAA merupakan larutan fiksatif yang dapat menahan sel untuk tidak membelah lagi sehingga tahap-tahap pembelahan mitosis dapat teramati.
Sebelum pengamatan atau pembuatan preparat, dilakukan dua kali perendaman dengan perendaman pertama pada alkohol 70% selama dua menit dan rendaman selanjutnya pada larutan HCL 1N selama lima menit. Perendaman pada alkohol bertujuan untuk mensterilkan dan membersihkan sisa larutan FAA yang kemungkinan masih menempel pada potongan akar. Sementara itu, larutan HCL 1 N berfungsi memperjelas batas antara daerah tudung akar dengan bagian yang lain karena dengan pemberian larutan ini daerah tudung akar akan terlihat lebih putih daripada bagian lainnya.
Setelah terlihat jelas perbedaan antara tudung akar dengan bagian akar yang bukan tudung akar, maka dilanjutkan dengan pemotongan bagian tudung dan peletakan potongan pada kaca benda yang diikuti dengan pemberian acetocarmin dan pencacahan tudung akar menggunakan silet berkarat. Pemberian acetocarmin akan memberikan pewarnaan dan akan mempermudah pengamatan, sementara pencacahan dengan silet berkarat dapat membantu pengikatan warna yang dilakukan oleh kromosom karena silet yang berkarat terdapat Fe yang teroksidasi. Tahap terakhir adalah pemanasan, pemanasan dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses penyerapan warna dari asetocarmin.
Dari hasil pengamatan pada pembelahan mitosis di dapatkan tiga fase, fase pertama yang ditemukan yaitu profase.
Pada fase ini terlihat sel dengan bagian inti yang sudah mulai terakhir seperti benang-benang yang tidak teratur. Pada fase ini sel sudah mempersiapkan diri untuk membelah yang ditandai dengan berubahnya memadatnya kromosom, membran inti tidak terlihat dan nukleolus menghilang.
Selanjutnya ditemukan fase anafase. Berdasarkan pengamatan, fase ini memperlihatkan kromosom yang sudah mulai memisah dan menuju ke arah dua kutub yang berlawanan.
Fase selanjutnya yang ditemukan adalah telofase. Pada fase ini kromosom telah menyelesaikan pergerakannya menuju kutub dan mulai menyebar di dalam membran nukleus. Selama tahap ini berlangsung suatu dinding sel baru mulai terbentuk diantara dua nukleus baru. Dalam pengamatan, fase ini terlihat sel yang memiliki dua inti dengan dinding sel bagian tengah yang sudah mengalami sitokinesis.
Fase yang tidak ditemukan pada pengamatan kali ini adalah metafase. Pada fase ini kromosom menyusun diri secara acak pada satu bidang ekuator atau tengah-tengah sel. Pada awal fase ini, membran nukleus dan nukleolus lenyap. Sentromer, suatu daerah vital bagi pergerakan kromosom, melekat pada serabut gelendong yang bertanggung jawab terhadap arah pembelahan kromosom selama pembelahan .


PERTANYAAN:
1. Apakah perbedaan pembelahan mitosis dan meosis?
Jawab:
Mitosis adalah proses pembagian genom yang telah digandakan oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Mitosis umumnya diikuti sitokinesis yang membagi sitoplasma dan membran sel. Proses ini menghasilkan dua sel anakan yang identik, yang memiliki distribusi organel dan komponen sel yang nyaris sama. Mitosis dan sitokenesis merupakan fase mitosis (fase M) pada siklus sel, di mana sel awal terbagi menjadi dua sel anakan yang memiliki genetik yang sama dengan sel awal.

Mitosis terjadi hanya pada sel eukariot. Pada organisme multisel, sel somatik mengalami mitosis, sedangkan sel kelamin (yang akan menjadi sperma pada jantan atau sel telur pada betina) membelah diri melalui proses yang berbeda yang disebut meiosis. Sel prokariot yang tidak memiliki nukleus menjalani pembelahan yang disebut pembelahan biner.

Karena sitokinesis umumnya terjadi setelah mitosis, istilah "mitosis" sering digunakan untuk menyatakan "fase mitosis". Perlu diketahui bahwa banyak sel yang melakukan mitosis dan sitokinesis secara terpisah, membentuk sel tunggal dengan beberapa inti. Hal ini dilakukan misalnya oleh fungi dan slime moulds. Pada hewan, sitokinesis dan mitosis juga dapat terjadi terpisah, misalnya pada tahap tertentu pada perkembangan embrio lalat buah.


Garis besar
Hasil utama dari mitosis adalah pembagian genom sel awal kepada dua sel anakan. Genom terdiri dari sejumlah kromosom, yaitu kompleks DNA yang berpilin rapat yang mengandung informasi genetik vital untuk menjalankan fungsi sel secara benar. Karena tiap sel anakan harus identik secara genetik dengan sel awal, sel awal harus menggandakan tiap kromosom sebelum melakukan mitosis. Proses penggandaan terjadi pada pertengaha intefase, yaitu fase sebelum fase mitosis pada siklus sel.

Setelah penggandaan, tiap kromosom memiliki kopi identik yang disebut sister chromatid, yang berlekatan pada daerah kromosom yang disebut sentromer. Sister chromatid itu sendiri tidak dianggap sebagai kromosom.

sedangkan Meiosis adalah salah satu cara sel untuk mengalami pembelahan. Ciri pembelahan secara meiosis adalah:

Terjadi di sel kelamin
Jumlah sel anaknya 4
Jumlah kromosen 1/2 induknya
Pembelahan terjadi 2 kali
Meiosis hanya terjadi pada fase reproduksi seksual atau pada jaringan nuftah. Pada meiosis, terjadi perpasangan dari kromosom homolog serta terjadi pengurangan jumlah kromosom induk terhadap sel anak. Disamping itu, pada meiosis terjadi dua kali periode pembelahan sel, yaitu pembelahan I (meiosis I) dan pembelahan II (meiosis II)


Mitosis
Mitosis merupakan periode pembelahan sel yang berlangsung pada jaringan titik tumbuh (meristem), seperti pada ujung akar atau pucuk tanaman. Proses mitosis terjadi dalam empat fase, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Fase mitosis tersebut terjadi pada sel tumbuhan maupun hewan. Terdapat perbedaan mendasar antara mitosis pada hewan dan tumbuhan. Pada hewan terbentuk aster dan terbentuknya alur di ekuator pada membran sel pada saat telofase sehingga kedua sel anak menjadi terpisah.
Profase. Pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan, mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk benang-benang spindle, yang membentuk seperti bola sepak. Pada sel hewan, mikrotubul lainnya menyebar yang kemudian membentuk aster. Pada saat bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid identek tersebut bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromer (Campbell et al. 1999).
Metafase. Masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Sementara itu, kromatid bersaudara begerak ke bagian tengah inti membentuk keping metafase (metaphasic plate) (Campbell et al. 1999).
Anafase. Masing-masing kromatid memisahkan diri dari sentromer dan masing-masing kromosom membentuk sentromer. Masing-masing kromosom ditarik oleh benang kinetokor ke kutubnya masing-masing (Campbell et al. 1999).
Telofase. Ketika kromosom saudara sampai ke kutubnya masing-masing, mulainya telofase. Kromosom saudara tampak tidak beraturan dan jika diwarnai, terpulas kuat dengan pewarna histologi (Campbell et al. 1999).
Tahap berikutnya terlihat benang-benang spindle hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatin; difuse). Keadaan seperti ini merupakan karakteristik dari interfase. Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua anak inti (Campbell et al. 1999).
Sitokinesis. Selama fase akhir pembelahan mitosis, muncul lekukan membran sel dan lekukan makin dalam yang akhirnya membagi sel tetua menjadi dua sel anak. Sitokinesis terjadi karena dibantu oleh protein aktin dan myosin (Campbell et al. 1999).
Meiosis
Meiosis hanya terjadi pada fase reproduksi seksual atau pada jaringan nuftah. Pada meiosis, terjadi perpasangan dari kromosom homolog serta terjadi pengurangan jumlah kromosom induk terhadap sel anak. Disamping itu, pada meiosis terjadi dua kali periode pembelahan sel, yaitu pembelahan I (meiosis I) dan pembelahan II (meiosis II). Meiosis I dan meiosis II terjadi pada sel tumbuhan. Demikian juga pada sel hewan terjadi meiosis I dan meiosis II. Baik pada pembelahan meiosis I dan II, terjadi fase-fase pembelahan seperti pada mitosis. Oleh karena itu dikenal adanya profase I, metafase I, anafase I , telofase I, profase II, metafase II, anafase II, dan telofase II. Akibat adanya dua kali proses pembelahan sel, maka pada meiosis, satu sel induk akan menghasilkan empat sel baru, dengan masing-masing sel mengandung jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk.

2. Apakah pentingnya penyelidikan kromosom dalam pemulian tanaman?
Jawab:
Pemuliaan tanaman adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah susunan genetik tanaman, baik individu maupun secara bersama-sama (populasi) dengan tujuan tertentu. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga kemurnian; pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan. Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.
Pengetahuan mengenai perilaku biologi tanaman dan pengalaman dalam budidaya tanaman merupakan hal yang paling menentukan keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku teks seringkali menyebut pemuliaan tanaman sebagai seni dan ilmu memperbaiki keturunan tanaman demi kemaslahatan manusia. Di perguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa dianggap sebagai cabang agronomi (ilmu produksi tanaman) atau genetika terapan, karena sifat multidisiplinernya.
Pelaku pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang pemulia tanaman biasanya juga menguasai agronomi dan genetika. Tugas pokok seorang pemulia tanaman adalah merakit kultivar yang lebih baik: memiliki ciri-ciri yang khas dan lebih bermanfaat bagi penanamnya. Kultivar juga dikenal awam sebagai varietas, meskipun keduanya tidak selalu sama artinya.
Aplikasi kultivar unggul padi dan gandum merupakan salah satu komponen penting dalam Revolusi Hijau, suatu paket penggunaan teknologi modern secara massal untuk menggenjot produksi pangan dunia, khususnya gandum roti, jagung, dan padi. Dilihat dari sudut pandang agribisnis, pemuliaan tanaman merupakan bagian dari usaha perbenihan yang menempati posisi awal/hulu dari keseluruhan mata rantai industri pertanian.


3. Apakah yang di maksud dengan preparat awetan?
Jawab:
Preparat adalah bahan untuk mikroskop yang bisa disimpan lama, yaitu dibuat dengan cara pembuatan preparat seperti biasa kemudian dicelupkan ke dalam nitrogen cair (suhu minus 193 oC) dan kemudian antara gelas objek dengan 'cover glass' di-'seal' dengan lapisan lilin. Dengan cara ini kita bisa menyimpan preparat, misalnya preparat pembelahan mitosis pada bawang bombay, dalam waktu yang cukup lama, dan sewaktu-waktu kita bisa melihatnya kembali dengan mikroskop.
G. KESIMPULAN
Dari hasil pengamtan dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa pada ujung akar, yang mengalami pembelahan awal. mitosis terjadi dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang), mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus menerus.
Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel iduknya.









H. DAFTAR PUSTAKA

http://berita.agenbola.com/search/preparat+awetan+adalah

http://www.scribd.com/doc/24355643/Pembuatan-Preparat-Mikroskopis-Dan-Awetan

http://antonaja23.blogspot.com/2009/12/pemuliaan-tanaman.html

http://wildascience.wordpress.com/2009/01/10/mitosis-dan-meiosis/

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091107201506AAsIfN4

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuliaan_tanaman

http://anugrahjuni.wordpress.com/biologi-in/mitosis-pada-akar-bawang-merah-allium-cepa/

PENGAMATAN FASE MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa L.)

PENGAMATAN FASE MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa L.)

Pada pengamatan pertama, didapatkan sel yang memiliki kromosom yang belum membelah, dan letaknya bergerombol di tengah dengan warna yang jelas dan susunannya agak merenggang. Sehingga pada sel ini dapat disimpulkan mengalami pembelahan mitosis pada tahap awal yaitu profase.

Pada pengamatan kedua tampak sebuah sel yang kromosomnya sudah memisah dan menuju ke kedua kutub yang berlawanan. Sehingga fase ini kami simpulkan bahwa terjadi pembelahan sel yaitu pembelahan pada fase anafase.

Pada pengamatan ketiga, didapatkan sel yang intinya (kromosom) sudah terpisah sempurna namun dinding selnya belum terpisah secara sempurna. Sehingga dengan demikian kami menyimpulkan bahwa pada saat ini sel mengalami pembelahan mitosis tahap telofase.

Pengamatan yang tidak teramati adalah fase metafase, pada fase ini kromosom menyusun diri secara acak pada satu bidang ekuator atau tengah-tengah sel.

Untuk mengamati tahap-tahap pembelahan mitosis dilakukan pemotongan akar pada saat tengah malam, yaitu pukul 24.00 WIB. Menurut Margono (1973) hal ini dikarenakan pada ujung akar bawang merah banyak sel yang mengalami aktifitas pembelahan dengan rentangan 5 menit sebelum dan sesudah pukul 24 malam sehingga diharapkan tahap-tahap mitosis dapat diamati.

Pemotongan bagian ujung akar (pada jam 12 malam) yang kemudian dilanjutkan dengan perendaman potongan ke dalam larutan FAA. Perendaman dilakukan agar sel tidak mengalami pembelahan lagi, karena tidak memungkinkan bagi kami untuk langsung mengamati tahap-tahap mitosis pada tudung akar bawang merah pada saat itu juga. Larutan FAA merupakan larutan fiksatif yang dapat menahan sel untuk tidak membelah lagi sehingga tahap-tahap pembelahan mitosis dapat teramati.

Sebelum pengamatan atau pembuatan preparat, dilakukan dua kali perendaman dengan perendaman pertama pada alkohol 70% selama dua menit dan rendaman selanjutnya pada larutan HCL 1N selama lima menit. Perendaman pada alkohol bertujuan untuk mensterilkan dan membersihkan sisa larutan FAA yang kemungkinan masih menempel pada potongan akar. Sementara itu, larutan HCL 1 N berfungsi memperjelas batas antara daerah tudung akar dengan bagian yang lain karena dengan pemberian larutan ini daerah tudung akar akan terlihat lebih putih daripada bagian lainnya.

Setelah terlihat jelas perbedaan antara tudung akar dengan bagian akar yang bukan tudung akar, maka dilanjutkan dengan pemotongan bagian tudung dan peletakan potongan pada kaca benda yang diikuti dengan pemberian acetocarmin dan pencacahan tudung akar menggunakan silet berkarat. Pemberian acetocarmin akan memberikan pewarnaan dan akan mempermudah pengamatan, sementara pencacahan dengan silet berkarat dapat membantu pengikatan warna yang dilakukan oleh kromosom karena silet yang berkarat terdapat Fe yang teroksidasi. Tahap terakhir adalah pemanasan, pemanasan dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses penyerapan warna dari asetocarmin.

Dari hasil pengamatan pada pembelahan mitosis di dapatkan tiga fase, fase pertama yang ditemukan yaitu profase.

sumber : www.life.uiuc.edu/ib/102/lectures/08reproduction.html

Pada fase ini terlihat sel dengan bagian inti yang sudah mulai terakhir seperti benang-benang yang tidak teratur. Pada fase ini sel sudah mempersiapkan diri untuk membelah yang ditandai dengan berubahnya memadatnya kromosom, membran inti tidak terlihat dan nukleolus menghilang.

Selanjutnya ditemukan fase anafase. Berdasarkan pengamatan, fase ini memperlihatkan kromosom yang sudah mulai memisah dan menuju ke arah dua kutub yang berlawanan.

sumber : www.life.uiuc.edu/ib/102/lectures/08reproduction.html

Fase selanjutnya yang ditemukan adalah telofase. Pada fase ini kromosom telah menyelesaikan pergerakannya menuju kutub dan mulai menyebar di dalam membran nukleus. Selama tahap ini berlangsung suatu dinding sel baru mulai terbentuk diantara dua nukleus baru (Wells dan Mogen, 1991). Dalam pengamatan, fase ini terlihat sel yang memiliki dua inti dengan dinding sel bagian tengah yang sudah mengalami sitokinesis.

sumber : www.life.uiuc.edu/ib/102/lectures/08reproduction.html

Fase yang tidak ditemukan pada pengamatan kali ini adalah metafase. Pada fase ini kromosom menyusun diri secara acak pada satu bidang ekuator atau tengah-tengah sel. Pada awal fase ini, membran nukleus dan nukleolus lenyap. Sentromer, suatu daerah vital bagi pergerakan kromosom, melekat pada serabut gelendong yang bertanggung jawab terhadap arah pembelahan kromosom selama pembelahan (Welsh dan Mogen 1991).


sumber : www.life.uiuc.edu/ib/102/lectures/08reproduction.html

Fase ini tidak dapat kami temukan dalam pengamatan kemungkinan karena waktu pemotongan akar yang kurang tepat, kekurangtelitian dalam pengamatan dan keterbatasan waktu.
sumber:http://aprilisa.wordpress.com/2010/03/31/pengamatan-fase-mitosis-pada-tudung-akar-bawang-merah-allium-cepa-l/

Fase mitosis akar bawang (Alium cepa)

Fase mitosis akar bawang (Alium cepa)

Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi secara tidak langsung (Setjo, 2004). Hal ini dikarenakan pada pembelahan sel secara mitosis terdapat adanya tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan (fase-fase) yang terdapat pada pembelahan mitosis ini meliputi: profase, metafase, anafase, dan telofase.

Mitosis terjadi di dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang). Proses pembelahan secara mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik dan bertujuan untuk mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti secara berturut-turut.

Mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus-menerus. Pada praktikum kali ini digunakan akar bawang merah (Allium cepa) karena jaringan akar bawang merah (Allium cepa) merupaskan jaringan yang mudah ditelaah untuk pengamatan mitosis (Sugiri, 1992).

Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel iduknya.

Urut-urutan terjadinya mitosis adalah sebagai berikut:

1. Profase

Proses terjadinya fase profase ditandai dengan hilangnya nucleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal.

2. Metafase

Ciri utama fase ini adalah terbentuknya gelendong pembelahan, gelendong pembelahan ini dibentuk oleh mikrotubula. Gelendong ini membentuk kutub-kutb pembelahan tempat sentromer mikrotubula bertumpu.

3. Anafase

Pada fase ini kromosom yang mengumpul di tengah sel terpisah dan mengumpul pada masing-masing kutub, sehingga telihat adal dua kumpulan kromosom.

4. Telofase

Telofase adalah fase finisiong, dalam telofase ada dua tahap yaitu telofase awal dan telofase akhir. Pada telofase awal terlihat mulai ada sekat yang memisahkan antara sel-sel anak. Sedang pada telofase akhir terlihat sel-sel anak sudah benar-benar terpisah.



ALAT & BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

1. Alat: 2. Bahan

* Mikroskop cahaya o ujung akar bawang merah (Allium cepa)
* Kaca benda dan kaca penutup o Kertas hisap
* Pipet o Tisu
* Pinset o Alkohol 70 %
* Gelas arloji o FAA
* Silet berkarat o HCl 1 N
* Silet tajam o Acetocarmin
* Botol ampul
* Pembakar spiritus dan korek api
* Plastik dan karet



PROSEDUR KERJA


1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ini adalah tahap penumbuhan akar bawang merah (Allium cepa) dan pemotongan akar bawang merah (Allium cepa). Penumbuhan akar dilakukan di dalam gelas p;lastik yang berisi air selama 1 minggu (7 hari), dengan cara menusuk bagian tengan bawang merah secara horizontal sedemikian rupa sehingga hanya bagian akarnya saja yang menyentuh air. Pemotongan ujung bawah akar dilakukan pada malam hari sebelum praktikum (Minggu) pukul 00.00-00.15. akar dipotong sepanjang 1 cm dari ujung dan selanjutnya akar direndam dalam botol ampul yang sudah diisi dengan larutan FAA, lalu botol ampul ditutup rapat dengan plastik dan diikat dengan karet.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi pembuatan preparat dan pengamatan fase-fase mitosis di bawah mikroskop. Untuk pembuatan preparat dilakukan dengan cara mengambil potongan ujung akar bawang merah (Allium cepa) dari botol ampul denagn pinset. Kemudian memindahkannya kedalam gelas arloji dan menambahkan alkohol 70 % dan dibiarkan terendam selama 2 menit.

Setelah 2 menit, alkohol 70 % dihisap dengan kertas hisap kemudian menambahkan larutan HCl 1 N dan merendamnya selama 5 menit. Setelah 5 menit berlalu, mengambil potongan akar bawang dari gelas arloji, memotong bagian ujung (tudung akar) dan meletakkannya pada kaca benda. Langkah selanjutnya yaitu ditetesi dengan larutan acetocarmin, lalu dicacah dengan silet berkarat kemudian ditutup dengan kaca penutup. Sebelum diamati di bawah mikroskop, preparat dilewatkan di atas lampu spiritus, selanjutnya menggilasnya dengan jempol atau ujung pensil yang tumpul, baru setelah itu diamati dibawah mikroskop.



ANALISIS DATA


Dari hasil pengamatan fase-fase mitosis pada akar bawang merah (Allium cepa) ini diperoleh beberapa fase, antara lain:

Anafase
Pada fase ini nampak kromosom-kromosom homolog saling berjauhan (berkumpul menuju kutub yang berlawanan). Kromosom nampak jelas mengalami penebalan sehingga dapat dilihat jelas dengan mikroskop cahaya sekalipun.

Telofase
Fase ini merupakan fase terakhir pada mitosis. Pada fase ini nampak adanya dinding pemisah yang berupa sekat yang belum sempurna yang memisahkan kromosom-kromosom yang telah mencapai kutub. Sekat belum sempurna dan sel belum benar-benar terpisah tetapi tanda akan terbentuknya dua sel sudah mulai tampak.

Telofase akhir
Pada fase ini sel benar-benar telah utuh. Dinding sel terlihat jelas dan kromosom yang tebal nampak berkumpul di tengah.




PEMBAHASAN


Pada ujung akar bawang merah banyak sel yang mengalami aktivitas dengan rentangan 5 menit sebelum dan sesudah pukul 24.00 WIB. (Margono, 1973), berdasarkan keterangan tersebut maka proses pemotongan akar bawang merah (Allium cepa) dilakukan pada pukul 00.00. Dengan dipotongnya akar bawang pada jam-jam tersebut sehingga diharapkan akan potongan akar yang mengandung banyak sel-sel yang sedang melakukan aktivitas mitosis. Namun kami tidak mungkin melakukan pengamatan pada tengah malam, jadi kami memasukkan potongan kar bawang tersebut ke dalam botol fial berisi FAA, fungsi dari FAA ini adalah untuk menghentikan aktivitas mitosis dan mempertahankan kondisi sel-sel akar bawang sebagaimana saat kami memotongnya.

Sebelum mengamati sel-sel akar tersebut dibawah mikroskop, potongan-potongan akar tersebut harus memalui beberapa perlakuan, yaitu harus direndam di dalam alcohol 70%, perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa FAA yang masih terdapat di dalam sel-sel akar bawang merah. Selain itu perendaman dengan alcohol bertujuan untuk menyegarkan kembali sel-sel akar bawang yang sudah semalaman dimasukkan kedalam botol fial berisi FAA.

Perlakuan berikutnya adalah perendaman dengan HCl, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memotong tudung akar bawang merah (Allium cepa), karena dengan pemberian HCl dapat memperjelas batas tudung akar dengan sel-sel diatasnya, tudung akar akan terlihat lebih putih dibandingkan bagian lain dari akar bawang merah(Allium cepa), pemberian HCl ini juga dapat melunakkan dinding sel sehingga memudahkan dalam memotong.

Perlakuan berikutnya lagi adalah pemberian acetocarmin, acetocarmin adalh pewarna, sehingga jelas fungsinya dalah untuk memberi pigmen kepada sel-sel akar bawang sehingga mudah untuk diamati. Tidak cukup dengan itu agar penyerapan warna lebih cepat maka perlu ditambahkan FeCl2, yang pada praktikum kemarin kami dapatkan dengan mencacah bahan amatan dengan menggunakan silet berkarat.

Pada saat pengamatan kami menemukan sel-sel yang sedang berda dalam fase Anafase, telofase awal dan telofase akhir. Pada sel yang sedang dalam fase Anafase terlihat jelas kromosom yang terkumpul pada kutub masing-masing dari sel tersebut. Pengamatan tersebut semakin menyakinkan kami setelah kami melihat model fase-fase pembelahan yag terdapat di ruang genetika.

Sel berikutnya yang kami amati adalah sel dengan sekat yang belum sempurna, sehingga kami simpulkan sel tersebut sedang dalam fase Telofase awal. Dan sel terakhir yang sempat kami amati memiliki ciri-ciri bagiannya sudah utuh, dinding selnya terlihat jelas dan kromosom terlihat mengumpul di tengah sehingga kami simpulkan sel tersebut berada dalam fase Telofase akhir.

Pengamatan sel-sel pembelahan mitosis ini kurang maksimal karena kungnya lat yang memadai, serta keterbatasan waktu, yang sebenarnya juga karena kami tidak cepat tanggap. Sebenarnya banyak fase-fase lain yang belum sempat teramati.



DISKUSI


Alasan penggunaan akar pada praktikum kali ini adalah antara lain karena akar merupakan salah satu jaringan yang sel-sel penyusunnya adalah sel-sel somatik, khusus pada ujung akar bersifat meristematik. Mitosis merupakan pembelahan sel yang umumnya terjadi pada sel-sel yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh, dan dan sel-sel ini umnya terdapat pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan. Hal inilah yang melatarbelakangi digunakannya akar dalam praktikum mitosis ini.

a. Alasan pemotongan akar bawang merah dilakukan pada pukul 00.00 adalah karena mitosis pada akar bawang merah terjadi pada jam-jam tersebut. Proses itosis pada tanaman umumnya terjadi selama antara 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatau proses yang berputar dan terus-menerus (melalui fase-fase yang terus berjalan) dan pada akar bawang merah (Allium cepa) ini mitosis terjadi mulai pukul 00.00

b. Tidak, tidak semua tanaman mitosisnya terjadi pada malam hari, waktu terjadinya mitosis tergantung pada spesies tanaman yang bersangkutan. Contohnya tumbuhan paku, mitosis pada tumbuhan paku tidak terjadi pada malam hari, melainkan siang hari.

c. (Mungkin) Tidak, karena mitosis pada tumbuhan terjadi selama 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan suatu proses yang berputar dan terus-menerus. Setelah mengalami fase mitosisinti yang dalam keadaan tidak membelah berada dalam stadium interfase dan fase ini berlangsung dalam tempo yang cukup lama.


sumber:http://biologi.unnes.ac.id/web_bio/?tf=news&aksi=lihat&id=35

Mitosis pada akar bawang merah (Allium cepa)

Mitosis pada akar bawang merah (Allium cepa)
1. Pendahuluan

1.1 latar belakang

Tumbuhan pada masa awal perkembangan mengalami pertumbuhan sangat banyak, tumbuhan mengalami pembelahan sel secara tidak langsung yang disebut juga dengan mitosis (setjo, 2004), mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel memproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme. mitosis memiliki beberapa tahapan meliputi profase metafase, anafase, dan telofase.

Terjadi pada ujung akar, yang mengalami pembelahan awal. mitosis terjadi dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang), mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus menerus.

Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel iduknya.

1.2 tujuan

Mengetahui macam-macam fase yang terjadi pada akar bawang merah (Alium cepa)

1. Kajian pustaka

Profase

Proses terjadinya fase profase ditandai dengan hilangnya nucleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilihan-pilihan kromosom yang terlihat tebal.

Metafase

Ciri utama fase ini adalah terbentuknya gelomdong pembelahan, gelendong pembelahan ini dibentuk oleh mikrotubula. Gelendong ini membentuk kutub-kutub pembelahan tempat setromer mikrotubula bertumpu.

Anafase

Pada fase ini kromosom yang mengumpul di tengah sel terpisah dan mengumpul pada masing-masing kutub, sehingga telihat adal dua kumpulan kromosom.

Telofase

Telofase adalah fase finisiong, dalam telofase ada dua tahap yaitu telofase awal dan telofase akhir. Pada telofase awal terlihat mulai ada sekat yang memisahkan antara sel-sel anak. Sedang pada telofase akhir terlihat sel-sel anak sudah benar-benar terpisah.

1. Metode kerja

Mengambil beberapa potong akar bawang yang sudah siapkan dengn ukuran 1cm dr tudung akar

(yang sebelumnya telah disiapkan dalam larutan FAA)



Letakkan dalam gelas arloji



Diberi beberapa tetes alkohol 70%, dan diamkan selama 2 menit



Bersihkan alkohol 70 % dengan kertas hisap hingga bersih. Gantikan dengan HCl 1 M dan diamkan selama 5 menit



Mengambil akar, dan meletakkan di atas kaca benda



Memotong bagian tudung akarnya dengan silet berkarat



Memberi 1-2 tetes larutan acetocarmin, dan dicacah dengan silet berkarat hingga warna larutan berubah



Menutup dengan kaca penutup, di pencet dengan pensil gilig



Mengamati di bawah mikroskop, jika tidak terlihat lewatkan di atas api




Daftar pustaka

Setjo, Susetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuihan. Malang: JICA.

Margono, Hadi. 1973. Pengaruh Colchicine terhadap pertumbuhan Memanjang Akar Bawang Merah (Alium cepa). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP

Crowder, L. V. 1998. Genetika tumbuhan. Yoyakarta: gajah mada universitas press.

sumber:http://anugrahjuni.wordpress.com/biologi-in/mitosis-pada-akar-bawang-merah-allium-cepa/

TANAMAN TRANSGENIK

Tanaman Transgenik

Sumber: zunia.org

Berdasarkan definisi umum, penggunaan ilmu biologi untuk mengembangkan produk tanaman konvensional dan teknik budidaya ternak dilakukan sejak awal peradaban sebelum bioteknologi ada. Dalam teks-teks populer, bioteknologi umumnya mengacu pada metode ilmiah yang baru dikembangkan untuk digunakan membuat produk dengan mengubah susunan genetik dari organisme dan menghasilkan individu yang unik atau sifat-sifat yang tidak mudah diperoleh melalui teknik pemuliaan konvensional. Produk ini sering disebut sebagai transgenik, rekayasa genetika, atau modifikasi secara genetik karena mereka mengandung bahan genetik asing. Pertanian adalah salah satu industri pertama yang secara radikal dipengaruhi oleh teknologi baru ini, baik pada tingkat produksi dasar dan hukum ( NCALRI, 2000).

Gen adalah segmen DNA yang berisi informasi dimana terdapat bagian yang menen- tukan fungsi penting sebuah organisme hidup. Perekayasa genetik memanipulasi DNA, biasanya dengan mengambil gen dari suatu spesies, seperti hewan, tanaman, bakteri, atau virus dan memasukkan mereka ke spesies lain, seperti tanaman pertanian. Sebuah organisme antara atau virus dapat digunakan untuk “menginfeksi” DNA inang dengan bahan genetik yang diinginkan. Teknologi pengeboman mikropartikel juga banyak digunakan secara luas untuk menyalurkan asam nukleat eksogen (DNA dari spesies lain) ke dalam sel tanaman. Bahan genetik yang diinginkan diendapkan ke dalam partikel logam berukuran mikron dan ditempatkan dalam suatu perangkat yang dirancang untuk mempercepat (microcarrier) untuk mendapatkan kecepatan yang diperlukan untuk menembus dinding sel tumbuhan. Dengan cara ini, transgen dapat disalurkan ke genom sel. Sebuah DNA baru dapat juga disisipkan ke dalam sel inang menggunakan elektroporasi, di mana suatu sentakan listrik dite-rapkan pada sel-sel untuk menciptakan bukaan di membran plasma yang mengelilingi sel. Sebuah penanda gen (biasanya resisten terhadap antibiotik) termasuk dalam paket untuk memferifikasi tingkat efektifitas dalam memperkenalkan DNA asing. Susunan gen kemudian menjadi normal pada umumnya dengan tercampur pada sifat organisme inang. Seluruh proses dapat digambarkan pada aplikasi dalam rekayasa beras transgenik yang menggunakan elektro porasi ( Stierle, 2006).

Dengan munculnya rekayasa genetika tanaman sekitar tahun 1983, tampak bahwa manipulasi transgenik mungkin bermanfaat dan bahkan merupakan revolusi dibidang pertanian. Pentransferan sifat genetik yang diinginkan ke suatu spesies mengalami hambatan telah dia- tasi dengan potensi yang menjanjikan untuk dapat memecahkan masalah dalam pengelolaan tanaman pertanian, memberikan kemungkinan baru untuk meningkatkan kesehatan manusia dan hewan, dan memberikan sumber pendapatan baru bagi petani melalui kontrak produksi tanaman farmasi dan industri ( ESCOP/ECOP, 2000).

Potensi keuntungan lingkungan termasuk mengurangi penggunaan pestisida beracun, meningkatkan pengendalian gulma sehingga mengurangi pengolahan tanah dan erosi tanah serta konservasi air. Selain itu, teknologi baru ini djanjikan akan meningkatkan hasil produk pertanian. Tanaman transgenik juga dapat dipatenkan. Persetujuan teknologi atau rekayasa akan menjamin benih yang tidak dapat disimpan selama waktu tanam tahun depan. Hak kekayaan intelektual bagi para pengembang telah dilindungi dimana telah menawarkan potensi untuk meningkatkan keuntungan dan secara teoritis mendapatkan monopoli atas pasokan benih transgenik (Schahczenski & Adam, 2006).

Langkah-langkah elektroporasi dan metode transfer gen lainnya:

1). Melakukan skuensing pada DNA untuk gen yang akan diubah diidentifikasi dan diperoleh dari organisme donor (bakteri). Skuensing ini dapat dilakukan dengan mengacu pada informasi yang diketahui berkaitan dengan urutan dari gen yang akan dipilih.Selanjutnya diikuti dengan pemindahan gen dari organisme donor.

2). Gen yang diinginkan dikeluarkan dari organisme donor melalui penggunaan enzim spesifik yang dikenal sebagai enzim restriksi.

3). Gen yang diinginkan kemudian dipolimer melalaui polimerase chain reaction (PCR), yaitu metode untuk memperkuat DNA dan menghasilkan sejumlah gen yang bisa diterapkan.

4). Setelah diperoleh, ada beberapa cara untuk mentransfer gen donor ke dalam sel organisme target. Pada beras, digunakan proses yang lebih canggih. Pada proses elektroporasi ini, dimana enzim khusus pendenaturasi dinding sel melepaskan dinding sel dari selnya. Kemudian sel-sel akan menjadi protoplas, yaitu sel-sel tumbuhan yang dilucut dinding selnya tetapi masih dilapisi membran selular. Tahap elektroporasi berikutnya, yaitu dikejutkan dengan listrik tegangan tinggi melalui larutan yang mengandung protoplas. Kejutan listrik ini menyebabkan membran untuk sementara tidak stabil dengan membentuk pori-pori kecil. Melalui pori-pori sementara ini, DNA gen donor dapat disuntikkan. DNA diinjeksikan dalam bentuk transfer plasmid yang dipindahkan ke kromosom dan menjadi satu dalam DNA tanaman. Tidak lama setelah pemberian kejutan listrik dan injeksi, sel membran terbentuk kembali. Dinding sel juga terbentuk kembali melalui proses pembalikan.

5). Sel-sel yang baru saja diubah tersebut kemudian dikultur untuk menghasilkan jenis sel yang unik yang membentuk organisme.

6). Sel-sel yang dihasilkan kemudian dipindahkan ke dalam lingkungan pertumbuhan biasa di mana gen baru akan diekspresikan ( Bromley, no date ).

Mengapa kita menggunakan Tanaman transgenik?

Tanaman ini dimodifikasi untuk alasan tertentu selama bertahun-tahun, namun tujuan yang paling umum adalah untuk menghasilkan produk terbaik. Setelah adanya teknologi DNA rekombinan, memungkinkan untuk menghasilkan beberapa produk yang lebih baik, meskipun sangat sulit untuk melakukan itu dan banyak hal-hal yang tidak dapat diperbaiki atau diubah. Sebuah produk yang lebih baik mungkin terjadi perubahan warna atau ukuran tanaman, sehingga menjadi lebih menarik bagi pembeli. Atau mungkin lebih praktis yang memung-kinkan toleransi terhadap penurunan suhu, embun beku, atau kekeringan; semua ini membuat tanaman lebih mudah tumbuh dalam lingkungan yang selalu berubah (Gasser dan Fraley, 1989). Tujuan seperti ini tidak mungkin tercapai dengan program seleksi tradisional sehingga transgenik sekarang lebih disukai ketika mencoba mendapatkan produk baru untuk meningkatkan penjualan. Salah satu aspek yang utma adalah modifikasi tanaman untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangga dan penyakit (Chawla HS, 2000).

Laporan dari Benbrook: Tanaman rekayasa genetik dan Penggunaan Pestisida di Amerika Serikat: (1996-2004) Rekayasa genetika utama (GE) pada varietas tanaman komersial sejak tahun 1996 di Amerika Serikat telah dirancang untuk membantu mengendalikan kelas serangga yang merusak dan menyederhanakan sistem pengelolaan gulma herbisida berbasis. Selama sembilan tahun pertama pemakaian komersial, 670,000,000 hektar tanaman yang mengekspresikan sifat GE yang telah ditanam, atau sekitar 23 persen dari 2.970 juta hektar total tanaman yang dipanen di seluruh negeri selama periode ini.

Tanaman rekayasa ini digunakan untuk mentolerir aplikasi herbisida, atau apa yang disebut tanaman “herbicide-tolerant” (HT) menjelaskan jumlah hektar terbesar GE. Sekitar 487,000,000 hektar telah ditanam sejak tahun 1996, atau 73 persen dari total hektar tanaman GE. Kedelai toleran herbisida adalah tanaman teknologi GE yang paling banyak ditanam dan jumlah selama lebih dari setengah total hektar ditanami varietas GE sejak tahun 1996. Sebagian besar tanaman HT yang direkayasa untuk mentolerir glifosat (nama dagang “Roundup,” atau disebut sebagai “Roundup Ready”), herbisida yang diintroduksi ke pasar pada tahun1972 oleh Monsanto.

Jagung dan kapas telah rekayasa secara genetika untuk mengekspresikan toksin bakteri Bacillus thuringiensis, atau Bt. Sifat ini memungkinkan tanaman transgenik untuk memproduksi dalam sel mereka suatu protein kristal yang beracun bagi serangga Lepidopteran (ngengat dan kupu-kupu). Beberapa 183,000,000 hektar jagung transgenik dan kapas Bt telah ditanam sejak tahun 1996, mewakili 27 persen dari total areal tanaman GE. ( Benbrook, 2004).

Manfaat tanaman transgenik selain hasil panen meningkat dan nilai gizi dapat diperbaiki, tanaman ini didesain untuk:

1). Dapat bertahan hidup pada paparan herbisida tertentu (disebut toleran herbisida, atau HT).

2). Dapat membunuh hama serangga tertentu ( disebut pesticidal or insecticidal). Misalnya, tomat transgenik didesain untuk memiliki umur panjang. Tidak jelas apakah peningkatan beta-karoten pada (Golden Rice) transgenik (berasal dari bakung) merupakan bentuk yang dapat digunakan untuk nutrisi pada manusia, terutama untuk lemak dan protein ( Grains of Delusion, 2001).

Tanaman transgenik toleran herbisida yang telah diubah untuk bertahan terhadap semprotan herbisida dengan spektrum yang luas dengan gagasan bahwa dengan aplikasi ini akan membasmi sebagian besar jenis gulma tanpa membunuh tanaman itu sendiri. Tanaman insektisidal mengandung gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt). Gen Bt ini menyebabkan tanaman untuk menghasilkan zat kimia beracun yang membunuh penggerek jagung Eropa, ulat kapas, dan ulat lain. (Ulat merupakan larva serangga dalam ordo Lepidoptera termasuk ngengat dan kupu-kupu) (Schahczenski & Adam, 2006).

Selain dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan serangga juga mengurangi kebutuhan herbisida dan pestisida. Hal ini membuat tanaman lebih aman bagi konsumen dan memungkinkan petani untuk menghema uang untuk pembelian obat-obatan kimia. Sebagai kesimpulan, tanaman transgenik adalah suatu metoda yang secara ekonomis lebih aman menghasilkan produk tanaman dan membuat mereka menarik dan berpotensi menguntungkan (Pighin, 2003).

Bagaimana Pembuatan Tanaman transgenik?

Usaha pemuliaan tanaman selama bertahun-tahun untuk pemilihan tanaman yang terbaik. Pada saat ini, variasi terjadi melalui mutasi induksi atau hibridisasi di mana dua atau lebih tanaman disilangkan. Seleksi terjadi secara alami, menggunakan konsep pilihan “siapa yang kuat, dia yang menang”, di mana hanya biji yang beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang akan berhasil hidup. Sebagai contoh, petani hanya memilih biji benih yang terbesar dengan asumsi ini menjadi yang terbaik. Sekarang para ilmuwan tidak hanya dapat memilih, tetapi juga menciptakan tanaman dengan menyisipkan gen untuk membuat benih gundul dengan sifat yang diinginkan.

Untuk membuat tanaman transgenik, ada lima langkah utama: ekstraksi DNA, kloning gen yang penting, merancang gen untuk infiltrasi tanaman, transformasi, dan akhirnya pemuliaan tanaman (Gambar 1).


Gambar: hanggawe tnduran transgenik

Sumber: www.msu.edu

Untuk memahami proses ini, pertama harus mengetahui sedikit tentang DNA (asam deoksiribonukleat). DNA adalah bahasa pemrograman universal semua sel dan menyimpan informasi genetik mereka. DNA berisi ribuan gen dimana segmen-segmen DNA yang menyandikan informasi yang diperlukan untuk memproduksi dan merakit protein spesifik. Semua gen membutuhkan daerah tertentu untuk digunakan (atau diekspresikan) oleh sel. Wilayah ini meliputi (Gambar 2):
1. Wilayah promotor, yaitu tempat di mana gen dimulai dan digunakan untuk ekspresi gen;
2. Urutan terminasi yang menandai akhiran gen;
3. Dan daerah pengkode yang berisi gen sebenarnya untuk diekspresikan.

Semua daerah ini bersama-sama memungkinkan gen untuk membuat protein. Setelah gen ditranskripsi menjadi protein, kemudian dapat berfungsi sebagai enzim untuk mengkatalisis reaksi biokimia atau sebagai unit struktural dari sel, keduanya yang akan memberikan kontribusi munculnya suatu sifat tertentu dalam organisme itu.


Gambar: pangene gen iki looo

Sumber: static.howstuffworks.com

Semua spesies mampu mengubah DNA menjadi protein melalui proses yang dikenal sebagai translasi. Kemampuan ini memungkinkan untuk menempatkan gen secara artifisial dari satu organisme ke organisme. Jika hanya mengisolasi DNA secara acak dan memasukkan ke dalam organisme lain tidaklah praktis. Pertama-tama kita harus tahu segmen tertentu pada DNA dan khususnya gen yang dicari yang digunakan untuk disisipkan. Sayangnya, referensi untuk memproduksi tanaman baru tidak banyak yang diketahui tentang gen yang bertanggung jawab untuk hasil tanaman meningkat, toleransi terhadap tekanan yang berbeda dan serangga, warna, atau karakteristik berbagai tanaman lainnya. Banyak penelitian transgenik sekarang terfokus pada cara mengidentifikasi dan menentukan urutan gen yang berkontribusi terhadap karakteristik ini.

Gen yang ditentukan untuk memberikan kontribusi sifat tertentu maka perlu didapatkan dalam jumlah yang signifikan sebelum mereka dapat disisipkan ke dalam organisme lain. Untuk mendapatkan DNA yang terdiri dari gen, DNA pertama-tama diekstrak dari sel dan dimasukkan ke dalam plasmid bakteri. Plasmid merupakan alat biologi molekuler yang memungkinkan setiap segmen DNA dapat dimasukkan ke dalam sel pembawa (biasanya sel bakteri) dan direplikasi untuk menghasilkan lebih banyak. Sebuah sel bakteri (misal, E. coli) yang berisi plasmid dapat disisipi dan digunakan berulang kali untuk menghasilkan salinan gen yang pentin bagi peneliti, sebuah proses yang umumnya disebut sebagai “kloning” gen. Kata “kloning” mengacu pada berapa banyak salinan identik gen asli yang sekarang dapat diproduksi secapatnya. Plasmid yang mengandung gen ini dapat digunakan untuk memodifikasi gen dengan cara apapun sesuai keinginan peneliti yang memungkinkan terjadinya pengaruh pada sifat gen yang dihasilkan (Gambar 1).

Setelah gen yang diinginkan telah diamplifikasi, sekarang saatnya untuk mengintroduksi ke dalam spesies tumbuhan kita inginkan. Inti sel tanaman adalah target untuk DNA transgenik baru. Ada banyak metode untuk melakukan ini, tetapi dua metode yang paling umum termasuk “Gene Gun” dan metode Agrobacterium. Metode “Gene Gun” juga dikenal sebagai metode penembakan proyektil mikro merupakan yang paling umum digunakan pada spesies seperti jagung dan padi. Seperti namanya, prosedur ini melibatkan kecepatan tinggi mikroproyektil untuk mentransfer DNA ke dalam sel-sel hidup dengan menggunakan penembak (Chawla, 2000). DNA ditempatkan pada mikro proyektil kecil dan kemudian proyektil ditembakan ke dalam sel. Teknik ini bersih dan aman. Ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengubah jaringan terorganisir pada spesies tumbuhan dan memiliki sistem pengiriman universal umum untuk berbagai jenis jaringan pada berbagai species. Hal ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti gen yang penting mrnjadi tidak teratur pada saat masuk atau mengalami kerusakan sel target pada saat penembakan. Namun demikian, sudah cukup berguna untuk mendapatkan transgen sebagai organisme ketika tidak ada pilihan lain yang tersedia.

Metode Agrobacterium melibatkan penggunaan bakteri tanah dikenal sebagai Agrobacterium tumefaciens yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel-sel tumbuhan dengan sepotong DNA-nya. Potongan DNA yang menginfeksi tanaman terintegrasi ke dalam kromosom tanaman melalui tumor-inducing plasmid (Ti plasmid) yang dapat mengontrol system selular tanaman dan menggunakannya untuk membuat banyak salinan DNA bakterinya sendiri. Ti plasmid adalah partikel DNA besar berbentu lingkaran yang mereplikasi secara independen dari kromosom bakteri (Gambar 3) (Chawla, 2000).


Gambar: carane Agrobacterium Sp. ngene lo ngewehi gen neng wet-wetan

Sumber: www.nature.com

Pentingnya plasmid ini adalah mengandung daerah transfer DNA (tDNA) di mana seorang peneliti dapat menyisipkan sebuah gen yang dapat ditransfer ke dalam sel tumbuhan melalui proses yang dikenal sebagai floral dip. Sebuah floral dip melibatkan perendaman tanaman berbunga ke dalam campuran Agrobacterium yang membawa gen diinginkan, diikuti oleh benih transgenik yang dikumpulkan langsung dari tanaman. Proses ini berguna karena itu adalah metode transfer alami dan karena itu dianggap sebagai teknik yang lebih diterima. Selain itu, Agrobacterium mampu mentransfer DNA berfragmen besar sehingga sangat efisien tanpa penataan ulang substansial, diikuti dengan kemampuan mempertahankan stabilitas yang tinggi dari gen yang ditransfer. Salah satu keterbatasan Agrobacterium adalah bahwa tidak semua tanaman pangan penting dapat terinfeksi oleh bakteri ini.

Apa Keuntungan dan Kerugian Tanaman transgenik?

Dalam penggunaan tanaman transgenik telah menjadi masalah selama bertahun-tahun. Banyak kekhawatiran yang telah diajukan dan umumnya berasal dari dua kategori:

1. Perhatian padaa bahan genetik yang diubah dapat mempengaruhi pada kesehatan manusia.Sebagai contoh, tanaman transgenik telah diberitakan menyebabkan alergi pada beberapa orang, meskipun tidak pasti apakah tanaman transgenik merupakan sumber reaksi ini. Selain itu, gen resistensi antibiotik ditempatkan dalam tanaman ini telah dinyatakan menyebabkan resistensi terhadap antibiotik menyebabkan super bug yang tidak dapat diobati dengan perawatan antibiotik (Ferber, 1999). Gagasan dari suatu populasi terguncang dengan menelan DNA yang berasal dari sumber lain, seperti virus atau bakteri, juga harus dipertimbangkan ketika berpikir tentang memproduksi tanaman transgenik. Namun, sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa DNA dari tanaman transgenik yang berbeda tertelan oleh tanaman konvensional.

2. Kekhawatiran tentang apakah tanaman transgenik menyebabkan kerusakan lingkungan alam. Salah satu contoh serbuk sari dari jagung transgenik yang telah dinyatakan membunuh larva kupu-kupu Monarch. Telah ditunjukkan bahwa jagung hibrida menghasilkan racun bakteri dalam serbuk sarinya yang kemudian tersebar lebih dari 60 meter oleh angin. Dalam jangkauan ini, serbuk sari jagung menumpuk pada tanaman lain di dekat ladang jagung di tempat yang dapat dimakan oleh organisme non-target termasuk kupu-kupu raja ini. Kupu-kupu ini telah ditemuka yang menkonsumsi itu, memiliki laju pertumbuhan lebih lambat dan tingkat kematian yang lebih tinggi (Losey et al, 1999). Contoh kedua adalah hibridisasi tanaman dengan gulma di dekatnya. Hal ini dapat menyebabkan gulma mendapat ketahanan terhadap herbisida atau hal-hal lain yang telah kita usahakan untuk dihindari selama bertahun-tahun. Gen yang memberikan perlawanan terhadap penyakit virus atau karakter lain yang memungkinkan mereka untuk bertahan di lingkungan mereka bisa musnah akibat populasi rumput sekitar tanaman. Sifat ini dapat membuat populas lebih sulit dikendalikan. Untuk saat ini, ada sedikit bukti untuk mendukung teori ini (Crawley et al, 2001).

Di sisi lain adalah pengertian yang mendukung penggunaan tanaman transgenik. Potensi manfaat yang cukup jelas, termasuk hal-hal seperti hasil meningkat (untuk memberi makanan pada populasi yang tumbuh), mengurangi penggunaan pestisida (untuk menyelamatkan lingkungan dan biaya pestisida), dan produksi tanaman (seperti menyediakan tanaman dengan nilai gizi meningkat) (Ferber, 1999). Mampu mendapatkan retrofit dari tanaman apapun untuk keinginan kita adalah sebuah konsep yang kuat, terutama dengan perubahan iklim saat ini.

Haruskah Kita Gunakan Tanaman transgenik?

Pada akhirnya, keuntungan yang dirasakan dan kerugian dari tanaman transgenik harus digabungkan satu sama lain untuk menyediakan tanaman yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya. Produsen tanaman transgenik dan badan-badan yang mempelajari pengaruh mereka sadar akan hal ini. Namun, sampai saat ini, ada sedikit bukti untuk mendukung kedua kasus tersebut. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam bidang ini untuk menentukan keamanan tanaman ini dan untuk memutuskan apakah mereka aman bagi lingkungan dan bagi mereka yang mengkonsumsi produk ini selama berabad-abad. Setidaknya, sebagian besar akan setuju bahwa potensi keunggulan menghasilkan tanaman yang menyediakan bagi populasi manusia dan sumber makan lebih murah membuat penemuan teknologi transgenik menjadi berguna.

Sumber : http://wahjuneutron.blog.uns.ac.id/2010/10/20/molecular-biology-tanaman-transgenik/

lombok

Cabai
Capsicum annum L.
Nama umum
Indonesia: Cabai, cabe merah, lombok gede (Jawa), cabe (Sunda),
Inggris: chili pepper
Pilipina: Siling Haba
Cina: la jiao
Capsicum annum
Cabai

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Solanales
Famili: Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus: Capsicum
Spesies: Capsicum annum L.
sumber ;http://www.plantamor.com/index.php?plant=271

Cabai rawit
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
?Cabai rawit
Cabai rawit
Cabai rawit
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Asterids
Ordo: Solanales
Famili: Solanaceae
Genus: Capsicum
Spesies: Frutescens

Cabai rawit atau cabe rawit, adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Selain di Indonesia, ia juga tumbuh dan populer sebagai bumbu masakan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia dan Singapura ia dinamakan cili padi, di Filipina siling labuyo, dan di Thailand phrik khi nu. Di Kerala, India, terdapat masakan tradisional yang menggunakan cabai rawit dan dinamakan kanthari mulagu. Dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan nama Thai pepper atau bird's eye chili pepper.

Buah cabai rawit berubah warnanya dari hijau menjadi merah saat matang. Meskipun ukurannya lebih kecil daripada varitas cabai lainnya, ia dianggap cukup pedas karena kepedasannya mencapai 50.000 - 100.000 pada skala Scoville. Cabai rawit biasa di jual di pasar-pasar bersama dengan varitas cabai lainnya.

Terdapat peribahasa Indonesia "kecil-kecil cabe rawit" (Malaysia: kecil-kecil cili padi), yang artinya kecil-kecil tapi pemberani.
sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai_rawit

terong

Terung
Solanum melongena L.
Nama umum
Indonesia: Terung, terong
Inggris: Eggplant, aubergine, brinjal
Melayu: Terong
Vietnam: Ca tim, ca tin
Thailand: Makhua
Pilipina: Talong
Cina: qie zi
Jepang: Daimaru nasu
Solanum melongena
Terung

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Solanales
Famili: Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus: Solanum
Spesies: Solanum melongena L.Terung


Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Kelas: Magnoliopsida

Upakelas: Asteridae

Ordo: Solanales

Famili: Solanaceae

Genus: Solanum

Spesies: S. melongena

Nama binomial

Solanum melongena
L.
sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=1167


Terung (Solanum melongena, di Pulau Jawa lebih dikenal sebagai terong) adalah tumbuhan penghasil buah yang dijadikan sayur-sayuran. Asalnya adalah India dan Sri Lanka[1][2]. Terung berkerabat dekat dengan kentang dan leunca, dan agak jauh dari tomat.
Terung ialah terna yang sering ditanam secara tahunan. Tanaman ini tumbuh hingga 40-150 cm (16-57 inci) tingginya. Daunnya besar, dengan lobus yang kasar. Ukurannya 10-20 cm (4-8 inci) panjangnya dan 5-10 cm (2-4 inci) lebarnya. Jenis-jenis setengah liar lebih besar dan tumbuh hingga setinggi 225 cm (7 kaki), dengan daun yang melebihi 30 cm (12 inci) dan 15 cm (6 inci) panjangnya. Batangnya biasanya berduri. Warna bunganya antara putih hingga ungu, dengan mahkota yang memiliki lima lobus. Benang sarinya berwarna kuning. Buah tepung berisi, dengan diameter yang kurang dari 3 cm untuk yang liar, dan lebih besar lagi untuk jenis yang ditanam.
Dari segi botani, buah yang dikelaskan sebagai beri memiliki banyak biji yang kecil dan lembut. Biji itu dapat dimakan tetapi rasanya pahit karena mengandung nikotin, sejenis alkaloid yang banyak dikandung tembakau.
Sejarah
Terung ialah tumbuhan pangan yang ditanam untuk buahnya. Asal-usul budidayanya berada di bagian selatan dan timur Asia sejak zaman prasejarah, tetapi baru dikenal di dunia Barat tidak lebih awal dari sekitar tahun 1500. Buahnya mempunyai berbagai warna, terutama ungu, hijau, dan putih. Catatan tertulis yang pertama tentang terung dijumpai dalam QĂ­ mĂ­n yĂ o shĂ¹, sebuah karya pertanian Tiongkok kuno yang ditulis pada tahun 544[3]. Banyaknya nama bahasa Arab dan Afrika Utara untuk terong serta kurangnya nama Yunani dan Romawi menunjukkan bahwa pohon ini dibawa masuk ke dunia Barat melewati kawasan Laut Tengah oleh bangsa Arab pada awal Abad Pertengahan. Nama ilmiahnya, Solanum melongena, berasal dari istilah Arab abad ke-16 untuk sejenis tanaman terung.
Karena terung merupakan anggota Solanaceae, buah terung pernah dianggap beracun, sebagaimana buah beberapa varietas leunca dan kentang. Sementara buah terung dapat dimakan tanpa dampak buruk apa pun bagi kebanyakan orang, sebagian orang yang lain, memakan buah terung (serupa dengan memakan buah terkait seperti tomat, kentang, dan merica hijau atau lada) bisa berpengaruh pada kesehatan. Sebagian buah terung agak pahit dan mengiritasi perut serta mengakibatkan gastritis. Karena itulah, sebagian sumber, khususnya dari kalangan kesehatan alami, mengatakan bahwa terung dan genus terkait dapat mengakibatkan atau memperburuk artritis dengan kentara dan justru itu, harus dijauhi oleh mereka yang peka terhadapnya.[4]
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Terung

Rabu, 01 Desember 2010

TOMAT

Tomat
?Tomat


Penampang melintang dari tomat yang matang
Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Eudicots

Ordo: Solanales

Famili: Solanaceae

Genus: Solanum

Spesies: S. lycopersicum

Nama binomial

Solanum lycopersicum
L.

Sinonim

Lycopersicon lycopersicum
Lycopersicon esculentum
Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari kentang.
Kata "tomat" berasal dari kata dalam bahasa Nahuatl, tomatl (dieja: /tɔ.matɬ/).
Sejarah
Menurut tulisan karangan Andrew F. Smith "The Tomato in America", tomat kemungkinan berasal dari daratan tinggi pantai barat Amerika Selatan. Setelah Spanyol menguasai Amerika Selatan, mereka menyebarkan tanaman tomat ke koloni-koloni mereka di Karibia. Spanyol juga kemudian membawa tomat ke Filipina, yang menjadi titik awal penyebaran ke daerah lainnya di seluruh benua Asia. Spanyol juga membawa tomat ke Eropa. Tanaman ini tumbuh dengan mudah di wilayah beriklim Mediterania.
Macam
Terdapat ratusan kultivar tomat yang dibudidayakan dan diperdagangkan. Pengelompokan hampir selalu didasarkan pada penampilan atau kegunaan buahnya.
Berdasarkan penampilan
Terdapat buah tomat dengan kisaran warna dari hijau ketika masak, kuning, jingga, merah, ungu (hitam), serta belang-belang.
Dari ukuran dan bentuk[1], orang mengenal kelompok tomat
• granola yang bentuknya bulat dengan pangkal buah mendatar dan mencakup yang biasanya dikenal sebagai tomat buah (karena dapat dimakan langsung),
• gondol yang biasa dibuat saus dengan bentuk lonjong oval (biasanya yang ditanam di Indonesia adalah kultivar 'Gondol Hijau' dan 'Gondol Putih', dan keturunan dari kultivar impor 'Roma') dan termasuk pula tomat buah,
• sayur adalah tomat dengan buah biasanya padat dan dipakai untuk diolah dalam masakan
• ceri (tomat ranti) yang berukuran kecil dan tersusun berangkai pada tangkai buah yang panjang.
Berdasarkan kegunaan
Orang mengenal tomat buah, tomat sayur, serta tomat lalapan. Berdasarkan hal ini, fungsi tomat merupakan klasifikasi dari buah maupun sayuran, walaupun struktur tomat adalah struktur buah.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tomat

Selasa, 30 November 2010

SAWI

Manfaat Sawi Tanah
Sawi Tanah
(Nasturtium montanum Wall.)
Sinonim :
Rorippa indicum, (Linn.), Hieron. = R. montana, (Wall.), small. = Sinapis pusilla, Roxb.

Familia :
Cruciferae (Brassicaceae)

Uraian :
Terna, tumbuh liar di tepi saluran air, di ladang dan di tempat-tempat yang tanahnya agak lembab sampai setinggi 1.300 m dari permukaan laut. Berbatang basah, tinggi sampai 55 cm. Daun bentuk bulat telur, atau bulat memanjang, ujung melancip, tepi bergerigi atau beringgit, tunggal, duduk tersebar. Bunga kecil warna kuning, tersusun dalam tandan pada ujung-ujung batang. Buah berupa buah lobak, bila masak membuka dengan 2 katub.

Nama Lokal :
Sawi lemah, sawi taneuh, jukut sakti, rom taroman,; tempuyung, kamandilan, maru maru.; Han cai (China).;

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Radang saluran nafas, Batuk, TBC, Panas, Campak, Reumatik; Sakit tenggorokan, Hepatitis, Bisul, Memar, Luka berdarah; Gigitan ular, Kencing berkurang;

Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIPAKAI: Seluruh tanaman, segar atau kering. KEGUNAAN: 1. Radang saluran nafas, batuk berdahak, TBC. 2. Panas, campak, sakit tenggorok. 3. Rheumatik persendian yang akut (acute rheumatic arthritis). 4. Hepatitis, kencing berkurang (oliguria). 5. Bisul, memar, luka berdarah, gigitan ular. PEMAKAIAN: 15 - 30 gr. bahan kering atau 30 - 60 gr., bahan segar, direbus, minum. PEMAKAIAN LUAR: Luka, bisul, tanaman segar dilumatkan, sebagai tapal. CARA PEMAKAIAN: 1. Radang saluran nafas (chronic bronchitis): Dengan pengolahan, ambil zat berkhasiat yaitu rorifone, 200 - 300 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 10 hari. Pada pemberian lebih dari 300 pasien. efek expectorant: baik, dahak berkurang banyak. 2. Influenza: 30 - 60 gr. sawi tanah segar dan 10 - 15 gr. bawang putih, seluruhnya digodok, minum. 3. Campak: Sawi tanah segar, ditumbuk Ialu peras ambil airnya, ditambah sedikit garam, minum. Kemudian diminumkan air putih. Umur 1 - 2 tahun, sekali minum 30 gr. Lebih dari 2 tahun: 60 gr. 4. Rheumatik sendi: 30 gr. sawi tanah segar direbus, minum. 5. Sakit lambung, melancarkan pencernaan: 30 gr. sawi tanah kering direbus, minum. 6. TBC: 30 gr. sawi tanah direbus, kemudian ditambah gula enau, minum setiap hari. 7. Sakit kuning: 1/4 genggam akar sawi tanah, 1/3 genggam daun sawi tanah dan 3 gelas air, semuanya rebus menjadi 1 1/2 gelas. Sesudah dingin disaring, + madu, sehari 2 x 3/4 gelas. 8. Kencing darah: 5 pohon sawi tanah (berikut akar) dan 3 gelas air, direbus menjadi 1% gelas sehari 3 x 1/2 gelas. 9. Sakit kandung kencing akibat kedinginan: 7 herba sawi tanah + akamya dan 3 gelas air direbus menjadi 1 gelas, minum. 10. Mencret (diare): 1 batang sawi tanah seutuhnya ditambah 3 gelas air, direbus menjadi 1 1/2 gelas, setelah dingin, disaring, ditambah madu. Sehari 2 x 3/4 gelas. EFEK ANTI BAKTERI: Eksperimen pada plat microbiology, rorifone dengan konsentrasi 5 mglml. menghambat pertumbuhan Diplococcus pneumonlac, Staphylococcus aureus, Hemophilus influenzae Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. EFEK SAMPING (SIDE EFFECT): Pada beberapa individu, kadang-kadang timbul rasa mulut kering, dan sedikit rasa tidak enak di lambung. Rasa tidak enak di lambung dapat dinetrahsir dengan menambahkan gula batu pada air rebusan atau minum larutan gula batu.

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Rasa pedas, " hangat ", penurun panas, anti racun, peluruh air seni, mencairkan dahak (mucolitik), anti bakteri. KANDUNGAN KIMIA: Rorifone, rorifamide, 6 crystalline substans (2 substansi netral dan 4 asam organik) dan beberapa turunan decyanated.
Sumber: http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page/Kesehatan-Pengobatan/?kid=2466
Sawi Hijau
Brassica rapa var. parachinensis L. Nama umum
Indonesia: Sawi hijau, sawi bakso, caisim, caisin
Inggris: False pakchoi, Mock pakchoi
Thailand: Phakkat kheo kwangtung
Cina: Cai xin

Sawi Hijau
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Capparales
Famili: Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus: Brassica
Spesies: Brassica rapa var. parachinensis L.

sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=225
Sawi
Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang mirip satu sama lain.
Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim, atau caisin). Selain itu, terdapat pula sawi putih (Brassica rapa kelompok pekinensis, disebut juga petsai) yang biasa dibuat sup atau diolah menjadi asinan. Jenis lain yang kadang-kadang disebut sebagai sawi hijau adalah sesawi sayur (untuk membedakannya dengan caisim). Kailan (Brassica oleracea kelompok alboglabra) adalah sejenis sayuran daun lain yang agak berbeda, karena daunnya lebih tebal dan lebih cocok menjadi bahan campuran mi goreng. Sawi sendok (pakcoy atau bok choy) merupakan jenis sayuran daun kerabat sawi yang mulai dikenal pula dalam dunia boga Indonesia.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sawi

Senin, 29 November 2010

PERBANYAKAN TANAMAN

PERBANYAKAN TANAMAN

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Perbanyakan secara generatif
2. Perbanyakan secara vegetatif
PERBANYAKAN GENERATIF
Perbanyakan generatif dapat dilakukan dengan menggunakan biji. Biji merupakan hasil peleburan dari gamet jantan dan gamet betina.
PERBANYAKAN VEGETATIF
Perbanyakan generatif dapat dilakukan dengan menggunakan bagian tanaman. Perbanyakan vegetatif dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu perbanyakan vegetatif alami dan perbanyakan vegetatif buatan. Perbanyakan vegetatif alami meliputi : stolon, rizoma, kormus, bulbus, tuber. Sedangkan perbanyakan vegetatif buatan meliputi : stek, merunduk, cangkok, menyambung, okulasi.
Perbanyakan Vegetaif Alami
1. Stolon, yaitu bagian atang (tunas sisi) yang tumbuh memanjang horizontal pada permukaan tanah. Contohnya, kacang babi (Desmodium intortum) dan stroberi (Fragaria sp).
2. Rizoma, yaitu batang yang muncul dari tunas sisi dan tumbuh memanjang horizontal di dalam tanah. Contohnya, bunga tasbih (Canna hybrida) dan rumput teki (Cyperus rotundus).
3. Kormus, yaitu bagian batang yang pendek membengkak, mengandung cadangan makanan, tidak menjalar, dan selalu terdapat di dalam tanah. Contohnya, gadung (Dioscorea hispida) dan talas (Colocasia esculenta).
4. Bulbus, yaitu batang yang pendek dikelilingi oleh berlapis-lapis daun tebal dan cadangan makanan, disebut juga umbi lapis. Contohnya, bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa).
5. Tuber, yaitu batang yang membengkak, terdapat di dalam tanah, dan banyak mengandung cadangan makanan. Contohnya, kentang (Solanum tuberosum).
Perbanyakan Vegetatif Buatan
1. Stek, yaitu perkembangbiakan suatu tumbuhan dari potongan-potongan cabang atau batang yang ditancapkan ke dalam tanah.
2. Merunduk, yaitu merendahkan cabang batang sutau tumbuhan sehingga menyentuh permukaan tanah.
3. Cangkok, yaitu pengelupasan sebagian kulit secara melingkar pada cabang batang kemudian dibalut oleh tanah (media lain), diikat, dan dibiarkan untuk waktu tertentu sampai tumbuh akar.
4. Menyambung, yaitu menyambungkan dua macam tanaman yang sejenis, misalnya singkong biasa dengan singkong karet.
5. Okulasi, yaitu menggabungkan dua tanaman yang berbeda dengan jalan menempelkan sepotong kulit pohon yang bermata tunas dari batang atas pada kulit pohon lain dari batang bawah sehingga tumbuh bersatu menjadi tanaman baru.
SUMBER: http://blog.ub.ac.id/dinariani/2010/06/03/perbanyakan-tanaman/

KOMPOS

Kompos

Kompos dari sampah dedaunan


Kompos dari jerami padi
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Pendahuluan
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
Jenis-jenis kompos
• Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
• Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
• Kompos bokashi.
Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.


Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.


Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos
Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna Protozoa 104 - 105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos
Pengomposan secara aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o Sudut : 45o
o Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2. Sekop
o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan
o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
o Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
5. Termometer
o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
7. Sepatu boot
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya


Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembaban, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol proses produksi kompos
1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan
2. Monitoring Kelembaban
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume
Mutu kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
o Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
o Tidak berbau.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos